MAAFKANLAH KESALAHAN SESAMA
Dalam kehidupan adalah hal jamak terjadi perselisihan, entah personal maupun kelompok. Motiv perselisihan pun bermacam sebagaimana isi kehidupan ini. Tak jarang perselisihan diikuti dengan permusuhan. Akibatnya tidak ada tegur sapa, saling membuang muka, bahkan saling boikot. Kondisi demikian tentu butuh penyelesaian. Kunci penyelesaian adalah bertemu dan berjabat tangan. Dengan bertemu dan berjabat tangan mungkin akan bisa saling memaafkan.   Memaafkan Sebuah Sikap Mulia Memaafkan dan berjabatan tangan adalah akhlak yang mulia; sikap yang agung. Syariat menghasung dan menganjurkan umatnya untuk melakukan hal itu. Keduanya merupakan perkara utama dalam kebaikan. فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاصْفَحْ إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ Maka maafkanlah mereka dan biarkan mereka, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (Al-Maidah:13) Hal tersebut pula adalah perkara yang besar untuk meraih pengampunan dari Allah. وَإِن تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ “…dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (At-Taghabun:14) Pun untuk memperoleh pahala dan balasan yang agung melalui perkara keduanya tersebut. فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ Maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik [1346] maka pahalanya atas (tanggungan) Allah.” (Asy-Syura:40).  [1346] Yang dimaksud "berbuat baik" di sini ialah berbuat baik kepada orang yang berbuat jahat kepadanya. Orang-orang pemaaf juga termasuk yang akan mendapatkan ampunan dan surga-Nya juga akan mendapatkan surga dan Ridho Allah Azza Wa Jalla. وَسَارِعُواْ إِلَى مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ الَّذِينَ يُنفِقُونَ فِي السَّرَّاء وَالضَّرَّاء وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (Ali Imran:133-134) Orang yang suka memaafkan termasuk akan yang akan menguat takwanya kepada Allah. وَأَن تَعْفُواْ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى “…dan pemaafan kamu itu lebih dekat kepada takwa.” (Al-Baqarah:237) Apa sih ‘afwun itu? Al-‘Afwu adalah salah satu dari asmaul husna milik Allah dan termasuk sifat-Nya. Artinya suka memaafkan kepada hamba-Nya yang berbuat keburukan dan melakukan maksiat. Tentu saja melekat juga pada diri Allah sifat rahmah. وَكَانَ اللّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (An-Nisa:96) Dengan sifat-Nya itulah maka Allah mencintai orang yang suka memaafkan. Ummul mukminin pernah diajari sebuah doa oleh Rasulullah sebagai berikut: اللَّهُمَّ إِنَّكَ عُفُوٌّ كَرِيمٌ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي. (رواه الترمذي). ALLAHUMMA INNAKA 'AFUWWUN KARIMUN TUHIBBUL 'AFWA FA'FU 'ANNI (Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemberi ampunan dan Maha Pemurah, Engkau senang memberikan ampunan, maka ampunilah aku).” Allah suka mengampuni hamba-Nya dan memerintahkan kepada hamba-Nya untuk memaafkan kepada saudaranya. وَإِن تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ “...dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (At-Taghabun:14) إِن تُبْدُواْ خَيْرًا أَوْ تُخْفُوهُ أَوْ تَعْفُواْ عَن سُوَءٍ فَإِنَّ اللّهَ كَانَ عَفُوًّا قَدِيرًا Jika kamu melahirkan sesuatu kebaikan atau menyembunyikan atau memaafkan sesuatu kesalahan (orang lain), maka sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Kuasa.” (An-Nisa:149) Kita harus berusaha memahami sedalam-dalamnya ayat-ayat di atas. Kemudian kita juga