BERDUSTA UNTUK MENDAMAIKAN (ISLAH)?

عَنْ حُمَيْدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ أَنَّ أُمَّهُ أُمَّ كُلْثُومٍ بِنْتَ عُقْبَةَ بْنِ أَبِي مُعَيْطٍ وَكَانَتْ مِنْ الْمُهَاجِرَاتِ الْأُوَلِ اللَّاتِي بَايَعْنَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخْبَرَتْهُ أَنَّهَا سَمِعَتْ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَقُولُ لَيْسَ الْكَذَّابُ الَّذِي يُصْلِحُ بَيْنَ النَّاسِ وَيَقُولُ خَيْرًا وَيَنْمِي خَيْرًا. (رواه مسلم) 

Humaid bin 'Abdur Rahman bin 'Auf bahwa ibunya Ummu Kultsum bin 'Uqbah bin Abu Mu'aith—termasuk perempuan yang turut hijrah dalam kelompok pertama yang berbai'at kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bahwasanya ia pernah mendengar Rasulullah bersabda, "Orang yang mendamaikan pihak-pihak yang bertikai, orang yang berkata demi kebaikan, dan orang yang membangkitkan (mengingatkan) kebaikan bukanlah termasuk pendusta."

وَلَمْ أَسْمَعْ يُرَخَّصُ فِي شَيْءٍ مِمَّا يَقُولُ النَّاسُ كَذِبٌ إِلَّا فِي ثَلَاثٍ الْحَرْبُ وَالْإِصْلَاحُ بَيْنَ النَّاسِ وَحَدِيثُ الرَّجُلِ امْرَأَتَهُ وَحَدِيثُ الْمَرْأَةِ زَوْجَهَا. (رواه مسلم) 

'Saya tidak pernah mendengar diperbolehkannya dusta yang diucapkan oleh manusia kecuali dalam tiga hal, yaitu dusta dalam peperangan, dusta untuk mendamaikan pihak-pihak yang bertikai, dan dusta suami terhadap istri atau istri terhadap suami (untuk meraih kebahagiaan atau menghindari keburukan). Yang dimaksud bukan dusta yang tercela adalah karena mendamaikan di antara dua manusia, bahkan perbuatan ini termasuk baik karena tujuannya untuk mengishlah. Contohnya menyampaikan dari fulan ke fulan atau sebaliknya dengan kalimat yang mudah dan menggembirakan sebagaimana dalam isyarah “fayamatta” yang baik-baik dengan tujuan ishlah. Jadi yang disampaikan dari lawannya hal-hal yang baik saja sedangkan hal-hal yang tidak baik tidak disampaikan. Hal seperti ini dibolehkan karena akan menghasilkan mashlahah yang baik sampai seandainya harus disumpah maka hal itu tidak apa-apa. Syaikh Abdul Aziz Bin Baz berkata, “Disyariatkan bagi seorang mukmin memperkecil frekuensi bersumpah sekalipun itu benar, karena kalau orang yang sedikit-sedikit bersumpah, kadang-kadang bisa terjadi kebohongan dan jelas bohong adalah haram apabila disertai sumpah jelas tambah haram. Tetapi apabila diminta (kondisi dharurat) demi maslahah yang kuat kemudian harus sumpah walaupun  dusta maka hal itu tidak apa-apa sebagaimana hadits Umu Kultsum di bawah ini:

عَنْ حُمَيْدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ أَنَّ أُمَّهُ أُمَّ كُلْثُومٍ بِنْتَ عُقْبَةَ بْنِ أَبِي مُعَيْطٍ وَكَانَتْ مِنْ الْمُهَاجِرَاتِ الْأُوَلِ اللَّاتِي بَايَعْنَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخْبَرَتْهُ أَنَّهَا سَمِعَتْ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَقُولُ لَيْسَ الْكَذَّابُ الَّذِي يُصْلِحُ بَيْنَ النَّاسِ وَيَقُولُ خَيْرًا وَيَنْمِي خَيْرًا وَلَمْ أَسْمَعْ يُرَخَّصُ فِي شَيْءٍ مِمَّا يَقُولُ النَّاسُ كَذِبٌ إِلَّا فِي ثَلَاثٍ الْحَرْبُ وَالْإِصْلَاحُ بَيْنَ النَّاسِ وَحَدِيثُ الرَّجُلِ امْرَأَتَهُ وَحَدِيثُ الْمَرْأَةِ زَوْجَهَا . (رواه مسلم) 

