MENJAGA HUBUNGAN KEKERABATAN
Islam adalah agama yang memenuhi janji, suci, penuh cinta, rasa persaudaraan, beragam kebaikan, menyambung hubungan baik, dan kebaktian.

وَأَحْسِنُوٓا۟ ۛ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُحْسِنِينَ

“……..dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. (Al-Baqarah: 195) Di antara bentuk ihsan ajaran Islam adalah syariatnya mengajak untuk menyambung silaturahmi kepada para kerabat. Ini termasuk akhlak yang mulia dan suci. Adab yang indah dan baik. Menyambung hubungan kekerabatan sendiri mempunyai tempat yang tinggi. Allah meletakkan wasiat tersebut dengan takwa kepada-Nya.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱتَّقُوا۟ رَبَّكُمُ ٱلَّذِى خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَٰحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَآءً ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ٱلَّذِى تَسَآءَلُونَ بِهِۦ وَٱلْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan darinya [263] Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain [264], dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (An-Nisa: 1) [263] Maksud 'darinya' menurut jumhur mufassirin ialah dari bagian tubuh (tulang rusuk) Adam berdasarkan hadits riwayat Bukhari dan Muslim. Di samping itu ada pula yang menafsirkan 'darinya' ialah dari unsur yang serupa yakni tanah yang darinya Adam diciptakan. [264] Menurut kebiasaan orang Arab, apabila mereka menanyakan sesuatu atau memintanya kepada orang lain mereka mengucapkan nama Allah seperti: "As-aluka billah" artinya saya bertanya atau meminta kepadamu dengan nama Allah.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ خَلَقَ الْخَلْقَ حَتَّى إِذَا فَرَغَ مِنْهُمْ قَامَتْ الرَّحِمُ فَقَالَتْ هَذَا مَقَامُ الْعَائِذِ مِنْ الْقَطِيعَةِ قَالَ نَعَمْ أَمَا تَرْضَيْنَ أَنْ أَصِلَ مَنْ وَصَلَكِ وَأَقْطَعَ مَنْ قَطَعَكِ قَالَتْ بَلَى قَالَ فَذَاكِ لَكِ ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اقْرَءُوا إِنْ شِئْتُمْ {فَهَلْ عَسَيْتُمْ إِنْ تَوَلَّيْتُمْ أَنْ تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ وَتُقَطِّعُوا أَرْحَامَكُمْ أُولَئِكَ الَّذِينَ لَعَنَهُمْ اللَّهُ فَأَصَمَّهُمْ وَأَعْمَى أَبْصَارَهُمْ}. (رواه مسلم). 

Abu Hurairah mengisahkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, “Setelah Allah ‘Azza wa Jalla menciptakan semua makhluk, maka rahim pun berdiri sambil berkata, 'Inikah tempat bagi yang berlindung dari terputusnya silaturahim (menyambung silaturahim).' Allah subhanahu wa ta'ala menjawab, 'Benar. Tidakkah kamu rela bahwasanya Aku akan menyambung orang yang menyambungmu dan memutuskan yang memutuskanmu?' Rahim menjawab, 'Tentu.' Allah berfirman, 'ltulah yang kamu miliki.' Setelah itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 'Jika kamu mau, maka bacalah ayat berikut ini: “Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan berbuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan? Mereka itulah orang-orang yang dilaknat oleh Allah dan ditulikan telinga mereka serta dibutakan penglihatan mereka.” (QS. Muhammad 22-23) Dalam hadits tersebut disebut istilah arrahim. Siapakah rahim itu? Rahim adalah mereka yang tergabung dalam kerabat baik jalur dari ibu atau bapak. Rahim bisa bertingkat tergantung dekatnya jalur tersebut. Apapun kita mempunyai kewajiban untuk menyambungnya. Memberi salam jika bersua. Tetap menyambungnya apabila mereka memutuskannya. Melakukan kunjungan. Berbuat ihsan, dan sebangsanya.

إِنَّ اللَّهَ خَلَقَ الْخَلْقَ حَتَّى إِذَا فَرَغَ مِنْهُمْ 

Maksudnya di antara bilangan ciptaan-Nya adalah Rahim.

قَامَتْ الرَّحِمُ فَقَالَتْ هَذَا مَقَامُ الْعَائِذِ مِنْ الْقَطِيعَةِ 

Yang dimaksud adalah kedudukanku ini adalah kedudukan orang-orang yang berlindung dari pemutusan hubungan kekerabatan. Yaitu aku berdiri di hadapan-Mu ya Allah untuk memohon perlindungan dari-Mu agar tidak terputus. Karena Allah memerintahkan untuk menyambung silaturahmi.

