SERI ADAB ISLAM 14 : ADAB-ADAB BERKENDARA DAN BERJALAN

SERI ADAB ISLAM 14 : ADAB-ADAB BERKENDARA DAN BERJALAN

DALIL-DALIL :

وَالَّذِي خَلَقَ الْأَزْوَاجَ كُلَّهَا وَجَعَلَ لَكُم مِّنَ الْفُلْكِ وَالْأَنْعَامِ مَا تَرْكَبُونَ لِتَسْتَوُوا عَلَى ظُهُورِهِ ثُمَّ تَذْكُرُوا نِعْمَةَ رَبِّكُمْ إِذَا اسْتَوَيْتُمْ عَلَيْهِ وَتَقُولُوا سُبْحانَ الَّذِي سَخَّرَ لَنَا هَذَا وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِينَ.

Dan Yang menciptakan semua yang berpasang-pasangan dan menjadikan untukmu kapal dan binatang ternak yang kamu tunggangi.Supaya kamu duduk di atas punggungnya kemudian kamu ingat ni’mat Tuhanmu apabila kamu telah duduk di atasnya; dan supaya kamu mengucapkan: “Maha Suci Tuhan yang telah menundukkan semua ini bagi kami padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya, (Az-Zukhruf  : 12-13).

Diantara Adab-Adab Berkendara Dan Berjalan

1. Cara Jalan Yang Terbaik Dan Paling Sempurna

Ibnu Qayyim al-Jauziyah berkata :

إِذَا مَشَى تَكَفَّأَ تَكَفُّؤًا. (رواه الترمذي)

Apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berjalan, beliau takaffa’a takaffu’an (condong ke depan). (HR. at-Tirmidzi (no.3570)).

At-takaffi  adalah condong ke depan sebagaimana condongnya perahu layar ketika berlayar. (lisanul ‘arab (I/141-142)), topik : كفا

Beliau adalah manusia yang jalannya paling cepat, paling baik, dan paling tenang.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ مَا رَأَيْتُ شَيْئًا أَحْسَنَ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَأَنَّ الشَّمْسَ تَجْرِي فِي وَجْهِهِ وَمَا رَأَيْتُ أَحَدًا أَسْرَعَ فِي مِشْيَتِهِ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَأَنَّمَا الْأَرْضُ تُطْوَى لَهُ إِنَّا لَنُجْهِدُ أَنْفُسَنَا وَإِنَّهُ لَغَيْرُ مُكْتَرِثٍ. (رواه الترمذي)

dari Abu Hurairah dia berkata; Aku tidak pernah melihat sesuatu yang lebih bagus daripada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, seakan-akan matahari berjalan di wajahnya, dan tidaklah aku melihat seseorang ketika berjalan lebih cepat dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, seakan-akan bumi dikisutkan baginya. Kami melakukannya dengan susah payah, namun bagi beliau dianggapnya enteng.” (HR. at-Tirmidzi (no.3581)).

عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْسَ بِالطَّوِيلِ وَلَا بِالْقَصِيرِ ضَخْمُ الرَّأْسِ وَاللِّحْيَةِ شَثْنُ الْكَفَّيْنِ وَالْقَدَمَيْنِ مُشْرَبٌ وَجْهُهُ حُمْرَةً طَوِيلُ الْمَسْرُبَةِ ضَخْمُ الْكَرَادِيسِ إِذَا مَشَى تَكَفَّأَ تَكَفُّؤًا كَأَنَّمَا يَنْحَطُّ مِنْ صَبَبٍ لَمْ أَرَ قَبْلَهُ وَلَا بَعْدَهُ مِثْلَهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. (رواه أحمد)

dari Ali, dia berkata; “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berpostur tidak terlalu tinggi, tidak terlalu pendek, bentuk kepalanya besar dan jenggotnya lebat, kedua telapak tangan dan kedua telapak kakinya kasar, wajahnya agak kemerahan, bulu rambut dadanya panjang, tulang belulangnya besar, dan apabila berjalan tegap seakan akan menuruni tempat yang rendah. Aku tidak pernah melihat orang seperti beliau shallallahu ‘alaihi wasallam sebelum ataupun sesudahnya.” (HR. Ahmad (no.708)).

Ash-Shahab : Tashawwubi nahru au thariq, yaitu berada di tanah yang landai. Dalam sifat sholat Nabi ﷺ disebutkan bahwa beliau turun di shahab, yaitu di tempat yang rendah. Dan Ibnu Abbas berkata : Yang dimaksud adalah beliau berbadan kuat, sehingga ketika beliau berjalan seakan-akan beliau berjalan diatas bagian depan dari kakinya karena kuatnya. (Lisanul ‘arab (VII/290), topik : صبب

Dan dalam riwayat Abu Dawud disebutkan : seakan-akan beliau jatuh di dalam shahab (no.4864).

عَنْ عَلِيٌّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ إِذَا مَشَى تَقَلَّعَ. (رواه الترمذي)

Dari Ali, dia berkata; “apabila beliau berjalan, beliau berjalan dengan taqla,” (HR. at-Tirmidzi (no.3571)).

