Ayo Didiklah Agar Anak Tumbuh Menjadi Baik

Ayo Didiklah Agar Anak Tumbuh Menjadi Baik

Segala puji bagi Allah tuhan semesta alam. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada hamba Allah sekaligus utusan-Nya, Nabi Muhammad sallallahu ‘alaihi wasallam, beserta keluarganya dan para sahabatnya.

Sebagian kewajiban orang tua yang penting adalah mendidik anaknya tentang akhlak, memberikan nasehat untuk mereka, dan mengarahkan mereka kepada kebaikan. Anak merupakan amanah yang besar. Allah memerintahkan orang tua agar mengawasi dan menjaganya. Dalam firman-Nya disebutkan tentang sifat-sifat seorang mukmin, di antaranya adalah menunaikan amanah.

وَالَّذِينَ هُمْ لِأَمَانَاتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُونَ

Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya.” (Al-Mukminun:8)

Allah juga berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَخُونُواْ اللّهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُواْ أَمَانَاتِكُمْ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (Al-Anfal:27)

Allah memberi nikmat kepada orang tua berupa anak, baik laki-laki atau perempuan.

لِلَّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ يَخْلُقُ مَا يَشَاء يَهَبُ لِمَنْ يَشَاء إِنَاثًا وَيَهَبُ لِمَن يَشَاءُ الذُّكُورَ

Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki.” (Asy-Syura:49)

 

Mendidik Adalah Kewajiban

Dengan nikmat itulah, maka Allah Ta’ala memberikan hak dan kewajiban kepada orang tua, seperti memberi nama yang baik, mendidiknya agar menjadi anak yang baik. Allah Ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar lagi keras.” (At-Tahrim:6).

Karena anak adala aset maka harus dicegah dari hal-hal yang berbau maksiat, sejak lahir hingga dewasanya. Kholifah Ali bin Abi Thalib ra berkata,

عَلِّمُوْ هُمْ وَأَدَبُوْهُمْ  

Ajari mereka agama dan adab-adab.”

Rasulullah ﷺ bersabda,

أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْإِمَامُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى أَهْلِ بَيْتِ زَوْجِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ وَعَبْدُ الرَّجُلِ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ أَلَا فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ. (رواه البخاري)

Ketahuilah setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya atas yang di pimpin, penguasa yang memimpin rakyat banyak dia akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya, setiap kepala keluarga adalah pemimpin anggota keluarganya dan dia dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya, dan isteri pemimpin terhadap keluarga rumah suaminya dan juga anak-anaknya, dan dia akan dimintai pertanggungjawabannya terhadap mereka, dan budak seseorang juga pemimpin terhadap harta tuannya dan akan dimintai pertanggungjawaban terhadapnya, ketahuilah, setiap kalian adalah bertanggung jawab atas yang dipimpinnya.” (HR. Bukhori)

Hadits ini merupakan peringatan dari Allah Ta’ala kepada hamba-Nya bahwa nanti di akhirat semua akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang diamanatkan kepadanya termasuk antara orang tua tentang anaknya atau sebaliknya. Sebagian ahli ilmu mengatakan bahwa sesungguhnya Allah akan menanyakan kepada orang tua kewajiban atas anaknya terlebih dahulu, sebelum bertanya kepada anak atas orang tuanya, sebagaimana orang tua memiliki hak atas anak berupa berbakti kepadanya maka untuk anak memiliki hak yang harus ditunaikan orang tuanya.

Ibnu umar r.a berkata, “Didiklah anakmu karena engkau akan dimintai pertanggungjawaban. Apa yang telah engkau didik untuknya dan apa yg telah engkau ajarkan padanya. Pun sesungguhnya mereka juga akan ditanya tentang bakti mereka kepadamu.”