Humaid bin 'Abdur Rahman bin 'Auf bahwa Ibunya Ummu Kultsum bin 'Uqbah bin Abu Mu'aith -dan ia termasuk perempuan yang turut hijrah dalam kelompok pertama yang berbai'at kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam- bahwasanya ia pernah mendengar Rasulullah bersabda, "Orang yang mendamaikan pihak-pihak yang bertikai, orang yang berkata demi kebaikan, dan orang yang membangkitkan (mengingatkan) kebaikan bukanlah termasuk pendusta." 'Saya tidak pernah mendengar diperbolehkannya dusta yang diucapkan oleh manusia kecuali dalam tiga hal, yaitu; dusta dalam peperangan, dusta untuk mendamaikan pihak-pihak yang bertikai, dan dusta suami terhadap istri atau istri terhadap suami (untuk meraih kebahagiaan atau menghindari keburukan).” Apabila berkata dalam rangka mendamaikan demi Allah si Fulan (lawannya) itu kepingin damai, demi Allah si Fulan (lawannya) itu memuji-muji kamu dan sebangsanya dikuatkan kedua-duanya maka itu tidak apa-apa sebagaimana hadits diatas. Kalau bisa cukup dengan tauriyah (diplomasi) itu lebih baik (hakikatnya bohong tapi lahiriahnya tidak bohong). Seperti, sebenarnya saudaramu itu memuji-muji kebaikan kamu, padahal tidak bahkan dia mencelanya. Sebagaimana dalam hadits:

عَنْ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ مَرُّوا بِجَنَازَةٍ فَأَثْنَوْا عَلَيْهَا خَيْرًا فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَجَبَتْ ثُمَّ مَرُّوا بِأُخْرَى فَأَثْنَوْا عَلَيْهَا شَرًّا فَقَالَ وَجَبَتْ فَقَالَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ مَا وَجَبَتْ قَالَ هَذَا أَثْنَيْتُمْ عَلَيْهِ خَيْرًا فَوَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةُ وَهَذَا أَثْنَيْتُمْ عَلَيْهِ شَرًّا فَوَجَبَتْ لَهُ النَّارُ أَنْتُمْ شُهَدَاءُ اللَّهِ فِي الْأَرْضِ. (رواه البخاري) 

Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, "Mereka (para sahabat) pernah melewati satu jenazah lalu mereka menyanjungnya dengan kebaikan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Pasti baginya." Kemudian mereka melewati jenazah yang lain lalu mereka menyebutnya dengan keburukan. Beliau pun bersabda, "Pasti baginya." Maka kemudian 'Umar bin Al Khaththab radhiyallahu ‘anhu bertanya, "Apa yang dimaksud pasti baginya?" Beliau menjawab, "Jenazah pertama kalian sanjung dengan kebaikan, maka pasti baginya masuk surga sedang jenazah kedua kalian menyebutnya dengan keburukan, berarti dia masuk neraka karena kalian adalah saksi-saksi Allah di muka bumi."