Taqla’ ketika berjalan, yaitu berjalan seakan-akan turun kebawah, ada yang mengatakan, maksudnya adalah kekuatan dalam berjalan dan beliau mengangkat kedua kakinya dari tanah apabila beliau berjalan dengan mengangkat yang disertai kekuatan, ini tidak seperti orang yang berjalan dengan sombong dan bernikmat-nikmat dan langkahnya yang saling berdekatan karena hal itu termasuk jalannya wanita dan mereka disifati dengannya. (Lisanul ‘Arab (VII/290), topik : قلع

2. Makruhnya berjalan dengan satu sandal

Pembahasan tentang masalah ini telah berlalu pada bab Adab Berpakaian dan Berhias.

3. Termasuk sunnah sekali-kali bertelanjang kaki

عَنْ فَضَالَةَ بْنِ عُبَيْدٍ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْمُرُنَا أَنْ نَحْتَفِيَ أَحْيَانًا. (رواه أبوا داود)   

Dari Fadhalah bin Ubaid, “bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan untuk berjalan dengan tanpa alas kaki sesekali.” (HR. Ahmad (no.23449), Abu Dawud (no.3629), dan ini adalah lafazh beliau, dan Syaikh al-Albani menshahihkannya)).

Dan :

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ في عيادة النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لسعد بن عبادة قال : فَقَامَ وَقُمْنَا مَعَهُ وَنَحْنُ بِضْعَةَ عَشَرَ مَا عَلَيْنَا نِعَالٌ وَلَا خِفَافٌ وَلَا قَلَانِسُ وَلَا قُمُصٌ نَمْشِي فِي تِلْكَ السِّبَاخِ… (رواه مسلم)   

dari Abdullah bin Umar tentang ziarahnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kepada Sa’ad bin ‘Ubadah, ia berkata : Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berdiri, kamipun ikut berdiri bersama beliau dan kami berjumlah sekitar sepuluh orang, kami tidak memakai sandal, tidak pula khuff, tutup kepala (kopyah) dan tidak pula gamis. Kami berjalan di atas tanah yang becek itu …..(HR. Muslim (no.1533)).

5. Pemilik kendaraan lebih berhak duduk di bagian depan kendaraannya

عَنْ بُرَيْدَةَ يَقُولُ بَيْنَمَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَمْشِي جَاءَ رَجُلٌ وَمَعَهُ حِمَارٌ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ ارْكَبْ وَتَأَخَّرَ الرَّجُلُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا أَنْتَ أَحَقُّ بِصَدْرِ دَابَّتِكَ مِنِّي إِلَّا أَنْ تَجْعَلَهُ لِي قَالَ فَإِنِّي قَدْ جَعَلْتُهُ لَكَ فَرَكِبَ. (رواه أبوا داود)   

Dari Buraidah, berkata; ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berjalan, terdapat seorang laki-laki yang datang membawa seekor keledai dan berkata; wahai Rasulullah, naiklah! Dan orang tersebut berhenti. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidak, engkau lebih berhak terhadap hewan tungganganmu, kecuali engkau memberikannya kepadaku.” Ia berkata; aku telah memberikannya kepada engkau. Kemudian beliau menaiki keledai tersebut. (HR. at-Tirmidzi (no.2773) dan ia berkata : Hadits hasan gharib dari sisi ini. Dan Abu Dawud (no.2208). Syaikh al-Albani berkata : Hasan shahih)).

6. Bolehnya membonceng di atas kendaraan jika tidak memberatkannya

Diantara adab berkendara adalah dibolehkan dua atau tiga orang berkendra diatas satu kendaraan selama kendaraan tersebut mampu unutuk itu. Nabi ﷺ pernah membonceng sebagian sebagian sahabat beliau, seperti Mu’adz, Usamah, dan Al-Fadhl. Demikian pula beliau pernah membonceng ‘Abdullah bin Ja’far dan Al-Hasan atau Al-Husain secara bersamaan dan juga selain mereka, mudah-mudahan Allah meridhai mereka semua. (dalam hal ini terdapat dalil yang menyebutkan bahwa membebani kendaraan yang ia tidak mampu termasuk perbuatan dzalim, bahkan bisa membinasakannya. Dan dalam hal ini terdapat isyarat untuk mengetahui sesuatu berdasarkan perasaan, bahwa membebani kendaraan diluar kemampuannya dan melebihi beban yang telah ditetapkan oleh pembuatnya bisa membahayakan kendaraan tersebut dan menyebabkan kerusakan).

Realitanya di zaman sekarang sama dengan menaiki mobil, akan tetapi jika mengendarai motor atau kendaraan roda dua lainnya tetap harus mengikuti aturan yang berlaku di negara (daerah) tersebut.

SELESAI…..

Digubah dan diringkas secara bebas oleh ustadz Abu Nida Chomsaha Shofwan, Lc., dari buku Kitabul ‘Adab karya Fuad bin Abdil Aziz asy-Syalhub.

CATEGORIES
Share This

COMMENTS

Wordpress (0)
Disqus (0 )