 

Pengaruh Orang Tua Kepada Anak

Sikap, perilaku, respon, dan kebiasaan orang tua sangat berpengaruh kepada keadaan anak. Karena itu Allah memberikan wasiat kepada para anak agar berbakti kepada orang tua mereka. Karena kelak anak pun akan mempunyai anak. Bahkan Allah mewajibkan sikap ihsan kepada orang tua, sebagaimana firman-Nya:

وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ حُسْنًا

Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu- bapaknya.” (Al-Ankabut:8)

Dalam ayat di atas perintah seseorang untuk berbuat ihsan (baik) kepada orang tuanya. Ulama mengartikan ihsan, yaitu sekalipun orang tua berbuat tidak baik terhadap anak, maka anak tetap harus berbuat baik kepada orang tuanya.

Kemudian Allah juga memberikan wasiat kepada para orang tua agar berlaku baik kepada Anak, sebagaimana dalam firman-Nya:

يُوصِيكُمُ اللّهُ فِي أَوْلاَدِكُمْ

Allah mensyari’atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu.” (An-Nisa:11).

Ayat di atas ada perintah agar orang tua berbuat baik terhadap anaknya, seperti mendidik dari semua sisi syariat aqidah terutama akhlak.

Nabi kita Muhammad g telah mengabarkan bahwasanya orang tua memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap anaknya, dalam segi aqidah dan agamanya, terutama dalam hal akhlak, sebagaimana sabda beliau g:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ كَمَثَلِ الْبَهِيمَةِ تُنْتَجُ الْبَهِيمَةَ هَلْ تَرَى فِيهَا جَدْعَاءَ.

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fithrah. Kemudian kedua orang tunyalah yang akan menjadikan anak itu menjadi Yahudi, Nashrani atau Majusi sebagaimana binatang ternak yang melahirkan binatang ternak dengan sempurna. Apakah kalian melihat ada cacat padanya?” (HR. Bukhori)

Hadits di atas menjelaskan bahwa manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah (Islam, bersih dari penyimpangan). Apabila anak tersebut keluar dari fitrah, seperti suka berbuat maksiat, berbohong, menipu, berbuat zhalim dll, berarti besar kemungkinan disebabkan orang tua yang salah dalam mendidik. Bisa salah mendidik saat di rumah sendiri. Salah memasukkan anak ke dalam lembaga pendidikan. Salah memilihkan teman bergaul dan bermain. Kadang juga karena orang tua menganggap bahwa pendidikan agama tidak penting, lebih mengejar kepentingan dunia semata. Mudah-mudahan kita dijauhkan dari hal seperti itu.

 

Upaya Mendapatkan Anak yang Baik

Mempunyai anak yang baik—anak yang shaleh—adalah dambaan semua orang tua tanpa terkecuali. Hal-hal dasar untuk mencapai agar anak menjadi seorang yang shaleh dan shalehah di antaranya adalah:

 

Memilih calon istri yang shalehah

Hal yang mendasar dalam  mendidik anak adalah memilih calon istri yang shalehah, yang dikenal baik tentang agama dan akhlaknya. Istri yang shalehah akan membantu dengan baik dalam mendidik anak, sesuai dengan apa yang diharapkan oleh syariat.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Wanita itu dinikahi karena empat hal, karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya dan karena agamanya. Maka pilihlah karena agamanya, niscaya kamu akan beruntung.” (HR. Bukhari)

Dalam hadits ini disebutkan bahwa harta, keturunan, kecantikan, itu semua baik, akan tetapi tidak boleh meninggalkan agama, jikalau tidak mengutamakan agama maka akan hancur.

 

Mengiringi dengan Doa

Upaya di atas tentu mesti dibarengi dengan iringan doa. Doa dari orang tua untuk anaknya, baik sebelum lahir ataupun setelah lahir. Orang tua berdoa supaya Allah mengaruniakan kepadanya keturunan yang shaleh. Berdoa setelah Allah mengaruniakannya supaya keturunannya mendapatkan hidayah keshalehan dan istiqomah dalam beragama, serta menjadikan para Nabi sebagai panutan mereka, sebagaimana yang dilakukan oleh para Nabi, di antaranya doa Nabi Ibrahim ‘alaihis salam,

رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ

Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh.” (Ash-Shaffat:100)

رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلاَةِ وَمِن ذُرِّيَّتِي

Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat.” (Ibrahim:40).