أَمَا تَرْضَيْنَ أَنْ أَصِلَ مَنْ وَصَلَكِ وَأَقْطَعَ مَنْ قَطَعَكِ 

Ini sebagai penguat terhadap kaidah Syariah (aljuz’u min jinsil ‘amal-balasan sesuai dengan tindakannya-reaksi sesuai dengan aksinya). Ini berlaku dalam kebaikan maupun kejelekan. Ayat yang merincikan balasan sesuai dengan tindakannya entah baik maupun buruk adalah dua ayat berikut: Tentang kebaikan:

هَلْ جَزَآءُ ٱلْإِحْسَٰنِ إِلَّا ٱلْإِحْسَٰنُ

 Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula).” (Ar-Rahman: 60)   Tentang keburukan:

 ثُمَّ كَانَ عَٰقِبَةَ ٱلَّذِينَ أَسَٰٓـُٔوا۟ ٱلسُّوٓأَىٰٓ

Kemudian, akibat orang-orang yang mengerjakan kejahatan adalah (azab) yang lebih buruk.” (Ar-Rum: 10)   Orang yang menyambung silaturahmi maka Allah akan menyambungnya, sebaliknya orang yang memutusnya pun Allah akan memutusnya. Sebagai balasan, barangsiapa yang menyambungnya maka akan mendapatkan dua kebaikan dunia dan akhirat. Yang memutusnya akan mendapatkan kerugian yang nyata dan tidak mendapatkan kebaikan.

قَالَتْ بَلَى 

Rahim menjawab dengan menyatakan rela menerima ketetapan-Nya.

قَالَ فَذَاكِ لَكِ 

Maksudnya Allah memberikannya kepada Rahim demikian itu sebagaimana termaktub dalam surat Muhammad 22-23:

{فَهَلْ عَسَيْتُمْ إِنْ تَوَلَّيْتُمْ أَنْ تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ وَتُقَطِّعُوا أَرْحَامَكُمْ أُولَئِكَ الَّذِينَ لَعَنَهُمْ اللَّهُ فَأَصَمَّهُمْ وَأَعْمَى أَبْصَارَهُمْ}

  Berkata Al-Hafizh Ibu Katsir tentang ayat terakhir tersebut bahwa itu sebagai peringatan tidak boleh melakukan kerusakan di muka bumi secara umum; lebih khusus memutus silaturahmi. Allah memerintahkan untuk melakukan perbaikan di bumi dan menyambung silaturahmi; juga berbuat ihsan kepada kerabat baik dengan perkataan atau perbuatan dengan mengorbankan harta sebagaimana dalam hadits-hadits yang sahih atau hasan.

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّحِمُ مُعَلَّقَةٌ بِالْعَرْشِ تَقُولُ مَنْ وَصَلَنِي وَصَلَهُ اللَّهُ وَمَنْ قَطَعَنِي قَطَعَهُ اللَّهُ. (رواه مسلم). 

'Aisyah menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Rahim (kasih sayang) itu tergantung di 'Arsy, seraya berkata, "Siapa yang menyambungkanku, maka Allah pun akan menyambungnya. Barangsiapa yang memutuskanku, niscaya Allah pun akan memutusnya pula."   Kalimat tersebut mencakup dua hal; pernyataan maupun harapan (doa). Bisa berarti Rahim akan memberikan dengan ini atau berdoa dengan ini. Apapun keduanya menunjukkan betapa agungnya Rahim dan menyambungnya. Rahim itu di bawah Arsy-Nya, engkau berdoa dengan doa tersebut atau memberitakan dengan khobar tersebut.

عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ قَالَ اللَّهُ أَنَا الرَّحْمَنُ وَهِيَ الرَّحِمُ شَقَقْتُ لَهَا اسْمًا مِنْ اسْمِي مَنْ وَصَلَهَا وَصَلْتُهُ وَمَنْ قَطَعَهَا بَتَتُّهُ. (رواه أبو داود). 

Abdurrahman bin 'Auf menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Allah berfirman, "Aku adalah Ar Rahman (Yang Maha Pengasih), rahim (kekerabatan) telah aku ambil dari Namaku, barang siapa yang menyambungnya, maka Aku akan menyambung hubungan dengannya, dan barang siapa yang memutuskannya maka Aku akan memutuskan hubungan dengannya sama sekali." Dalam hadits qudsi tersebut Allah menegaskan bahwa Dia akan memutus orang yang memutuskan tali Rahim, sebaliknya akan menyambung ora yang menyambung Rahim. Aljaza-u min jinsil ‘amal. Kaidahnya adalah balasan tergantung dengan amalnya. Ar-Rahman adalah bagian dari asma Allah; yang bukan nama selain Allah. Demikian juga rahim diambil dari nama Allah Ar-Rahman. Ini menunjukkan bahwa Rahim itu tempatnya tinggi di sisi Allah.