عَنْ عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يُحَدِّثُ أَنَّ رِجَالًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ تُوُفِّيَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَزِنُوا عَلَيْهِ حَتَّى كَادَ بَعْضُهُمْ يُوَسْوِسُ قَالَ عُثْمَانُ وَكُنْتُ مِنْهُمْ فَبَيْنَا أَنَا جَالِسٌ فِي ظِلِّ أُطُمٍ مِنْ الْآطَامِ مَرَّ عَلَيَّ عُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فَسَلَّمَ عَلَيَّ فَلَمْ أَشْعُرْ أَنَّهُ مَرَّ وَلَا سَلَّمَ فَانْطَلَقَ عُمَرُ حَتَّى دَخَلَ عَلَى أَبِي بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فَقَالَ لَهُ مَا يُعْجِبُكَ أَنِّي مَرَرْتُ عَلَى عُثْمَانَ فَسَلَّمْتُ عَلَيْهِ فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيَّ السَّلَامَ وَأَقْبَلَ هُوَ وَأَبُو بَكْرٍ فِي وِلَايَةِ أَبِي بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ حَتَّى سَلَّمَا عَلَيَّ جَمِيعًا ثُمَّ قَالَ أَبُو بَكْرٍ جَاءَنِي أَخُوكَ عُمَرُ فَذَكَرَ أَنَّهُ مَرَّ عَلَيْكَ فَسَلَّمَ فَلَمْ تَرُدَّ عَلَيْهِ السَّلَامَ فَمَا الَّذِي حَمَلَكَ عَلَى ذَلِكَ قَالَ قُلْتُ مَا فَعَلْتُ فَقَالَ عُمَرُ بَلَى وَاللَّهِ لَقَدْ فَعَلْتَ وَلَكِنَّهَا عُبِّيَّتُكُمْ يَا بَنِي أُمَيَّةَ قَالَ قُلْتُ وَاللَّهِ مَا شَعَرْتُ أَنَّكَ مَرَرْتَ وَلَا سَلَّمْتَ قَالَ أَبُو بَكْرٍ صَدَقَ عُثْمَانُ وَقَدْ شَغَلَكَ عَنْ ذَلِكَ أَمْرٌ فَقُلْتُ أَجَلْ قَالَ مَا هُوَ فَقَالَ عُثْمَانُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ تَوَفَّى اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ نَبِيَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَبْلَ أَنْ نَسْأَلَهُ عَنْ نَجَاةِ هَذَا الْأَمْرِ قَالَ أَبُو بَكْرٍ قَدْ سَأَلْتُهُ عَنْ ذَلِكَ قَالَ فَقُمْتُ إِلَيْهِ فَقُلْتُ لَهُ بِأَبِي أَنْتَ وَأُمِّي أَنْتَ أَحَقُّ بِهَا قَالَ أَبُو بَكْرٍ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا نَجَاةُ هَذَا الْأَمْرِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ قَبِلَ مِنِّي الْكَلِمَةَ الَّتِي عَرَضْتُ عَلَى عَمِّي فَرَدَّهَا عَلَيَّ فَهِيَ لَهُ نَجَاةٌ. (رواه أحمد) 