berusaha mencari hidayah taufiq dari Allah untuk menghadapi hakikat hidup ini, agar bisa menahan amarah, dan siap memaafkan kesalahan-kesalahan saudaranya. Semua itu bisa dilakukan oleh hati yang benar dan lurus dengan pertolongan dan taufiq dari Allah ‘Azza wa Jalla. Sifat-sifat di atas mempunyai kedudukan dan tempat yang tinggi dan agung di hadapan Allah. Sifat itu melekat pada diri pribadi nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan para pengikutnya yang baik. عَنْ أَبِي إِسْحَقَ قَال سَمِعْتُ أَبَا عَبْدِ اللَّهِ الْجَدَلِيَّ يَقُولُ سَأَلْتُ عَائِشَةَ عَنْ خُلُقِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ لَمْ يَكُنْ فَاحِشًا وَلَا مُتَفَحِّشًا وَلَا صَخَّابًا فِي الْأَسْوَاقِ وَلَا يَجْزِي بِالسَّيِّئَةِ السَّيِّئَةَ وَلَكِنْ يَعْفُو وَيَصْفَحُ. (رواه الترمذي). Abu Ishaq menceritakan perkataan Abu Abdullah Al-Jadali: “Aku pernah bertanya kepada Aisyah mengenai akhlak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau menjawab, ‘Rasulullah bukanlah seorang yang buruk perilakunya, tidak pula menjelek-jelekkan orang lain, tidak suka berteriak di pasar-pasar, bukanlah tipe orang yang membalas keburukan dengan keburukan, namun beliau selalu memaafkan dengan lapang dada." عَنْ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قُلْتُ أَخْبِرْنِي عَنْ صِفَةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي التَّوْرَاةِ قَالَ أَجَلْ وَاللَّهِ إِنَّهُ لَمَوْصُوفٌ فِي التَّوْرَاةِ بِبَعْضِ صِفَتِهِ فِي الْقُرْآنِ {يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيرًا} وَحِرْزًا لِلْأُمِّيِّينَ أَنْتَ عَبْدِي وَرَسُولِي سَمَّيْتُكَ المتَوَكِّلَ لَيْسَ بِفَظٍّ وَلَا غَلِيظٍ وَلَا سَخَّابٍ فِي الْأَسْوَاقِ وَلَا يَدْفَعُ بِالسَّيِّئَةِ السَّيِّئَةَ وَلَكِنْ يَعْفُو وَيَغْفِرُ وَلَنْ يَقْبِضَهُ اللَّهُ حَتَّى يُقِيمَ بِهِ الْمِلَّةَ الْعَوْجَاءَ بِأَنْ يَقُولُوا لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَيَفْتَحُ بِهَا أَعْيُنًا عُمْيًا وَآذَانًا صُمًّا وَقُلُوبًا غُلْفًا. (رواه البخاري). “Dari 'Abdullah bin 'Amru bin Al-'Ash radhiyallahu 'anhuma, aku katakan, "Kabarkan kepadaku tentang sifat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di dalam kitab At-Taurah?’ Dia berkata, ‘Baik. Demi Allah, sungguh Beliau telah disebutkan dalam kitab At-Taurah sebagian dari sifat-sifat Beliau seperti yang disebutkan dalam Al-Quran (Wahai Nabi, sesungguhnya kami mengutus engkau sebagai saksi, pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan), menjaga para ummiyyin (kaum yang tidak bisa baca tulis). Engkau adalah hamba-Ku dan Rasul-Ku, Aku memberimu nama Mutawakkil, bukan orang yang bersifat kasar lagi keras, tidak suka berteriak-teriak di pasar, dan tidak membalas keburukan dengan keburukan tetapi memaafkan dan mengampuni, dan Allah tidak akan mematikannya hingga beliau meluruskan agama-agama yang bengkok agar hanya mengucapkan La ilaha illallah yang dengannya akan membuka mata yang buta, telinga yang tuli, dan hati yang tertutup". Sifat-sifat beliau tersebut sebagai pelaksanaan firman Allah: ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ السَّيِّئَةَ نَحْنُ أَعْلَمُ بِمَا يَصِفُونَ وَقُل رَّبِّ أَعُوذُ بِكَ مِنْ هَمَزَاتِ الشَّيَاطِينِ وَأَعُوذُ بِكَ رَبِّ أَن يَحْضُرُونِ Tolaklah perbuatan buruk mereka dengan yang lebih baik. Kami lebih mengetahui apa yang mereka sifatkan [1021].Dan katakanlah:"Ya Tuhanku aku berlindung kepada Engkau dari bisikan-bisikan syaitan. Dan aku berlindung (pula) kepada Engkau ya Tuhanku, dari kedatangan