عَنْ عَمْرُو بْنُ عَبَسَةَ السُّلَمِيُّ كُنْتُ وَأَنَا فِي الْجَاهِلِيَّةِ أَظُنُّ أَنَّ النَّاسَ عَلَى ضَلَالَةٍ وَأَنَّهُمْ لَيْسُوا عَلَى شَيْءٍ وَهُمْ يَعْبُدُونَ الْأَوْثَانَ فَسَمِعْتُ بِرَجُلٍ بِمَكَّةَ يُخْبِرُ أَخْبَارًا فَقَعَدْتُ عَلَى رَاحِلَتِي فَقَدِمْتُ عَلَيْهِ فَإِذَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُسْتَخْفِيًا جُرَءَاءُ عَلَيْهِ قَوْمُهُ فَتَلَطَّفْتُ حَتَّى دَخَلْتُ عَلَيْهِ بِمَكَّةَ فَقُلْتُ لَهُ مَا أَنْتَ قَالَ أَنَا نَبِيٌّ فَقُلْتُ وَمَا نَبِيٌّ قَالَ أَرْسَلَنِي اللَّهُ فَقُلْتُ وَبِأَيِّ شَيْءٍ أَرْسَلَكَ قَالَ أَرْسَلَنِي بِصِلَةِ الْأَرْحَامِ وَكَسْرِ الْأَوْثَانِ وَأَنْ يُوَحَّدَ اللَّهُ لَا يُشْرَكُ بِهِ شَيْءٌ قُلْتُ لَهُ فَمَنْ مَعَكَ عَلَى هَذَا قَالَ حُرٌّ وَعَبْدٌ قَالَ وَمَعَهُ يَوْمَئِذٍ أَبُو بَكْرٍ وَبِلَالٌ مِمَّنْ آمَنَ بِهِ فَقُلْتُ إِنِّي مُتَّبِعُكَ قَالَ إِنَّكَ لَا تَسْتَطِيعُ ذَلِكَ يَوْمَكَ هَذَا أَلَا تَرَى حَالِي وَحَالَ النَّاسِ وَلَكِنْ ارْجِعْ إِلَى أَهْلِكَ فَإِذَا سَمِعْتَ بِي قَدْ ظَهَرْتُ فَأْتِنِي.... (رواه مسلم). 

Amru bin Abasah As-Sulami berkata, “Pada masa jahiliyah dulu, saya mengira bahwa manusia ketika itu berada dalam kesesatan. Mereka tidaklah memiliki sesuatu pun (yang patut dibanggakan), mereka saat itu menyembah berhala. Lalu saya mendengar tentang sosok seorang laki-laki di Makkah yang sedang menyampaikan beberapa kabar berita. Kemudian aku duduk di atas hewan tungganganku. Saya mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau di 'Ukadz, lalu aku bertanya, “Siapa tuan?” Beliau menjawab, “Seorang Nabi.” Aku bertanya lagi, “Nabi yang bagaimana?” Beliau menjawab, “Allah telah mengutusku.” Aku bertanya lagi, “Engkau diutus dengan apa?” Beliau menjawab, “Aku diutus untuk menyambung tali silaturahmi, menghancurkan berhala, dan agar Allah ditauhidkan dan tidak dipersekutukan.” Lalu aku bertanya lagi, "Siapakah orang yang menjadi pengikut Anda dalam perkara ini (Din Islam)?” Beliau menjawab, "Seorang yang merdeka dan juga sorang budak." Sementara saat itu beliau bersama Abu Bakar dan Bilal radhiyallahu ‘anhuma. Kemudian beliau bersabda kepadaku, "Pulanglah kamu hingga Allah menguatkan Rasul-Nya." Setelah itu, saya mendatangi beliau dan berkata, "Semoga Allah menjadikanku sebagai tebusanmu. Ajarkanlah aku sesuatu yang Anda ketahui sementara aku tidak mengetahuinya, ……” Kami katakan kepadanya: siapa-siapa pengikutnya?? Di jawab, hambah merdekakan dari budak-budak dan pada waktu itu ada Abu Bakar dn Bilal dan orang-orang yang beriman kepada-Nya. Terus kami katakan kepadanya: kami akan mengikuti kamu, di jawab: kamu tidak akan kuat. Tentu pada waktu itu tidakkah kami tahu keadaanku dan manusia di sekitarku, maka sekarang kembalilah ke ahlimu. Apabila kami dengar kalo kamu sudah kuat maka kembalilah ke sini lagi, sampai akhir hadits. Jelas Nabi memerintahkan silaturahim sebelum diwajibkannya shalat, zakat dan rukun-rukun Islam dan disandingkan dengan tauhid.

