APA BUKTI BAKTIMU KEPADA ORANG TUA?
Akhlak mulia sesama manusia dimulai dengan birul walidain. Karena kedua orang tua lebih berhak dibanding dengan sesama manusia. Keduanya sangat dituntut untuk dimuliakan disikapi dengan akhlak yang mulia. Bagaimana tidak sedangkan Allah sendiri meletakkan beriringan dengan kalimat tauhid.

 وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُواْ إِلاَّ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا

Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.” (Al-Isra: 23)

قُلْ تَعَالَوْاْ أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ أَلاَّ تُشْرِكُواْ بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا

Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapak.” (Al-An’am: 151)

وَاعْبُدُواْ اللّهَ وَلاَ تُشْرِكُواْ بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا

Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak.” (An-Nisa: 36)

أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ

Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (Luqman: 14) Masih banyak ayat semakna seperti di atas. Ada juga dalam hadits Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad dalam banyak bab yang menyinggung masalah birrul walidain bagaimana memperlakukan kedua orang tua dengan pergaulan yang baik, sopan santun, tutur kata yang baik, berlaku lembut, dan seterusnya. Memang orang tua mempunyai hak lebih untuk dipergauli dengan adab dan akhlak yang mulia dibanding manusia yang lain. Hal ini ditunjukkan dalam hadits:

عَنْ عَبْدُ اللَّهُ بْنِ مَسْعُوْدٍ أَنَّهُ قَالَ سَأَلْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الْعَمَلِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ قَالَ الصَّلَاةُ عَلَى وَقْتِهَا قَالَ ثُمَّ أَيٌّ قَالَ ثُمَّ بِرُّ الْوَالِدَيْنِ قَالَ ثُمَّ أَيٌّ قَالَ الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي بِهِنَّ وَلَوْ اسْتَزَدْتُهُ لَزَادَنِي. (رواه البخاري).

'Abdullah bin Mas’ud berkata, "Aku pernah bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam: ‘Amal apakah yang paling dicintai oleh Allah?’ Beliau menjawab, ‘Shalat pada waktunya.’ Ditanya lagi, ‘Kemudian apa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Berbakti kepada kedua orangtua.’ Ditanya lagi, ‘Lantas apa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Jihad fi sabilillah.’ Beliau sampaikan semua itu, mungkin jika aku minta tambah, niscaya beliau akan menambahkannya untukku." Hadits di atas menggambarkan para shahabat yang ingin sekali mengetahui amalan yang dicintai oleh Allah dan ingin kebaikan sehingga ingin memperolehnya apa yang dicintai oleh Allah. Ini digambarkan dalam doa-doa Nabi kita:

وَأَسْأَلُكَ حُبَّكَ وَحُبَّ مَنْ يُحِبُّكَ وَحُبَّ عَمَلٍ يُقَرِّبُنِي إِلَى حُبِّكَ. (رواه أحمد).

Aku meminta cinta-Mu, cinta orang yang mencintai-Mu, cinta amalan yang mendekatkanku pada cinta-Mu."   Iman adalah bertingkat-tingkat sebagaimana dalam hadits:

الْإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةً فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الْأَذَى عَنْ الطَّرِيقِ وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنْ الْإِيمَانِ. (رواه مسلم).

"Iman itu ada tujuh puluh tiga sampai tujuh puluh sembilan, atau enam puluh tiga sampai enam puluh sembilan cabang. Yang paling utama adalah perkataan, LA ILAHA ILLALLAHU (Tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah). Dan yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan. Dan malu itu adalah sebagian dari iman." Dalam hadits tersebut ditunjukkan bahwa iman ada tingkatannya. Dari yang paling tinggi ada sampai yang paling rendah. Semuanya dicintai Allah. Tentunya yang lebih tinggi juga lebih dicintai-Nya. La ilaha illah adalah yang paling tinggi. Hal yang terkait dengan Allah, shalat, misalnya. Allah menyejajarkan birrul walidain (hak orangtua) dengan menyebutkan keutamaan setelah shalat (hak Allah). Bahkan, Allah mendahulukan hak walidain dengan jihad. Ini menunjukkan jihad di medan perang mengharuskan adanya izin orang tua. Hal ini terkandung dalam sebuah hadits bahwa Rasulullah bersabda,

لَكَ أَبَوَانِ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَفِيهِمَا فَجَاهِدْ. (رواه البخاري).