mereka kepadaku." (Al-Mukminun:96-98) ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.” (Fushilat:34) Sifat dan sikap pemaaf adalah akhlak yang mulia yang Allah perintahkan untuk dilaksanakan oleh Rasul-Nya. Pemaaf bukan hanya kepada orang yang meminta maaf, tetapi juga kepada orang yang menyakiti kita dengan perkataan atau perbuatan. Syariat memang membolehkan untuk membalas kezhaliman dengan yang setimpal, tapi tetap saja memaafkan adalah lebih mulia. Allah menjamin pahala di kedepan jauh lebih baik. Sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya: فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ “...maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik [1346] maka pahalanya atas (tanggungan) Allah.” (Asy-Syura:40)  [1346] Yang dimaksud "berbuat baik" di sini ialah berbuat baik kepada orang yang berbuat jahat kepadanya.   Ganjaran dan Kedudukan untuk Orang Pemaaf Orang suka memaafkan kesalahan orang lain akan mendapatkan kedudukan yang tinggi di dunia dan akhirat. Rasulullah menjanjikan hal ini di dalam sabdanya: عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلَّا عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلَّا رَفَعَهُ اللَّهُ. (رواه مسلم). Abu Hurairah mengabarkan bawah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Sedekah tidaklah akan mengurangi harta, tidak ada orang yang memberi maaf kepada orang lain melainkan Allah akan menambah kemuliaannya, dan tidak ada orang yang merendahkan hatinya karena Allah melainkan akan diangkat derajatnya." Rasul tidak marah atau dendam karena dirinya. Tetapi marah atau dendam karena larangan Allah dilanggar. عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّهَا قَالَتْ مَا خُيِّرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ أَمْرَيْنِ إِلَّا أَخَذَ أَيْسَرَهُمَا مَا لَمْ يَكُنْ إِثْمًا فَإِنْ كَانَ إِثْمًا كَانَ أَبْعَدَ النَّاسِ مِنْهُ وَمَا انْتَقَمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِنَفْسِهِ إِلَّا أَنْ تُنْتَهَكَ حُرْمَةُ اللَّهِ فَيَنْتَقِمَ لِلَّهِ بِهَا. (رواه البخاري). ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, “Tidaklah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam diberi pilihan dari dua perkara yang dihadapinya, melainkan beliau mengambil yang paling ringan selama bukan perkara dosa. Seandainya perkara dosa, beliau adalah orang yang paling jauh darinya, dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah membenci (memusuhi) karena pertimbangan kepentingan pribadi, kecuali memang karena menodai kehormatan Allah. Apabila kehormatan Allah dinodai, maka beliau adalah orang yang paling dalam melakukan pembelaan.” عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ كُنْتُ أَمْشِي مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَيْهِ بُرْدٌ نَجْرَانِيٌّ غَلِيظُ الْحَاشِيَةِ فَأَدْرَكَهُ أَعْرَابِيٌّ فَجَبَذَهُ بِرِدَائِهِ جَبْذَةً شَدِيدَةً حَتَّى نَظَرْتُ إِلَى صَفْحَةِ عَاتِقِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ أَثَّرَتْ بِهَا حَاشِيَةُ الْبُرْدِ مِنْ شِدَّةِ جَبْذَتِهِ ثُمَّ قَالَ يَا مُحَمَّدُ مُرْ لِي مِنْ مَالِ اللَّهِ الَّذِي عِنْدَكَ فَالْتَفَتَ إِلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ ضَحِكَ ثُمَّ أَمَرَ لَهُ بِعَطَاءٍ. (رواه البخاري). Anas bin Malik berkata, “Saya berjalan bersama Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam. Ketika itu beliau mengenakan kain dari Najran yang tebal bagian ujungnya. Tiba-tiba ada seorang Arab badui (dusun) yang menemui beliau. Orang itu langsung menarik kain Rasulullah dengan kuat hingga saya lihat permukaan bahu beliau membekas lantaran ujung selimut yang ditarik dengan kuat. Arab badui tersebut berkata, ‘Wahai Muhammad berikan kepadaku dari harta yang diberikan Allah padamu!’ Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam menoleh kepadanya sambil tersenyum menyuruh salah seorang sahabat untuk memberikan sesuatu kepadanya.” Berkata Fadhil bin Iyyadh terkait dengan hadits di atas, “Apabila datang seseorang kepada engkau mengadu tentang gangguan orang lain, maka jawablah: Maafkan dia karena pemaaf itu lebih dekat kepada takwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Jika orang itu menjawab lagi: saya merasa tidak mampu memaafkan meski ingin sekali mengamalkan hadits di atas. Jawablah: Kalau kamu berusahan berbuat baik tentulah akan ditolong. Namun kalau memang tidak bisa, yah balas saja dengan yang setimpal tidak berlebihan. Toh ada keluasan dalam masalah ini.” Sepertinya nasihat Fudhail bin Iyadh tersebut sangat bagus, karena keumuman manusia di dalam membalas keburukan orang lain padanya biasanya secra berlebihan Jauh lebih keras dari yang dialaminya. Mungkin sebagian orang berkata, “Kami tidak mampu melakukan hal itu; hati kami berat rasanya atau tidak mungkin kami melakukan perbuatan sebaik itu.” Ucapan tersebut tentu tidak benar. Kita akan mampu untuk memberikan maaf kepada orang yang berlaku buruk kepada kita kalau berusaha sungguh-sungguh dan memohon pertoongan-Nya. Tinggal kita minta kepada Allah untuk mampu bersikap mulia seperti itu. Insyaallah dikabulkan. Firman-Nya: وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (Al-Ankabut:69)   Perlu Belajar dan Pembiasaan Kebanyakan manusia merasa berat baik hati atau merasa tidak mungkin melakukan perbutan mulia tersebut. Sebenarnya di dalam Quran telah disediakan solusi kalau kita mau merenungkannya: وَدَّ كَثِيرٌ مِّنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَوْ يَرُدُّونَكُم مِّن بَعْدِ إِيمَانِكُمْ كُفَّاراً حَسَدًا مِّنْ عِندِ أَنفُسِهِم مِّن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْحَقُّ فَاعْفُواْ وَاصْفَحُواْ حَتَّى يَأْتِيَ اللّهُ بِأَمْرِهِ إِنَّ اللّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ Sebagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka maafkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya [82]. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Al-Baqarah:109). [82] Maksudnya:keizinan memerangi dan mengusir orang Yahudi. Ayat tersebut terkait memberikan maaf kepada kaum Yahudi. Kaum yang berbuat jahat dalam urusan agama dan pribadi. Anjuran untuk memberikan pemaafan kepada orang lain yang menyakiti dalam kehormatan pribadi juga ada, seperti tersebut dalam firman-Nya: وَلَا يَأْتَلِ أُوْلُوا الْفَضْلِ مِنكُمْ وَالسَّعَةِ أَن يُؤْتُوا أُوْلِي الْقُرْبَى وَالْمَسَاكِينَ وَالْمُهَاجِرِينَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلْيَعْفُوا وَلْيَصْفَحُوا أَلَا تُحِبُّونَ أَن يَغْفِرَ اللَّهُ لَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang [1033].” (An-Nur:22) [1033] Ayat ini berhubungan dengan sumpah Abu Bakar bahwa dia tidak akan memberi apa-apa kepada kerabatnya ataupun orang lain yang terlibat dalam menyiarkan berita bohong tentang diri 'Aisyah. Maka turunlah ayat ini melarang beliau melaksanakan sumpahnya itu dan menyuruh memaafkan dan berlapang dada terhadap mereka sesudah mendapat hukuman atas perbuatan mereka itu. Memaafkan karena dizhalimi harga diri pribadinya baik dengan perbuatan, ucapan atau dijatuhkan martabatnya, atau lebih dahsyat lagi banyak terjadi di kalangan kita. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِي الْقَتْلَى الْحُرُّ بِالْحُرِّ وَالْعَبْدُ بِالْعَبْدِ وَالأُنثَى بِالأُنثَى فَمَنْ عُفِيَ لَهُ مِنْ أَخِيهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ وَأَدَاء إِلَيْهِ بِإِحْسَانٍ Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula).” (Al-Baqarah:178) Ayat 178 tersebut terkait pemaafan dalam kasus pembunuhan dan penyiksaan, meskipun boleh saja membalas dengan perbuatan yang setimpal. Gangguan yang dirasa lebih berat adalah perbuatan buruk dari kalangan keluarga sendiri, baik istri-istri, anak-anak, menantu, paman-paman, bibi-bibi, dan kerabat lainnya. Kebanyakan orang biasanya merasa sulit untuk memaafkan mereka, karena keluarga tersebut biasa dibantu penghidupannya. Mestinya membela justru ikut melakukan keburukan. Hal ini pun pernah terjadi dialami oleh Abu Bakar radhiyallahu anhu. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِكُمْ عَدُوًّا لَّكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ وَإِن تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ Hai orang-orang mu'min, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu [1480] maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (At-Taghabun:14). [1480] Maksudnya:kadang-kadang isteri atau anak dapat menjerumuskan suami atau ayahnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak dibenarkan agama. Memang keinginan nafsu manusia cenderung untuk melakukan pembalasan dan lebih keras membalas atas perbuatan buruk orang lain. Ketika mendengar anjuran untuk mudah memaafkan jiwa terasa berat dan enggan melaksanakannya. Kalau kita mau belajar ilmu agama, bersungguh-sungguh berdoa memohon pertolongan dan taufiq dari Allah maka akan mendapatkan hidayah untuk bersikap mudah memaafkan. وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (Al-Ankabut:69) Sikap seorang mukmin yang suka memaafkan kesalahan orang lain akan terbalaskan dengan ganjaran pahala, limpahan rahmat, curahan ampunan, dari Allah. Sungguh sebuah balasan yang teramat besar. عَنْ سَهْلِ بْنِ مُعَاذٍ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ كَظَمَ غَيْظًا وَهُوَ قَادِرٌ عَلَى أَنْ يُنْفِذَهُ دَعَاهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى رُءُوسِ الْخَلَائِقِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُخَيِّرَهُ اللَّهُ مِنْ الْحُورِ الْعِينِ مَا شَاءَ. (رواه أبوا داود). Sahl bin Mu'adz dari bapaknya menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Barangsiapa menahan kemarahan padahal ia mampu untuk meluapkannya, maka pada hari kiamat Allah akan memanggilnya di antara manusia, hingga Allah menyuruhnya untuk memilih bidadari yang dikehendakinya." Tidak mudah memang memaafkan dan mengabaikan sikap perbuatan yang buruk dari orang lain. Apalagi kita merasa mempu membalasnya karena lebih kuat atau merasa lebih tinggi level sosialnya. Tetapi, jika kita mampu mengerem kemarahan tersebut meski kita bisa leluasa mengumbarnya bukan hanya ampunan dari Allah yang kita terima. Ada balasan lain di akhirat kelak, akan diseru di hadapan manusia untuk memilih bidadari yang dikehendakinya.   Tiga Kelompok Manusia Manusia dalam hal sikap memaafkan ataukah membalas perbuatan buruk orang lain terbagi menjadi tiga:
  1. Tingkatan pertama: Punya kemampuan membalas keburukan & mempunyai peluang untuk melakukan pembalasan tetapi justru memaafkan.