عَنْ أَبُو أَيُّوبَ أَنَّ أَعْرَابِيًّا عَرَضَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ فِي سَفَرٍ فَأَخَذَ بِخِطَامِ نَاقَتِهِ أَوْ بِزِمَامِهَا ثُمَّ قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَوْ يَا مُحَمَّدُ أَخْبِرْنِي بِمَا يُقَرِّبُنِي مِنْ الْجَنَّةِ وَمَا يُبَاعِدُنِي مِنْ النَّارِ قَالَ فَكَفَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ نَظَرَ فِي أَصْحَابِهِ ثُمَّ قَالَ لَقَدْ وُفِّقَ أَوْ لَقَدْ هُدِيَ قَالَ كَيْفَ قُلْتَ قَالَ فَأَعَادَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَعْبُدُ اللَّهَ لَا تُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا وَتُقِيمُ الصَّلَاةَ وَتُؤْتِي الزَّكَاةَ وَتَصِلُ الرَّحِمَ دَعْ النَّاقَةَ. (رواه مسلم). 

Abu Ayyub menceritakan bahwa seorang Badui menghalangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedangkan beliau dalam suatu perjalanan, lalu dia mengambil tali kendali untanya atau tali kekangnya, kemudian dia berkata, 'Wahai Rasulullah—atau wahai Muhammad, kabarkanlah kepadaku tentang sesuatu yang mendekatkanku dari surga dan sesuatu yang menjauhkanku dari neraka?' Perawi berkata, 'Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berhenti kemudian melihat para sahabat-sahabatnya, kemudian bersabda, "Dia telah diberi taufik atau telah diberi hidayah.' Dia bertanya, 'Apa yang kamu katakan?’ Perawi berkata, 'Lalu dia mengulanginya.' Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Kamu menyembah Allah, tidak mensyirikkan-Nya dengan sesuatu apa pun, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan menyambung tali silaturrahim, lalu tinggalkanlah unta tersebut'." Ini badui yang datang ingin sekali mendapat wasiat dari Rasul agar bisa dekat ke surga dan dijauhkan dari neraka. Maka Nabi menyebutkan ada 4 perkara:
  1. Bertauhid dan selalu berdoa agar terhindar dari kesyirikan. Ini adalah perkara yang besar.
  2. Shalat yang Allah wajibkan 5 kali dalam sehari semalam dan ini perkara yang besar setelah Tauhid.
  3. Zakat yang disamping shalat.
  4. Silaturahmi kepada kerabat-kerabat dan ini amalan yang penuh berkah yang bisa mendekatkan seorang hamba ke surga dan menjauhkan seorang hamba dari neraka dan Allah menyejajarkannya setelah tauhid, shalat, dan zakat dan ini menunjukkan betapa pentingnya silaturahmi.
 

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الرَّحِمَ شَجْنَةٌ مِنْ الرَّحْمَنِ فَقَالَ اللَّهُ مَنْ وَصَلَكِ وَصَلْتُهُ وَمَنْ قَطَعَكِ قَطَعْتُهُ. (رواه البخاري). 

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhuma dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda, "Sesungguhnya penamaan rahim itu diambil dari nama Allah: Ar-Rahman. Allah berfirman: Barangsiapa menyambungmu maka Akupun menyambungnya dan barangsiapa memutuskanmu maka Akupun akan memutuskannya."

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الرَّحِمُ شِجْنَةٌ فَمَنْ وَصَلَهَا وَصَلْتُهُ وَمَنْ قَطَعَهَا قَطَعْتُهُ. (رواه البخاري). 

Aisyah radhiyallahu ‘anha isteri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda, "Ar rahim (silaturahim) adalah syijnah (daun pohon yang rindang) barangsiapa menyambungnya maka aku akan menyambungnya dan barangsiapa memutuskannya maka akupun akan memutuskannya."

عَنْ أَبِي الْعَنْبَسِ ، قَالَ: " دَخَلْتُ عَلَى عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو فِي الْوَهْطِ ، يَعْنِي أَرْضًا لَهُ بِالطَّائِفِ ، فَقَالَ: عَطَفَ لَنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِصْبَعَهُ، فَقَالَ: الرَّحِمُ شُجْنَةٌ مِنَ الرَّحْمَنِ، مَنْ يَصِلْهَا يَصِلْهُ، وَمَنْ يَقْطَعْهَا يَقْطَعْهُ، لَهَا لِسَانٌ طَلْقٌ ذَلْقٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ". (رواه البخاري). 

