Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahhab Suka Mengkafirkan Orang?

Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahhab Suka Mengkafirkan Orang?

Oleh Ustadz Abu Isma’il Muslim al-Atsari

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah adalah salah seorang ulama yang diakui banyak pihak sebagai mujaddid (pembaharu agama) di abad 12 hijriyah. Karena banyak sekali dampak kebaikan yang dihasilkan oleh dakwah beliau rahimahullah . Dakwah beliau adalah dakwah yang berlandaskan kitab suci al-Qur’ân, Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan mengikuti Salaf (para pendahulu) yang shalih.

Namun, ada sebagian orang yang tidak mengerti dakwah beliau rahimahullah berani mencela beliau rahimahullah , bahkan berusaha menjauhkan manusia dari dakwah beliau rahimahullah . Mereka menuduh syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah dengan berbagai macam tuduhan, diantara beliau rahimahullah dituding suka mengkafirkan kaum Muslimin secara membabi buta. Mereka juga menuduh bahwa tindakan terorisme di zaman ini, termasuk berbagai pengeboman dan pengrusakan, adalah buah dari ajaran Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah .

Bagaimanakah kebenaran dari tuduhan ini? Sungguh, semua tuduhan itu tidak benar. Karena Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah hanya menjatuhkan vonis kafir kepada orang-orang yang telah tegak hujjah dan tahu benar jalan kebenaran, namun ia tetap nekat dalam perbuatan kufurnya. Dan kalau dikatakan bahwa ajaran beliau rahimahullah menimbulkan berbagai perbuatan teror, maka itu terbantahkan dengan fakta. Betapa banyak orang yang mengkaji dan mengikuti ajaran Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah namun mereka tidak apa-apa, tidak rusak dan tidak melakukan pengerusakan. Bahkan sebaliknya, yang timbul adalah kebaikan yang besar bagi orang yang diberi petunjuk oleh Allâh Azza wa Jalla . Pemikiran teror yang ada pada sebagian orang, itu merupakan akibat dari pemahaman yang salah dan menyelisihi kebenaran.

Untuk membuktikan bahwa Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah tidak menjatuhkan vonis kafir kepada sembarang orang, kami merasa perlu membawakan perkataan-perkatan beliau rahimahullah dalam masalah ini. Intinya adalah orang yang zhahirnya Islam, jika ia melakukan perbuatan syirik atau kekafiran dengan sebab ketidaktahuannya, maka dia tidak dikafirkan sampai kecuali setelah ada penjelasan baginya dan setelah tegak hujjah kepadanya.

 

Prinsip Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Dalam Takfîr (Menjatuhkan Vonis Kafir)

Sebagaimana sikap para Ulama Ahlus Sunnah yang lain, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah juga memiliki prinsip: tidak mengkafirkan seorang yang melakukan syirik atau kekafiran kecuali setelah ada penjelasan baginya dan setelah tegak hujjah kepadanya.

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah berkata :

بَلْ نُشْهِدُ اللهَ عَلَى مَا يَعْلَمُهُ مِنْ قُلُوْبِنَا بِأَنَّ مَنْ عَمِلَ بِالتَّوْحِيْدِ وَتَبَرَّأَ مِنَ الشِّرْكِ وَأَهْلِهِ فَهُوَ الْمُسْلِمُ فِي أَيِّ زَمَانٍ وَأَيِّ مَكَانٍ، وَإِنَّمَا نُكَفِّرُ مَنْ أَشْرَكَ بِاللهِ فِي إِلَهِيَّتِهِ بَعْدَمَا نُبَيِّنُ لَهُ الْحُجَّةَ عَلَى بُطْلاَنِ الشِّرْكِ

Bahkan kami mempersaksikan Allâh yang mengetahui hati kami, bahwa orang yang mengamalkan tauhid, berlepas diri dari syirik dan pelakunya, maka dia adalah seorang Muslim, kapan saja dan di mana saja. Kami hanya mengkafirkan orang yang melakukan perbuatan syirik (perbuatan menyekutukan) Allâh dalam uluhiyah (peribadahan) setelah kami jelaskan hujjah kepadanya tentang kebatilan syirik. [Majmû’ Muallafât Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab, 3/34]

Tuduhan Dusta Kepada Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahhab
Sesungguhnya tuduhan suka mengkafirkan kaum Muslimin yang ditujukan kepada Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah , tidak hanya marak di zaman ini, bahkan tuduhan dan fitnah itu sudah disebarkan semenjak beliau masih hidup!