  2. Tingkat pertengahan: Membalas sesuai dengan yang dialaminya atau bahkan lebih ringan.
  3. Tingkatan berlebihan: Membalas dengan berlebihan sampai menzhalimi baik terhadap dirinya atau orang lain.
وَجَزَاء سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِّثْلُهَا فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik [1346] maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zhalim.” (Asy-Syura:40) [1346] Yang dimaksud “berbuat baik” di sini ialah berbuat baik kepada orang yang berbuat jahat kepadanya. Ayat tersebut menyebutkan tiga tingkatan tersebut. Penggalan pertama: “Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa Penggalan kedua: “maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah” Penggalan ketiga: “Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zhalim”. Termasuk Ibnu Taimiyah juga menafsirkan seperti di atas. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Jenis manusia dalam menghadapi gangguan perbuatan atau sikap buruk orang lain ada tiga: Pertama, Zhalim: mengambil lebih dari haknya. Kedua, Pertengahan: mengambil sesuai haknya. Ketiga, Muhsin: memaafkan dan mengabaikan haknya. Itulah yang disebutkan dalam ayat tersebut, penggalan eprtama untuk kelompok pertengahan, penggalan kedua untuk orang muhsin, dan penggalan ketiga untuk orang yang zhalim.”[1]   Renungkan Sebelum Membalas Banyak perkara yang bisa direnungkan oleh seorang hamba untuk bersikap mudah memaafkan kepada sesama muslim. Di antaranya adalah:
  1. Orang tersebut berpikir tentang pahala yang dijanjikan Allah sebagaimana disebut dalam ayat-ayat di muka.
  2. Orang yang suka memaafkan berarti hatinya selamat dari dengki, iri, dendam, dan lain-lain. Sifat ini sangat bermanfaat di dunia dan akhirat.
  3. Orang itu tau kalau membalaskan keburukan orang lain hanya karena urusan pribadi dirinya tidak lain hanya tingkatan yang rendah. Tapi kalau terkait dengan kehirmatan Allah atau karena ketinggian Islam maka Allah akan meninggikan derajat hamba tersebut.
مَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلَّا عِزًّا Tidak ada orang yang memberi maaf kepada orang lain, melainkan Allah akan menambah kemuliaannya.”[2]
  1. Orang yang pemaaf termasuk orang yang mengikuti kaidah “Al-Jaza min Jinsil ‘Amal”—Balasan adalah sesuai dengan perbuatannya. Yang jelas kalau di dunia suka memaafkan, bisa menahan amarah, dan lain-lain maka Allah akan balas kebaikan di dunia dan akhirat. Kalau kita suka memaafkan orang lain, maka Allah pun akan memaafkan kita. Kita mudah mengampuni kesalahan orang lain, Alla pun akan mengampuni dosa-dosa kita.
  2. Orang yang disibukkan mencari jalan untuk membalas dendam, maka hanya akan kehilangan umurnya, sibuk untuk mencari modus, hatinya terkoyak, dan kehilangan mashlahat. Semua itu adalah musibah besar. Tapi kalau memaafkan hatinya pasti akan lega dan jasmaninya pun sehat dan tenang.
  3. Mengingat sifat dan karakter rasulullah. Bahwa Rasul tidak pernah membalas kejelekan atau denda permasalah pribadi sama sekali. Ini adalah sifat makhluk terbaik dan termulia di sisi Allah; tidak membalaskan dendam kepada pihak lain. Kalau rasulullah melakkan pembalasan tentu ada kitannya dengan penghinaan kepada Allah dan berhubungan dengan hak kemuliaan agama. Beliau adalah sosok yang mulia, suci, dan terbaik; jauh dari sifat tercela.
  4. Mesti direnungkan kalau hanya membalaskan dendam pribadi, sementara kalau saja kita diganggu urusan terkait dengan Allah seperti beribadah atau amar ma’ruf nahi munkar mesti bersabar. Tidak perlu membalas. Dengan kesabaran ada janji ganjaran pahala di sisi Allah.
  5. 8. Kadang-kadang orang tersebut di dzolimi masalah dunia, seperti dirampok, dibegal, kebakaran rumah, kepanasan, kedinginan dan lain-lain, maka kalau dihadapi dengan sabar akan berpahala. Anggap saja sedekah apabila diambil orang.
  6. Orang yang dizhalimi di samping sabar tapi juga berusaha membalas dengan kebaikan maka yang tadinya ada permusuhan akhirnya menjadi saling menyayangi.
ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar.” (Fushshilat:34-35)
  1. Apabila menghadapi kezhaliman ada dua pilihan (kedua-duanya berbahaya): Jika dibalas dengan balasan yang sama, bisa jadi tidak seperti zaman sekarang, contohnya dilaporkan ke polisi. Kadang-kadang mengambil melebihi yang seharusnya dibalas. Bisa ketika kita kehilangan harta, kedudukan, jiwa dan lain-lain. Tapi kalau memilih yang sabar dan memaafkan tentu lebih baik.