Utsman bin 'Affan bercerita bahwa ada beberapa sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersedih hati ketika beliau wafat, sehingga hampir hampir sebagian dari mereka menjadi was-was. Utsman berkata, "Aku termasuk dari mereka, ketika aku sedang duduk di bawah bayangan salah satu tembok, lewatlah Umar di hadapanku kemudian mengucapkan salam kepadaku, akan tetapi aku tidak sadar kalau dia lewat dan memberi salam. Diapun berlalu hingga menemui Abu Bakar, kemudian dia berkata kepadanya, "Ada sesuatu yang akan mengejutkanmu, sesungguhnya aku lewat di hadapan Utsman dan memberi salam kepadanya, akan tetapi dia tidak menjawab salamku." Maka pada masa pemerintahan Abu Bakar datanglah Umar dan Utsman mengucapkan salam kepadaku, kemudian Abu Bakar berkata, "Saudaramu Umar telah datang kepadaku dan mengatakan bahwa dia lewat di hadapanmu kemudian mengucapkan salam, akan tetapi kamu tidak menjawabnya, maka apa yang menyebabkan kamu melakukan demikian?" Aku menjawab, "Aku tidak melakukannya." Umar berkata, "Ya, demi Allah, kamu telah melakukannya, akan tetapi itu karena kesombongan kalian wahai bani Umayyah." Aku menjawab, "Demi Allah, aku tidak pernah merasa jika kamu lewat dan memberi salam kepadaku." Abu Bakar berkata, "Utsman benar, sungguh kamu telah disibukkan suatu urusan darinya." Aku  berkata, "Ya." Umar bertanya, "Urusan apakah itu?" Aku berkata, "Allah mewafatkan Nabinya shallallahu ‘alaihi wa sallam sebelum kita menanyakannya tentang keselamatan urusan ini." Abu Bakar berkata, "Aku telah menanyakannya tentang urusan itu." Aku berdiri mendekatinya dan berkata kepadanya, "Demi ayah dan ibuku engkau lebih berhak terhadapnya.” Abu Bakar berkata, “Aku bertanya, wahai Rasulullah bagaimana keselamatan urusan ini?’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Barangsiapa menerima sebuah kalimat dariku yang pernah aku tawarkan kepada pamanku kemudian dia mengembalikannya kepadaku, maka kalimat itu menjadi keselamatan baginya." Kemudian pada waktu kekhalifahan di bawah Abu Bakar, beliau juga meluangkan waktu demi maslahah saudaranya Utsman. Abu Bakar tidak memanggil Utsman datang ke rumahnya, tapi Abu Bakar sendiri yang datang ke Utsman. Untuk tabayun. Menayakan kepada Utsman kenapa pada waktu Umar lewat dan memberi salam kok tidak dijawab. Tapi setelah dijelaskan dia tidak dengar atau sadar, maka selesailah permasalahan. Ada kalimat dari Syaihul Islam Ibnu Taimiyah dalam masalah islah, dia berkata ketahuilah bahwa sesungguhnya ada qawaid yang agung yaitu bersatu dalam beragama, ta-liful qulub (kesatuan hati) berkumpul dalam satu kalimat memperbaiki di antara kita, sebagaimana Allah berfirman,

فَاتَّقُواْ اللّهَ وَأَصْلِحُواْ ذَاتَ بِيْنِكُمْ 

“…oleh sebab itu bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah perhubungan di antara sesamamu.” (Al-Anfal: 1)

وَاعْتَصِمُواْ بِحَبْلِ اللّهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُواْ  

Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai.” (Ali Imran: 103)

وَلاَ تَكُونُواْ كَالَّذِينَ تَفَرَّقُواْ وَاخْتَلَفُواْ مِن بَعْدِ مَا جَاءهُمُ الْبَيِّنَاتُ وَأُوْلَـئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ  

Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat.” (Ali Imran: 105) Contoh-contoh di atas menunjukkan adanya dorongan untuk berjamaah dan memelihara persatuan. Tidak boleh berselisih dan berpecah. Yang dimaksud Al-Ashl adalah Ahli Jamaah, karena yang keluar dari Ahli Jamaah maka dia adalah Ahli Firqoh dan Ahlus Sunnah adalah taat kepada Rasul.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ اللَّهَ يَرْضَى لَكُمْ ثَلَاثًا وَيَسْخَطُ لَكُمْ ثَلَاثًا يَرْضَى لَكُمْ أَنْ تَعْبُدُوهُ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَأَنْ تَعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَأَنْ تَنَاصَحُوا مَنْ وَلَّاهُ اللَّهُ أَمْرَكُمْ. (رواه مالك) 

Abu Hurairah menyebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Allah meridhai kalian karena tiga perkara dan membenci dari kalian tiga perkara. Meridhai kalian jika kalian beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun, kalian berpegang teguh terhadap tali agama Allah secara bersama-sama dan saling menasihati terhadap orang yang Allah beri perwalian urusan kalian.”