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah berkata :

وَإِذَا كُنَّا لاَنُكَفِّرُ مَنْ عَبَدَ الْصَّنَمَ الَّذِي عَلَى عَبْدِ الْقَادِرِ، والْصَّنَمَ الَّذِي عَلَى قَبْرِ أَحْمَدَ الْبَدَوِيْ، وَأَمْثَالِهِمَا لِأَجْلِ جَهْلِهِمْ وَعَدَمِ مَنْ يُنَبِّهُهُمْ، فَكَيْفَ نُكَفِّرُ مَنْ لَمْ يُشْرِكْ بِاللهِ إِذَا لَمْ يُهَاجِرْ إِلَيْنَا أَوْ لَمْ يُكَفِّرْ وَيُقَاتِلْ ؟ سُبْحَانَكَ هَذَا بُهْتَانٌ عَظِيْمٌ

Jika kami tidak menjatuhkan vonis kafir kepada orang yang menyembah berhala yang ada di atas (kuburan) Abdul Qadir (Jailani), dan yang menyembah berhala yang ada di atas kuburan Ahmad Badawi, dan selainnya, karena ketidaktahuan mereka juga karena tidak ada orang yang mengingatkan mereka, maka bagaimana mungkin kami mengkafirkan orang yang tidak menyekutukan Allâh jika dia tidak berhijrah kepada kami, atau dia tidak mengkafirkan dan memerangi ? Maha Suci Engkau Wahai Allâh , ini adalah dusta (fitnah) yang besar!! [ad-Durar as-Saniyyah, 1/66]

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah juga berkata:

ما ذكر لكم عني أني أكفر بالعموم، فهذا من بهتان الأعداء، وكذلك قولهم: إني أقول: من تبع دين الله ورسوله وهو ساكن في بلده أنه ما يكفيه حتى يجيء عندي، فهذا أيضاً من البهتان، إنما المراد اتباع دين الله ورسوله في أي أرض كانت، ولكن نكفر من أقرّ بدين الله ورسوله ثم عاداه وصدّ الناس عنه، وكذلك من عبد الأوثان بعدما عرف أنه دين المشركين وزينه للناس، فهذا الذي أكفره وكل عالم على وجه الأرض يكفر هؤلاء إلاّ رجلاً معانداً أو جاهلاً
(مجموع مؤلفات الشيخ 3/33)

Apa yang diceritakan kepada kalian tentang saya, bahwa saya mengkafirkan dengan umum, maka ini termasuk kedustaan (fitnah) dari para musuh. Demikian juga perkataan mereka bahwa saya mengatakan, “Barangsiapa mengikuti agama Allâh dan Rasul-Nya, namun dia tinggal di kotanya, maka itu tidak cukup (yakni tidak sah Islamnya!) sampai dia datang di dekatku”, ini juga termasuk kedustaan (fitnah). Sesungguhnya yang dikehendaki (agama ini) adalah mengikuti agama Allâh dan Rasul-Nya, di bumi mana saja. Tetapi kami mengkafirkan orang yang mengakui kebenaran agama Allâh dan Rasul-Nya, kemudian dia memusuhinya dan menghalangi manusia darinya. Kami juga mengkafirkan orang yang menyembah berhala setelah dia tahu bahwa itu adalah agama kaum musyrikin dan dia menghiasinya (menganggapnya baik) untuk manusia. Inilah yang aku kafirkan. Dan semua orang berilmu di permukaan bumi mengkafirkan orang-orang ini. Kecuali orang yang menentang atau bodoh. [Maj’mû Muallafât Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab, 3/33]

Beliau juga berkata:

(( وأما ما ذكر الأعداء عني أني أكفر بالظن وبالموالاة أو أكفر الجاهل الذي لم تقم عليه الحجة، فهذا بهتان عظيم يريدون به تنفير الناس عن دين الله ورسوله ))

Adapun yang diceritakan oleh musuh-musuh tentang saya, bahwa saya menjatuhkan vonis kafir berdasarkan perasangka, dan berdasarkan muwâlah (loyalitas, maksudnya jika ada orang yang tidak membela syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, maka dihukumi kafir-pen), atau aku mengkafirkan orang yang jahil (bodoh; tidak berilmu) yang belum tegak hujjah padanya, maka ini kedustaan (fitnah) yang besar. Mereka ingin menjauhkan manusia dari agama Allâh dan Rasul-Nya. [Maj’mû Muallafât Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab, 3/14]

Persaksian Ulama Setelah Beliau
Sikap hati-hati yang diambil oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah di atas juga ditegaskan oleh orang-orang yang memahami dakwah beliau rahimahullah . Inilah syaikh Abdul Lathif bin Abdurrahman bin Hasan Aalu Syaikh, salah seorang Ulama besar keturunan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah , beliau rahimahullah berkata :

(( والشيخ محمد رحمه الله من أعظم الناس توقفاً وإحجاماً عن إطلاق الكفر،حتى أنه لم يجزم بتكفير الجاهل الذي يدعو غير الله من أهل القبور أو غيرهم إذا لم يتيسر له من ينصحه ويبلغه الحجة التي يكفر تاركُها، قال في بعض رسائله: (( وإذا كنا لا نقاتل من يعبد قبّة الكواز، حتى نتقدم بدعوته إلى إخلاص الدين لله، فكيف نكفر من لم يهاجر إلينا وإن كان مؤمناً موحداً )).