Kemudian juga doa Nabi Zakaria ‘alaihis salam,

هُنَالِكَ دَعَا زَكَرِيَّا رَبَّهُ قَالَ رَبِّ هَبْ لِي مِن لَّدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاء

“Di sanalah Zakariya mendoa kepada Tuhannya seraya berkata, ‘Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa.” (Ali Imran:38)

Serta doa seorang hamba, dan Allah memuji doa tersebut,

وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

Dan orang orang yang berkata, “Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (Al-Furqon:74).

Termasuk nikmat dari Allah yaitu, doa orang tua terhadap anak-anaknya yang tidak akan ditolak, sebagaimana tertera dalam hadits Nabi g;

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ ثَلَاثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لَا شَكَّ فِيهِنَّ دَعْوَةُ الْوَالِدِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ. (رواه أبوداود)

Dari Abu Hurairah bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tiga doa yang akan dikabulkan, dan tidak diragukan padanya, yaitu:doa orang tua, doa orang yang bersafar, dan doa orang yang dizhalimi.” (HR. Abu Daud)

Perlu diperhatikan bahwa kadang terjadi orang tua marah terhadap anaknya, kemudian mengeluarkan kata-kata yang tidak baik, seperti (kurang ajar, celaka kamu, dll) walaupun tidak sadar ini sangatlah berbahaya terhadap masa depan anak, sebagaimana dalam hadits Nabi g;

لَا تَدْعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ وَلَا تَدْعُوا عَلَى أَوْلَادِكُمْ وَلَا تَدْعُوا عَلَى أَمْوَالِكُمْ لَا تُوَافِقُوا مِنْ اللَّهِ سَاعَةً يُسْأَلُ فِيهَا عَطَاءٌ فَيَسْتَجِيبُ لَكُمْ. (رواه مسلم)

Janganlah kalian mendoakan keburukan pada diri kalian, jangan mendoakan keburukan pada anak-anak kalian, jangan mendoakan keburukan pada harta-harta kalian, janganlah kalian menepati saat dikabulkannya doa dari Allah lalu Ia akan mengabulkan untuk kalian.” (HR. Muslim)

وَيَدْعُ الإِنسَانُ بِالشَّرِّ دُعَاءهُ بِالْخَيْرِ وَكَانَ الإِنسَانُ عَجُولاً

Dan manusia mendoa untuk keburukan sebagaimana ia mendoa untuk kebaikan. Dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa.” (Al-Isra:11).

Qatadah rahimahullah berkata, “mereka mendoakan keburukan atas hartanya, dan anaknya (seperti), sialan kamu, celaka kamu,  dasar harta tidak berkah, dll. Seandainya Allah mengabulkan pasti akan hancur atau celaka.”

Abdurrahman As-sa’di rahimahullah berkata, “Apa yang terjadi di atas karena ketidaktahuan manusia, sehingga tidak bisa mengendalikan diri di saat marah.”

 

Memberi nama yang baik

Hal yang juga penting dalam membantu seseorang mendidik anak dengan baik adalah orang tua memberikan anaknya nama yang baik. Dengan nama yang bekaitan dengan ketaatan kepada Allah, seperti Abdullah, Abdurrahman, Muhammad, Shaleh dan nama-nama yang baik semisalnya. Dengan nama itu diharapkan kelak anak ingat dengan kebaikan, sesuai dengan namanya. Dengan nama itu anak akan banyak terpengaruh (setiap orang mendapatkan pengaruh dari namanya). Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits:

عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أَحَبَّ أَسْمَائِكُمْ إِلَى اللَّهِ عَبْدُ اللَّهِ وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ. (رواه مسلم)

Dari Ibnu ‘Umar bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya nama-nama yang paling disukai Allah Ta’ala ialah  ‘Abdullah dan ‘Abdurrahman.” (HR. Muslim)

 

Bersikap dan Berlaku Adil

Adil di antara anak-anak dalam masalah-masalah yang lahiriah, seperti memberikan harta atau fasilitas kendaraan sebagaimana contoh dalam hadits.