عَنْ ابن مسعود قَالَ قَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْخَيْفِ مِنْ مِنًى فَقَالَ نَضَّرَ اللَّهُ امْرَأً سَمِعَ مَقَالَتِي فَبَلَّغَهَا فَرُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ غَيْرُ فَقِيهٍ وَرُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ إِلَى مَنْ هُوَ أَفْقَهُ مِنْهُ ثَلَاثٌ لَا يُغِلُّ عَلَيْهِنَّ قَلْبُ مُؤْمِنٍ إِخْلَاصُ الْعَمَلِ لِلَّهِ وَالنَّصِيحَةُ لِوُلَاةِ الْمُسْلِمِينَ وَلُزُومُ جَمَاعَتِهِمْ فَإِنَّ دَعْوَتَهُمْ تُحِيطُ مِنْ وَرَائِهِمْ. (رواه ابن ماجة) 

Ibnu Mas’ud berkata, "Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri di kaki bukit Mina seraya bersabda, 'Semoga Allah menyenangkan seseorang yang mendengarkan perkataanku lalu menyampaikannya. Berapa banyak orang yang membawa berita ilmu tetapi ia bukanlah orang yang berilmu, dan beberapa banyak orang yang membawa ilmu kepada orang yang lebih berilmu darinya.' Tiga perkara di mana hati orang beriman tidak akan berkhianat kepadanya: mengikhlaskan perbuatannya hanya karena Allah, memberi nasihat kepada penguasa kaum muslimin, dan bergabung dengan jama'ah mereka. Karena doa mereka akan selalu meliputi di belakang mereka." Hadits ini diriwayatkan dalam kitab Sunan. Ibnu Mas’ud merupakan orang faqih dari kalangan shahabat.

 حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ حَفْصٍ ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبِي ، قَالَ: حَدَّثَنَا الأَعْمَشُ ، قَالَ: حَدَّثَنَا شَقِيقٌ ، قَالَ كَانَ عَبْدُ اللَّهِ ، يُكْثِرُ أَنْ يَدْعُوَ بِهَؤُلاءِ الدَّعَوَاتِ: " رَبَّنَا أَصْلِحْ بَيْنَنَا، وَاهْدِنَا سَبِيلَ الإِسْلامِ، وَنَجِّنَا مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ، وَاصْرِفْ عَنَّا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهْرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، وَبَارِكْ لَنَا فِي أَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا وَقُلُوبِنَا وَأَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا، وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ، وَاجْعَلْنَا شَاكِرِينَ لِنِعْمَتِكَ، مُثْنِينَ بِهَا، قَائِلِينَ بِهَا، وَأَتْمِمْهَا عَلَيْنَا." (رواه البخاري)

Umar bin Hafsh menceritakan pada kami: Bapakku menceritakan pada kami: Al-A’masy menceritakan pada kami: Syaqiq menceritakan pada kami:  "Abdullah bin Mas'ud memperbanyak doa dengan doa ini, 'Wahai Tuhan kami, damaikanlah di antara kami, tunjukkanlah kami jalan-jalan yang selamat, selamatkanlah kami dari kegelapan menuju cahaya, dan palingkanlah perbuatan-perbuatan keji dari kami, istri-istri kami, dan keturunan kami. Terimalah tobat kami, karena sesungguhnya Engkau adalah Maha Penerima tobat dan Maha Penyayang. Jadikanlah kami orang-orang yang mensyukuri nikmat-Mu, memuji-Nya dan menyebut-nyebut-Nya, serta sempurnakanlah nikmat-Mu kepada kami." ---***--- Disadur oleh Al-Ustadz Abu Nida Chomsaha Shofwan, Lc., dari buku Ahaditsul Akhlaq halaman 186-200 karya Syaikh Abdurrazzaq bin Abdil Muhsin al-‘Abad terbitan Darul Imam Muslim Publishing tahun 1441. Edited by @rimoesta   artikel ini merupakan kelanjutan dari artikel sebelumnya: DAMAIKANLAH SAUDARAMU YANG BERSELISIH! (1) PENTINGNYA ISHLAH DAN MANFAATNYA  

Author