Syaikh Muhammad (bin Abdul Wahhab) rahimahullah termasuk orang yang sangat berhati-hati dan tidak berani memvonis kafir (orang Islam lain). Sampai beliau rahimahullah tidak memastikan kekafiran orang bodoh yang berdoa kepada selain Allâh , baik berdoa kepada penghuni kubur atau lainnya, jika belum ada orang yang menasehatinya dan menyampaikan hujjah kepadanya, yang mana orang yang meningalkan hujjah itu menjadi kafir. Beliau rahimahullah berkata dalam sebagian risalahnya, “Jika kami tidak mengkafirkan orang yang menyembah kubah al-Kawaz sampai kami mendakwahinya untuk mengikhlaskan agama bagi Allâh , maka bagaimana kami mengkafirkan orang yang tidak berhijrah kepada kami, walaupun dia adalah seorang mukmin dan bertauhid!! [Minhâj at-Ta’sîs wat Taqdîs, hlm. 98-99]

Syaikh Abdul Lathif bin Abdurrahman bin Hasan Aalu Syaikh rahimahullah juga berkata:

(( فمن بلغته دعوة الرسل إلى توحيد الله ووجوب الإسلام له، وفقه أن الرسل جاءت بهذا لم يكن له عذر في مخالفتهم وترك عبادة الله، وهذا هو الذي يجزم بتكفيره إذا عبد غير الله، وجعل معه الأنداد والآلهة، والشيخ وغيره من المسلمين لا يتوقفون في هذا، وشيخنا رحمه الله قد قرّر هذا وبينه وفاقاً لعلماء الأمة واقتداء بهم ولم يكفر إلاّ بعد قيام الحجة وظهور الدليل حتى إنه رحمه الله توقف في تكفير الجاهل من عباد القبور إذا لم يتيسر له من ينبهه، وهذا هو المراد بقول الشيخ ابن تيمية رحمه الله: حتى يتبين لهم ما جاء به الرسول *، فإذا حصل البيان الذي يفهمه المخاطب ويعقله فقد تبين له )).

Barangsiapa telah sampai dakwah para Rasul yang mengajak kepada tauhîdullâh (mengesakan Allâh Azza wa Jalla dalam peribadahan) dan kewajiban berserah diri kepada-Nya, dan dia telah memahami bahwa para Rasul datang membawa ajaran ini, maka dia tidak memiliki alasan untuk menyelisihi para Rasul itu dan tidak beribadah kepada Allâh. Orang inilah yang dipastikan kekafirannya, jika dia menyembah selain Allâh dan menjadikan tandingan-tandingan serta tuhan-tuhan bersama Allâh. Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah dan lainnya dari umat Islam tidak ragu-ragu dalam hal ini. Syaikh kami (Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah) telah menetapkan hal ini dan telah menjelaskannya karena menyetujui dan meneladani Ulama umat Islam. Dan beliau tidak mengkafirkan sampai tegaknya hujjah dan jelasnya dalil. Sampai beliau rahimahullah tidak memastikan kekafiran orang bodoh yang berdoa kepada kuburan-kuburan, jika belum ada orang yang mengingatkannya. Dan inilah yang dimaksudkan dengan perkataan syaikh Ibnu Taimiyah rahimahullah “Sampai jelas bagi mereka perkara yang dibawa oleh Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam ”. Jika telah ada penjelasan yang bisa dipahami dan dimengerti oleh orang yang diajak bicara, maka hal itu telah jelas baginya”. [Mishbâhuzh Zhalam, hlm. 499]

Syaikh Abdul Lathif bin Abdurrahman bin Hasan Aalu Syaikh rahimahullah juga berkata:

(( وشيخنا رحمه الله لم يكفر أحدا ابتداء بمجرد فعله وشركه، بل يتوقف في ذلك حتى يعلم قيام الحجة التي يكفر تاركها، وهذا صريح في كلامه في غير موضع، ورسائله في ذلك معروفة

Syaikh kami (Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah) tidak mengkafirkan seorangpun semenjak awal semata-mata perbuatannya dan kemusyrikannya. Bahkan beliau tidak menetapkan hal itu sampai diketahui tegaknya hujjah kepadanya, yang mana orang yang meningalkan hujjah itu menjadi kafir. Ini nyata di dalam perkataan beliau di banyak tempat. Dan risalah-risalah beliau tentang hal itu telah dikenal”. [Mishbâhuzh Zhalam, hlm. 516]

Dengan sedikit keterangan ini maka semoga kebenaran menjadi semakin jelas. Orang yang meniti jalan kebenaran supaya menitinya dengan keyakinan. Dan orang yang menyimpang silahkan menyimpang dengan pengetahuan. Hanya Allâh Yang Memberikan taufik.

 

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 08/Tahun XVI/1433H/2012M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]

CATEGORIES
Share This

COMMENTS

Wordpress (0)
Disqus (0 )