Abu Al-Anbas berkata, "Aku mengunjungi Abdullah ibnu Umar di kampung Wahth—yakni tanahnya yang di Thaif—lalu berkata, 'Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam merapatkan jarinya kepadaku lalu bersabda, "Rahim adalah bagian dari Ar-Rahman (Yang Maha Pengasih). Barangsiapa menjalinnya (hubungan silaturrahim), maka Allah akan menyambungnya dan barangsiapa memutuskannya (hubungan silaturrahmi), maka Allah akan memutuskannya. Rahim mempunyai lisan yang fasih dan lancar pada hari kiamat nanti.” Rahim diambil dari nama Allah: Ar-Rahman sebagaimana dijelaskan di depan. Ar-Rahman kami jadikan rahim "ar-rahim nama ini kami ambil dari nama-Ku (kata Allah). Sesungguhnya ini adalah pengaruh/bekas dari pengaruh rohman (sifat Allah), maka berarti orang yang memutusnya berarti memutus Allah dan menutup pintu untuk mendapatkan rohmah. "qouluhu: laha lisanun tholqun dzulqu yaumal qiyamah" = yang dimaksud "ar-rohma" itu akan bangkit pada hari akhir nanti, berbicara fasih, jelas, meminta haknya  yang Allah janjikan pada waktu di dunia "hadza maqomul 'aailun minal 'athiatun" inilah tempat berlindung bagi rohim yang putus, dijawab oleh Allah: "iya". Kemudian Allah berfirman: bukankah kamu rela, Kami akan menyambung bagi orang yang menyambungmu, dan memutus bagi yang memutusmu, di jawab oleh Rahim: "iya". Kemudian Allah berfirman: "itu telah engkau miliki".

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ الرَّحِمَ شُجْنَةٌ مِنْ الرَّحْمَنِ تَقُولُ يَا رَبِّ إِنِّي قُطِعْتُ يَا رَبِّ إِنِّي أُسِيءَ إِلَيَّ يَا رَبِّ إِنِّي ظُلِمْتُ يَا رَبِّ قَالَ فَيُجِيبُهَا أَمَا تَرْضَيْنَ أَنْ أَصِلَ مَنْ وَصَلَكِ وَأَقْطَعَ مَنْ قَطَعَكِ. (رواه أحمد). 

Abu Hurairah berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya rahim penamaannya diambil dari Ar-Rahman. Rahim berkata, 'Wahai Rabb, sesungguhnya aku diputuskan, wahai Rabb sesungguhnya aku telah dijahati wahai Rabb, wahai Rabb sesungguhnya aku dizhalimi wahai Rabb.' Rasulullah bersabda, "Lalu Allah menjawabnya, 'Tidakkah engkau ridla jika Aku menyambung orang yang menyambungmu dan memutuskan orang yang memutuskanmu?"

عَنْ أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ. (رواه البخاري). 

Anas bin Malik bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Barangsiapa ingin lapangkan pintu rizqi untuknya dan dipanjangkan umurnya hendaknya ia menyambung tali silaturrahmi." عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَأَنْ يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ. (رواه البخاري).  Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Barangsiapa ingin dibentangkan pintu rezeki untuknya dan dipanjangkan ajalnya hendaknya ia menyambung tali silaturrahmi." Silaturahmi membuahkan di dunia dan akhirat. Di dunia = akan di lapangkan rezekinya dan di panjangkan umurnya. Di akhirat = mendapat kebahagiaan di akhirat (surga). Yang dimaksud dilapangkan rezekinya: di lapangkan dengan keberkahan termasuk hartanya.   “annasiah” = wa yunsa alahu fi atsarihi” = yakni diakhirkan ajalnya dan ditambah umurnya dalam arti sebenarnya. Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah = sebagian manusia berkata = yang dimaksud barokah di umurnya yang dilakukan dengan waktu yang singkat tapi hasilnya banyak, karena rezeki dan ajal (umur) sudah ditentukan, maka dikatakan kepada mereka yang dimaksud barokah ialah: tambahan dan amal dan manfaatnya dan ini juga termasuk ditentukan dan memperoleh hasil sempurna. Tahqiq sesungguhnya Allah menulis kepada hamba-Nya ajal dan rezeki di buku malaikat, apabila mendapat rahmat maka tambah tulisannya sebagaimana hadits:

أَنَّ آدم لَمَّا طَلَبَ مِنَ اللهِ أَنْ يُرَيَهُ صُوْرَةَ الأَنْبِيَاءِ مِنْ ذُرِّيَتِهِ فَأَرَاهُ إِيَاهُمْ فَرَأَى فِيْهِمْ رَجُلاً لَهُ بَصِيْصٌ فَقَالَ مَنْ هَذَا يَا رَبِّ؟ فَقَالَ ابْنُكَ دَاوُد فَقَالَ فَكَمْ عُمْرُهُ؟ قَالَ أَرْبَعِوْنَ سَنَةً قَالَ وَكَمْ عُمْرِيْ ؟ قَالَ أَلْفُ سَنَةٍ قَالَ فَقَدْ وَهَبْتُ لَهُ مِنْ عُمْرِي سِتِّينَ سَنَةً فَكَتَبَ عَلَيْهِ كِتَابٌ وَشَهِدَتْ عَلَيْهِ الْمَلاَئِكَةُ فَلَمَّا حَضَرَتِ الْوَفَاةُ قَالَ قَدْ بَقِيَ مِنْ عُمْرِي سِتُوْنَ سَنَةً قَالُوْا قَدْ وَهَبْتَهَا لإِبْنِكَ دَاوُدَ فَأَنْكَرَ ذَلِكَ فَأَخْرَجُوْا الْكِتَابَ قَالَ النَّبِيِّ: فنُسِّيَ آدَمُ فَنُسِّيَتْ ذُرِّيَّتُهُ وَجَحَدَ آدَمُ فَجَحَدَتْ ذُرِّيَّتُهُ. (رواه الترمذي). 

“Sesungguhnya Adam ketika meminta kepada Allah agar diperlihatkan kepadanya wajah-wajah para nabi dari keturunannya, maka Allah pun memperlihatkannya. Kemudian dia melihat seorang laki-laki yang memiliki cahaya. Adam bertanya, ”Ya Rabbi, siapakah ini?” Allah menjawab, ”Anakmu, Daud.” Lalu beliau bertanya lagi, ”Berapa umurnya?” Dijawab, ”Umurnya 40 tahun”, beliau bertanya lagi, ”Berapa umur saya?” Dijawab, ”Seribu tahun”, Adam berkata, ”Saya berikan enam puluh tahun umur saya kepadanya.” Maka ditulis atasnya suatu kitab yang disaksikan oleh malaikat. Sehingga ketika akan meninggal dia berkata, ”Umur saya masih tersisa enam puluh tahun.” Malaikat menjawab, ”Kamu telah memberikannya kepada anakmu Daud.” Lalu Adam mengingkarinya dan dikeluarkanlah kitab tadi. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Adam telah lupa, maka anak keturunannya pun (punya sifat) lupa. Dan Adam telah mengingkari, maka anak keturunannya pun (punya sifat) mengingkari.” [Riwayat Tirmidzi dalam tafsir Surat Al-A’raf dan dia berkata, ”Hadits ini hasan gharib dari jalan ini (11/196). Berkata Al-Arnauth dalam Jami’ul Ushul (2/141). Diriwayatkan oleh Al-Hakim, dan beliau menshahihkannya serta disepakati oleh Adz-Dzahabi. Syaikh Al-Albani menshahihkannya dalam Shahihul Jami’ No. 5209]   Allah menyempurnakan umur Adam dan Dawud. Dawud asalnya ditulis berumur 40 tahun kemudian ditambahi Adam menjadi 60 tahun. Ini senada dengan apa yang diriwayatkan Umar. Bahwa sesungguhnya dia berkata, “Ya Allah jika engkau menulis kepada kami celaka maka hapuslah dan tulis kepada kebahagiaan/keuntungan, sesungguhnya engkau mampu menghapus apa-apa yang engkau kehendaki dan menetapkan apa yang engkau kehendaki. Allah mengetahui apa yang ada dan apa yang tidak ada atau bagaimanapun yang terjadi atau yang akan terjadi. Allah mengetahui apa yang telah di tulis dan apa yang di tambahnya kepada hamba-Nya dan malaikat sendiri tidak tau, kecuali setelah Allah memberitahunya dan Allah mengetahui segala sesuatu sebelum ada dan sesudah ada.   Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ajal dibagi menjadi dua ajal muthlaq yang tahu cuma Allah dan ajal muqoyyat (terbatas) yang dijelaskan hadits diatas. Dari sini Allah perintahkan malaikat untuk menulis ajal kepada hamba dan berkata (Allah) jika orang itu menyambung maka ditambahnya sekian dan sekian dan malaikat juga tidak tahu ditambah apa tidak. Tapi Allah mengetahui apa yang di tetapkan kepadanya dan apabila datang ajal yang ditetapkan maka tidak bisa maju dan mundur.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَأَنْ يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ. (رواه البخاري). 

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhuma menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Barangsiapa ingin dibentangkan pintu rezeki untuknya dan dipanjangkan ajalnya hendaknya ia menyambung tali silaturrahmi."

عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَهَا إِنَّهُ مَنْ أُعْطِيَ حَظَّهُ مِنْ الرِّفْقِ فَقَدْ أُعْطِيَ حَظَّهُ مِنْ خَيْرِ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَصِلَةُ الرَّحِمِ وَحُسْنُ الْخُلُقِ وَحُسْنُ الْجِوَارِ يَعْمُرَانِ الدِّيَارَ وَيَزِيدَانِ فِي الْأَعْمَارِ. (رواه أحمد). 