  2. Menghadapi kezhaliman apabila dihadapi dengan sabar, tidak membalas dengan kezhaliman juga, maka jelas bisa menghapus dosa-dosa kita bahkan bisa menaikkan derajat.
  3. Sabar dan pemaaf adalah senjata yang paling ampuh dalam menghadapi musuh-musuh (orang-orang yang benci, hasad, dengki, dan orang yang memusihi tersebut akan lemah dengan sendirinya, dan merasa capek bahkan takut,.
  4. Apabila kita sabar dan memaafkan pihak yang bersalah justru kita akan merasa tenang; sebaliknya merekalah yang akan sibuk. Apalagi kalau kita terlihat santai dan berserah diri kepada Allah.
  5. Sabar dan memaafkan adalah suatu kebaikan dan kebaikan akan menghasilkan kebaikan pula, sebagaimana orang yang menzhalimi maka akan dibalas dengan kezhaliman orang lain.
  6. Sebaiknya kita merenungkan hadits di bawah ini dan kita coba sebisa mungkin kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari kita.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تُفْتَحُ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ يَوْمَ الِاثْنَيْنِ وَيَوْمَ الْخَمِيسِ فَيُغْفَرُ لِكُلِّ عَبْدٍ لَا يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا إِلَّا رَجُلًا كَانَتْ بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَخِيهِ شَحْنَاءُ فَيُقَالُ أَنْظِرُوا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا أَنْظِرُوا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا أَنْظِرُوا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا Abu Hurairah mengisahkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Sesungguhnya pintu-pintu surga dibuka pada hari Senin dan Kamis. Semua dosa hamba yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu akan diampuni, kecuali bagi orang yang antara dia dan saudaranya terdapat kebencian dan perpecahan." Lalu dikatakan: 'Tangguhkanlah dua orang ini hingga mereka berdamai! Tangguhkanlah dua orang ini hingga mereka berdamai! Tangguhkanlah kedua orang ini hingga mereka berdamai!' Dalam riwayat lain ada tambahan إِلَّا الْمُتَهَاجِرَيْنِ 'Kecuali orang-orang yang saling mendiamkan.' وَتُعْرَضُ الْأَعْمَالُ فِي كُلِّ اثْنَيْنِ وَخَمِيسٍ فَيَغْفِرُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ لِكُلِّ مسلم "Amalan-amalan dipaparkan pada setiap hari senin dan kamis, lalu Allah ‘Azza wa Jalla mengampuni setiap muslim.” Dan ini adalah perkara yang besar yang berhubungan dengan diterimanya amal dan diampuninya dosa-dosa. Saking pentingnya perkara tersebut sampai seruan dalam hadits tersebut diulang bukan hanya dua kali, bahkan tiga kali! Seruan dengan kalimat “tangguhkan keduanya hingga ada rekonsiliasi!” itu yang diulang-ulang. Karena itu kalau kita ada perselisihan dengan orang lain disertai dengan permusuhan hendaklah segera rekonsiliasi. Jangan terlambat! Agar kita mendapatkan pengampunan dari Allah ‘Azza wa Jalla. Kalau pun permusuhan harus terjadi sebaiknya tidak lebih dari tiga hari. إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara.” (Al-Hujurat:10) الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ. (رواه البخاري). "Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya.” Yang dimaksud persaudaraan dalam ayat dan hadits tersebut ialah persaudaraan dalam iman dalam agama. Apalagi dengan saudara yang masih kerabat. عَنْ أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تَبَاغَضُوا وَلَا تَحَاسَدُوا وَلَا تَدَابَرُوا وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا وَلَا يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ فَوْقَ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ. (رواه البخاري). “Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Janganlah kalian saling membenci, saling mendengki, saling membelakangi, dan jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara, dan tidak halal seorang