عَنْ عَامِرٍ قَالَ سَمِعْتُ النُّعْمَانَ بْنَ بَشِيرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا وَهُوَ عَلَى الْمِنْبَرِ يَقُولُ أَعْطَانِي أَبِي عَطِيَّةً فَقَالَتْ عَمْرَةُ بِنْتُ رَوَاحَةَ لَا أَرْضَى حَتَّى تُشْهِدَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَتَى رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ إِنِّي أَعْطَيْتُ ابْنِي مِنْ عَمْرَةَ بِنْتِ رَوَاحَةَ عَطِيَّةً فَأَمَرَتْنِي أَنْ أُشْهِدَكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَالَ:أَعْطَيْتَ سَائِرَ وَلَدِكَ مِثْلَ هَذَا ؟ قَالَ:لَا، قَالَ:فَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْدِلُوا بَيْنَ أَوْلَادِكُمْ. (رواه البخاري)

Dari ‘Amir berkata, aku mendengar An Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma berkhutbah di atas mimbar, katanya, “Bapakku memberiku sebuah hadiah (pemberian tanpa imbalan). Maka ‘Amrah binti Rawahah berkata, ‘Aku tidak rela sampai kamu mempersaksikannya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.’ Maka bapakku menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Aku memberi anakku sebuah hadiah yang berasal dari ‘Amrah binti Rawahah, namun dia memerintahkan aku agar aku mempersaksikannya kepada Anda, wahai Rasulullah.’ Beliau bertanya, ‘Apakah semua anakmu kamu beri hadiah seperti ini?” Dia menjawab, ‘Tidak.’ Beliau bersabda, ‘Bertakwalah kalian kepada Allah dan berbuat adillah di antara anak-anak kalian.” (HR.Bukhori)

Hadits ini sebagai peringatan agar orang tua tidak berbuat zhalim dan berlaku dosa terhadap anakn-anakya dan supaya tidak terjadi perceraian diantara mereka, maka orang tua harus bersikap adil.

 

Bersikap lemah lembut

Bersikap lemah lembut terhadap anak, jauh dari sifat keras, kaku, dan garang.

عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الرِّفْقَ لَا يَكُونُ فِي شَيْءٍ إِلَّا زَانَهُ وَلَا يُنْزَعُ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا شَانَهُ. (رواه مسلم)

Dari ‘Aisyah bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya kasih sayang itu tidak akan berada pada sesuatu melainkan ia akan menghiasinya. Sebaliknya, jika kasih sayang itu dicabut dari sesuatu, akan membuatnya menjadi buruk.” (HR. Muslim)

Sebaiknya berlemah lembut kepada anak dimulai sejak kecil, dan akan membuat mudah dalam hal-hal yang baik, sehingga anak akan dekat dengan orang tua, bahkan saling cinta mencintai dan mudah dalam memberikan nasihat. Sebagaimana dalam hadits;

أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَبَّلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْحَسَنَ بْنَ عَلِيٍّ وَعِنْدَهُ الْأَقْرَعُ بْنُ حَابِسٍ التَّمِيمِيُّ جَالِسًا فَقَالَ الْأَقْرَعُ إِنَّ لِي عَشَرَةً مِنْ الْوَلَدِ مَا قَبَّلْتُ مِنْهُمْ أَحَدًا فَنَظَرَ إِلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ قَالَ مَنْ لَا يَرْحَمُ لَا يُرْحَمُ. (رواه البخاري)

Bahwa Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mencium Hasan bin Ali sedangkan di samping beliau ada Aqra’ bin Habis Tamimi sedang duduk. Aqra’ berkata, “Sesungguhnya aku memiliki sepuluh orang anak, namun aku tidak pernah mencium mereka sekali pun, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memandangnya dan bersabda, ‘Barangsiapa tidak mengasihi maka ia tidak akan dikasihi.” (HR. Bukhori)

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ جَاءَ أَعْرَابِيٌّ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ تُقَبِّلُونَ الصِّبْيَانَ فَمَا نُقَبِّلُهُمْ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوَأَمْلِكُ لَكَ أَنْ نَزَعَ اللَّهُ مِنْ قَلْبِكَ الرَّحْمَةَ. (رواه البخاري)

‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bercerita, “Seorang Arab Badui datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Kalian sering mencium anak-anak kalian, sementara kami tidak pernah mencium anak-anak kami. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Apakah aku memiliki apa yang telah Allah hilangkan dari hatimu berupa sikap kasih sayang?” (HR. Bukhori)

 

Menasihati dan Mengarahkan

Tidak bosan-bosan dalam memberikan nasihat dan pelajaran kepada anak-anaknya, tentang masalah akidah, syari’ah, akhlak, dan menjauhi dosa-dosa besar. Anak diajak untuk melaksanakan shalat lima waktu dan membiasakan hal-hal yang sunnah. Dibiasakan menjauhi hal-hal yang haram dan makruh. Dalam hal ini Allah telah memberi contoh tentang Luqman al-Hakim dalam mendidik anaknya. Disebutkan dalam firman-Nya:

وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ﴿13﴾ وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ﴿14 وَإِن جَاهَدَاكَ عَلى أَن تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ﴿15﴾ يَا بُنَيَّ إِنَّهَا إِن تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِّنْ خَرْدَلٍ فَتَكُن فِي صَخْرَةٍ أَوْ فِي السَّمَاوَاتِ أَوْ فِي الْأَرْضِ يَأْتِ بِهَا اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ﴿16﴾ يَا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلَاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ﴿17﴾ وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ﴿18 وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِن صَوْتِكَ إِنَّ أَنكَرَ الْأَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ﴿19

“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya:”Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” (*) Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun[1]. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. (*) Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (*)(Luqman berkata):”Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus[2] lagi Maha Mengetahui. (*)Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). (*)Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. (*)Dan sederhanalah kamu dalam berjalan[3] dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai. (Luqman:13-19).

Allah Ta’ala juga menjadikan Nabi Ibrohim dan Ya’qub ‘alaihimas salam sebagai contoh bagaimana memberikan nasihat pada anaknya. Disebutkan dalam firman-Nya:

وَوَصَّى بِهَا إِبْرَاهِيمُ بَنِيهِ وَيَعْقُوبُ يَا بَنِيَّ إِنَّ اللّهَ اصْطَفَى لَكُمُ الدِّينَ فَلاَ تَمُوتُنَّ إَلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ﴿132 أَمْ كُنتُمْ شُهَدَاء إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ الْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا تَعْبُدُونَ مِن بَعْدِي قَالُواْ نَعْبُدُ إِلَـهَكَ وَإِلَـهَ آبَائِكَ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَقَ إِلَـهًا وَاحِدًا وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ ﴿133

Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’qub. (Ibrahim berkata):”Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam.” (*)Adakah kamu hadir ketika Ya’qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya:”Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” Mereka menjawab:”Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya.” (Al-Baqarah:132-133).

وَكَانَ يَأْمُرُ أَهْلَهُ بِالصَّلَاةِ وَالزَّكَاةِ 

Dan ia menyuruh ahlinya[4] untuk bersembahyang dan menunaikan zakat,” (Maryam:55).

وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا

Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya.” (Thaha:132)

Orang tua sudag semestinya melarang anak-anak dari semua yang merusak akhlak.

 

Mencarikan teman yang baik

Orang tua perlu mengarahkan anak dalam memilih teman. Apabila salah dalam berteman, maka akan mempengaruhi anak dalam perilaku baik dan buruknya, sebagaimana dijelaskan dalam hadits di bawah ini;

عَنْ أَبِي مُوسَى رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالسَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَةً. (رواه البخاري)

Dari Abu Musa radhiyallahu ‘anhu bahwa dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Perumpamaan teman yang shaleh dengan teman yang buruk bagaikan penjual minyak wangi dengan pandai besi. Bisa jadi penjual minyak wangi itu akan menghadiahkan kepadamu atau kamu membeli darinya atau kamu akan mendapatkan bau wanginya. Sedangkan pandai besi hanya akan membakar bajumu atau kamu akan mendapatkan bau tidak sedapnya.” (HR. Bukhori)