Aisyah menceritakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya, "Orang yang diberi bagian dari sifat lemah lembut, maka dia telah diberi bagian dari dunia dan akhirat yang paling baik. Sedang silaturahmi, berakhlak dan bertetangga dengan baik, keduanya memakmurkan (surga) dan keduanya akan menambah kemakmuran."   Maka jelas silaturahmi ini mempunyai pengaruh yang terpuji penuh berkah kebaikan di dunia dan akhirat yang tidak bisa dihitung. Di antaranya dengan dilapangkannya rezeki dan tenangnya hati serta tambah umur dengan penuh berkah.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تَعَلَّمُوا مِنْ أَنْسَابِكُمْ مَا تَصِلُونَ بِهِ أَرْحَامَكُمْ فَإِنَّ صِلَةَ الرَّحِمِ مَحَبَّةٌ فِي الْأَهْلِ مَثْرَاةٌ فِي الْمَالِ مَنْسَأَةٌ فِي الْأَثَرِ. (رواه الترمذي). 

Abu Hurairah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, "Belajarlah dari nasab kalian yang dapat membantu untuk silaturrahmi karena silaturrahmi itu dapat membawa kecintaan dalam keluarga dan memperbanyak harta, serta dapat memperpanjang umur."

عَنِ ابْنِ عُمَرَ ، قَالَ: " مَنِ اتَّقَى رَبَّهُ، وَوَصَلَ رَحِمَهُ، نُسِّئَ فِي أَجَلِهِ، وَثَرَى مَالُهُ، وَأَحَبَّهُ أَهْلُهُ ". (رواه البخاري). 

Ibnu Umar berkata, "Barangsiapa takut kepada Tuhannya dan menjalin silaturrahim, maka diakhirkan ajalnya ditambahkan hartanya, dan dicintai keluarganya." Ibnu Umar berkata, "Barangsiapa takut kepada Tuhannya dan menjalin silaturrahim, maka diakhirkan ajalnya ditambahkan hartanya dan dicintai keluarganya." Orang yang menyambung silaturahmi adalah orang yang dicintai keluarga dan kerabatnya mendapatkan pujian dan kehormatan dan mendapatkan panjang umur dan menambah rezekinya (hartanya).

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ سُفْيَانُ لَمْ يَرْفَعْهُ الْأَعْمَشُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرَفَعَهُ حَسَنٌ وَفِطْرٌ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَيْسَ الْوَاصِلُ بِالْمُكَافِئِ وَلَكِنْ الْوَاصِلُ الَّذِي إِذَا قُطِعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا. (رواه البخاري). 

Abdullah bin 'Amru Sufyan mengatakan—Namun Al-A'masy tidak menyambungkannya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sedangkan Hasan dan Fithr menisbatkannya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam—bahwa beliau bersabda, "Orang yang menyambung silaturrahmi bukanlah orang yang memenuhi (kebutuhan) akan tetapi orang yang menyambung silaturrahmi adalah orang yang menyambungnya kembali ketika tali silaturrahmi itu sempat diputus."   Jadi, penyambung silaturrahim bukanlah orang yang biasa memenuhi kewajiban silaturahim biasa atau membalas hubungan dengan kerabat yang memang masih terjalin. Dikatakan menyambung silaturrahim yang sebenarnya ialah apabila seseorang diputus/didiamkan keluarga atau kerabatnya kemudian berusaha menyambungnya kembali. Menyambung hal yang semacam ini tentu terasa sangat berat. Tetapi, karena rasa takut kepada Allah dan adzab-Nya serta mengharapkan pahala-Nya sangat mungkin dilakukan oleh orang yang beriman. Manusia dalam hal ini ada tiga macam:
  1. Al-Washil.Orang mengutamakan untuk menyambung silaturahmi sekalipun tidak ada yang mau silaturahimke dirinya. Bahkan dirinya diputuskan hubungan kekerabatannya dan disakiti, tetapi tetap berusaha menyambungnya kembali.
  2. Al-Mukafi. Orang yang biasa-biasa saja. Bukan pemutus silaturahmi, tetapi juga hanya bersilaturrahim kepada yang melakukannya juga.Sekedar membalasnya.
  3. Al-Qathi’un.Orang yang memutus silaturahmi kepada keluarga/kerabat karena satu dan lain hal.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَجُلًا قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ لِي قَرَابَةً أَصِلُهُمْ وَيَقْطَعُونِي وَأُحْسِنُ إِلَيْهِمْ وَيُسِيئُونَ إِلَيَّ وَأَحْلُمُ عَنْهُمْ وَيَجْهَلُونَ عَلَيَّ فَقَالَ لَئِنْ كُنْتَ كَمَا قُلْتَ فَكَأَنَّمَا تُسِفُّهُمْ الْمَلَّ وَلَا يَزَالُ مَعَكَ مِنْ اللَّهِ ظَهِيرٌ عَلَيْهِمْ مَا دُمْتَ عَلَى ذَلِكَ. (رواه مسلم). 