muslim mendiamkan saudaranya melebihi tiga hari." Tidak boleh saling tidak tegur sapa (memboikot/menghajr) lebih dari 3 hari sebagaimana disebutkan dalam hadits: عَنْ أَبِي أَيُّوبَ الْأَنْصَارِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ فَوْقَ ثَلَاثِ لَيَالٍ يَلْتَقِيَانِ فَيُعْرِضُ هَذَا وَيُعْرِضُ هَذَا وَخَيْرُهُمَا الَّذِي يَبْدَأُ بِالسَّلَامِ. (رواه مسلم). Abu Ayyub Al-Anshari bercerita Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,"Tidak halal bagi seorang muslim tidak bersapaan dengan saudaranya (sesama muslim) lebih dari tiga malam. Keduanya saling bertemu, tetapi mereka saling tak acuh satu sama lain. Yang paling baik di antara keduanya ialah yang lebih dahulu memberi salam." عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَحِلُّ لِلْمُؤْمِنِ أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ فَوْقَ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ. (رواه مسلم). 'Abdullah bin 'Umar menyebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Tidak halal bagi seorang mukmin untuk tidak bersapaan dengan saudaranya (sesama muslim) lebih dari tiga hari." Mari kita renungkan hadits tersebut “batasnya tiga hari bagi yang mendiamkan saudaranya sesama muslim, bila lebih tentu tidak syar’i dan bukanlah akhlak yang baik.” Dalam hadits lain celaan menghajr saudaranya laksana membunuhnya, jika mendiamkannya sampai satu tahun. عَنْ أَبِي خِرَاشٍ السُّلَمِيِّ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ هَجَرَ أَخَاهُ سَنَةً فَهُوَ كَسَفْكِ دَمِهِ. (رواه أبوا داود). “Abu Khirasy As-Sulami menceritakan bahwa dirinya pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Barangsiapa mendiamkan saudaranya selama satu tahun bagaikan telah menumpahkan darahnya."[3] Yang dimaksud adalah persaudaran dalam iman, apalagi di samping seiman juga merupakan keluarga baik dekat atau jauh. عَنْ عِيَاضِ بْنِ حِمَارٍ الْمُجَاشِعِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَأَهْلُ الْجَنَّةِ ثَلَاثَةٌ ذُو سُلْطَانٍ مُقْسِطٌ مُتَصَدِّقٌ مُوَفَّقٌ وَرَجُلٌ رَحِيمٌ رَقِيقُ الْقَلْبِ لِكُلِّ ذِي قُرْبَى وَمُسْلِمٍ وَعَفِيفٌ مُتَعَفِّفٌ ذُو عِيَالٍ. (رواه مسلم). Iyadh bin Himar Al-Mujasyi'i Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda "Penghuni surga itu ada tiga; pemilik kekuasaan yang sederhana, derma dan suka menolong; orang yang berbelas kasih, berhati lunak kepada setiap kerabat dan sesama muslim; dan orang  yang sangat menjaga diri dan memiliki tanggungan." Dalam hadits tersebut yang dimaksud adalah:
  1. Penguasa yang adil
  2. Orang yang dermawan dan pendamai.
  3. Orang yang hatinya penyayang kepada sesama, bahkan kepada binatang sekalipun atau segala yang punya ruh; kecuali memang yang berbahaya dab dibolehkan untuk dibunuh.
  4. Orang yang hatinya lembut baik kepada keluarga dan sesama muslim.
Sifat tersebut adalah karakter yang melekat pada Rasulullah sebagaimana disebutkan Allah dalam ayat: مَا بِالْمُؤْمِنِينَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ Amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (At-Taubah:128) Kalau seseorang berhati lembut tentulah orang itu juga pemaaf sebagaimana ayat: فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّهِ لِنتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لاَنفَضُّواْ مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka.”  (Ali Imran:159) Disadur secara bebas oleh Al-Ustadz Abu Nida Chomsaha Shofwan, Lc., dari buku Ahaditsu Al-Akhlaq halaman 201-214 karya Syaikh Prof. Dr. Abdurrazzaq bin Abdulmuhsin al-Abad al-Badr terbitan Darul Imam Muslim Publishing cetakan pertama 1441-2020. Edited by @rimoesta. [1] Qa’idah fi As-Shabri karya Ibnu Taimiyah 1/96. [2] Hadits riwayat Muslim 2588 [3] Hadits riwayat Abu Dawud 4915, disahihkan Al-Albani.

Author

Tag