"Apakah kamu masih memiliki kedua orang tua? Dia menjawab, Ya, masih. Beliau bersabda, Kepada keduanyalah hendaknya engkau berjihad."   Hak kedua orang tua begitu besar, berbuat baik (birr) kepada keduanya merupakan perintah yang jelas. Kata birr (البر) adalah kata yang maknanya luas bisa berupa perbuatan baik (ihsan), berlaku lembut, santun dalam berkata atau perbuatan, taat tunduk, dan jauh dari sifat durhaka kepada kedua orang tua. عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ رِضَى الرَّبِّ فِي رِضَى الْوَالِدِ وَسَخَطُ الرَّبِّ فِي سَخَطِ الْوَالِدِ. (رواه الترمذي).Abdullah bin Amr radhiyallahu 'anhuma menceritakan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Ridha Allah terdapat pada ridha seorang bapak, dan murka Allah juga terdapat pada murkanya seorang bapak." Hadits ini menjelaskan hadits sebelumnya; mengumpulkan antara hak Allah & hak kedua orang tua. Bahwasanya keridhaan Allah bergantung pada ridha orang tua dan kemurkaan Allah berkait dengan kebencian orang tua. Hal ini tidak mutlak. Tidak termasuk hal yang maksiat, tapi untuk hal yang sifatnya mubah dan bentuk ketaatan kepada Allah. Hal maksiat tidak akan diridhai Allah meski orang tua ridha. Allah berfirman:

وَإِن جَاهَدَاكَ عَلى أَن تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا

Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.” (Luqman: 15) Karena itu dalam hal yang sifatnya mubah hendaknya seseorang menyelaraskan dengan pandangan orang tuanya. Apalagi kehendak sang ibu. Karena hak ibu menuntut lebih dari hak bapak. Seperti terkandung dalam sebuah hadit dari Bahz bin Hakim. Dia menceritakan kisah kakeknya bersama Nabi. Kakeknya pernah bertanya kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah siapakah orang yang paling berhak aku pergauli dengan baik?’ Rasulullah menjawab,

أُمَّكَ ثُمَّ أُمَّكَ ثُمَّ أُمَّكَ ثُمَّ أَبَاكَ ثُمَّ الْأَقْرَبَ فَالْأَقْرَبَ. (رواه أبو داود).

"Ibumu, kemudian ibumu, kemudian ibumu, kemudian bapakmu, kemudian yang terdekat, kemudian yang terdekat." Hadits tersebut menunjukkan bahwa untuk ibu mempunyai tiga kali kebaikan dibanding sang bapak. Dan, menunjukkan kedudukan ibu dibanding ayah. Ibu diutamakan lebih daripada ayah karena susah payah yang dialaminya. Hal ini diisyaratkan dalam ayat:

وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَانًا حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْرًا  

Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan.” (Al-Ahqaf: 15)

وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ

Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun [1181].” (Luqman: 14) [1181] Maksudnya: Selambat-lambat waktu menyapih ialah ketika anak berumur dua tahun.   Kalau kita renungkan maka ada tiga perkara besar yang dilakukan oleh seorang ibu, yaitu: 1- Mengandung anaknya dengan susah payah selama 9 bulan. 2- Melahirkan anaknya dengan memerah tenaga. 3- Menyusui dan merawatnya. Tiga peristiwa besar tersebut harus selalu diingat-ingat agar bisa memotivasi dan mengingatkan untuk berbuat baik kepada kedua orang tua. bersambung ...    Disadur oleh Al-Ustadz Abu Nida Chomsaha Shofwan, Lc. dari buku Ahaditsul Akhlaq karya Syaikh Abdurrazzaq bin Abdilmuhsin al-Abad al-Badr. Terbitan Darul Imam Muslim Publishing. Madinah. Tahun 1441/2020. Edited by @rimoesta.

Author