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْمَرْءُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلْ. (رواه أحمد)

Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Seseorang tergantung pada agama teman dekatnya, maka hendaklah salah seorang dari kalian melihat siapa yang dia jadikan sebagai teman dekat.” (HR. Ahmad)

Orang tua harus mengawasi anaknya (baik di rumah, di luar rumah, seperti di sekolah dan lingkungan sekitar) dan kepada siapa dia berteman. Kondisi sekarang berbeda dengan kondisi dahulu. Sekarang ada internet yang di dalamnya tersebar gambar-gambar porno, tulisan-tulisan yang menyimpang, sandiwara yang menggambarkan karakter yang keras dan lain-lain, sehingga kalau diakses oleh anak akan menjadikannya keluar dari rel yang lurus.

 

Menjadi teladan yang baik

Orang tua harus memberi contoh yang baik terhadap anaknya. Kalau orang tua menyuruh untuk kebaikan tentu harus baik dulu. Sebaliknya, jangan sampai anak tidak mau taat disebabkan orang tua itu sendiri tidak bias memberikan contoh yang baik.

أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنسَوْنَ أَنفُسَكُمْ وَأَنتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلاَ تَعْقِلُونَ

Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?” (Al-Baqarah:44).

وَمَا أُرِيدُ أَنْ أُخَالِفَكُمْ إِلَى مَا أَنْهَاكُمْ عَنْهُ

Dan aku tidak berkehendak menyalahi kamu (dengan mengerjakan) apa yang aku larang.” (Hud:88)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ﴿2 كَبُرَ مَقْتًا عِندَ اللَّهِ أَن تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ ﴿3

Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? (*)Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan. (Ash-Shaffat:2,3).

Ulama menyebutkan bahwa memberikan contoh dengan perbuatan itu lebih berpengaruh daripada hanya dengan ucapan lisan.

Bentuk keberhasilan dalam mendidik anak dapat dirasakan ketika di dunia dan di akhirat. Di dunia anak menjadi berbakti kepada orang tua dan mengabdi kepada Allah, menjaga hak-hak-Nya, hak-hak orang tua, dan hak orang lain. Adapun manfaat akhirat orang tua yang sudah meninggal akan tetap mendapatkan doa dari anak yang shaleh.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثٍ صَدَقَةٌ جَارِيَةٌ وَعِلْمٌ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٌ صَالِحٌ يَدْعُو لَهُ. (رواه مسلم)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jika seseorang meninggal dunia maka terputuslah amalnya kecuali tiga hal; Sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, dan anak shalih yang mendoakannya.” (HR.Muslim)

Mesti kita pahami bahwa mendidik adalah perkara yang besar sehingga harus benar-benar diperhatikan. Meremehkan pendidikan akan menimbulkan kerusakan. Berkata Ibnul Qayyim rahimahullahu, “Barangsiapa yang meremehkan dalam hal pendidikan anaknya, tentang apa yang bermanfaat dan tidak untuknya, maka akan terjadi kejelekan, dan kebanyakan kerusakan anak-anak itu disebabkan dari orang tua yang kurang memperhatikan dan tidak mengajari hal-hal wajib dan sunnah kepada anaknya.

Maka orang tua harus memperhatikan anaknya dan setelah itu bertawakal kapada Allah diiringi doa agar anaknya dijaga dari hal-hal yang tidak diinginkan. Semoga kita ditolong Allah dalam mendidik anak kita dengan didikan yang shaleh, dan dijauhkan dari fitnah yang nampak dan yang tidak nampak.

[1] Maksudnya:Selambat-lambat waktu menyapih ialah setelah anak berumur dua tahun.

[2] Yang dimaksud dengan “Allah Maha Halus” ialah ilmu Allah itu meliputi segala sesuatu bagaimana kecilnya.

[3] Maksudnya:ketika kamu berjalan, janganlah terlampau cepat dan jangan pula terlalu lambat.

[4] Sebagian ahli tafsir berpendapat bahwa yang dimaksud dengan “ahlinya” ialah umatnya.