Abu Hurairah menceritakan bahwasanya ada seorang laki-laki pernah berkata, "Ya Rasulullah, saya mempunyai kerabat. Saya selalu berupaya untuk menyambung silaturahim kepada mereka, tetapi mereka memutuskannya. Saya selalu berupaya untuk berbuat baik kepada mereka, tetapi mereka menyakiti saya. Saya selalu berupaya untuk lemah lembut terhadap mereka, tetapi mereka tak acuh kepada saya." Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 'Jika benar seperti apa yang kamu katakan, maka kamu seperti memberi makan mereka debu yang panas, dan selama kamu berbuat demikian maka pertolongan Allah akan selalu bersamamu.'” Dalam hadits tersebut dikisahkan sikap seseorang yang gemar menyambung silaturahim. Dia diputuskan hubungan oleh kerabatnya, tetapi tetap disambungnya. Begitu masih disakiti juga oleh kerabatnya, bukan dapat balasan yang baik. Sudah bersikap baik dalam berucap dan berbuat tetapi dibalas dengan jelek oleh kerabatnya. Begitu juga meski dia berlaku lembut tapi mendapatkan balasan sikap yang keras, celaan, dan ungkapan-ungkapan orang jahiliyah. Inilah keutamaan orang yang menyambung ketika silaturrahim diputus pihak lain, bahkan keadaannya seperti orang yang memberi makan orang dengan debu yang panas. Seorang Washil tidak akan mendapat mudhorot dari pihak yang memusuhinya. Sama sekali. Bahkan mendapat keutamaan dari Allah dan pahala yang besar. Hal ini ditunjukkan oleh hadits di atas: tidak henti-hentinya pertolongan dari Allah. Allah akan menjaganya. Ini menunjukkan Allah mencintainya dan memuliakan di sisi-Nya.

عَنِ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ قَالَ جَاءَ أَعْرَابِيٌّ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ عَلِّمْنِي عَمَلًا يُدْخِلُنِي الْجَنَّةَ فَقَالَ لَئِنْ كُنْتَ أَقْصَرْتَ الْخُطْبَةَ لَقَدْ أَعْرَضْتَ الْمَسْأَلَةَ أَعْتِقْ النَّسَمَةَ وَفُكَّ الرَّقَبَةَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَوَلَيْسَتَا بِوَاحِدَةٍ قَالَ لَا إِنَّ عِتْقَ النَّسَمَةِ أَنْ تَفَرَّدَ بِعِتْقِهَا وَفَكَّ الرَّقَبَةِ أَنْ تُعِينَ فِي عِتْقِهَا وَالْمِنْحَةُ الْوَكُوفُ وَالْفَيْءُ عَلَى ذِي الرَّحِمِ الظَّالِمِ فَإِنْ لَمْ تُطِقْ ذَلِكَ فَأَطْعِمْ الْجَائِعَ وَاسْقِ الظَّمْآنَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنْ الْمُنْكَرِ فَإِنْ لَمْ تُطِقْ ذَلِكَ فَكُفَّ لِسَانَكَ إِلَّا مِنْ الْخَيْرِ. (رواه أحمد). 

Al-Bara` bin 'Azib menceritakan bahwa seorang Arab badui mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, "Wahai Rasulullah, ajarkanlah kepadaku suatu amalan yang dapat memasukkanku ke dalam surga." Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Jika kau meringkas khutbah, maka sungguh kamu telah memaparkan masalah. Hendaknya kau bebaskan satu jiwa dan merdekakan satu budak!" Laki-laki itu bertanya, "Wahai Rasulullah, bukankah hal itu sama saja?" Beliau menjawab, "Tidak. Nasamah (membebaskan satu jiwa) berarti kamu sendiri yang membebaskanya. Sedangkan fakkur raqabah (memerdekakan budak) adalah kamu menolong budak tersebut dalam memerdekakan dirinya. Wakafkanlah tanah untuk pertanian/perkebunan, atau berikan harta fai` (rampasan dari musuh tanpa melalui peperangan) kepada kerabat yang zhalim. Jika kamu tidak mampu melakukannya, maka berilah makan orang yang lapar, berikanlah minum kepada orang yang kehausan, menyuruh kepada kebaikan serta mencegah kemungkaran. Tetapi, jika kamu tetap tidak mampu juga, maka tahanlah lisanmu, kecuali untuk mengatakan kebaikan." Sangking pentingnya menjaga silaturahim, syariat menetapkan tetap harus menyambungnya walaupun kerabat itu zhalim. Bisa jadi orang tersebut dikenal zhalim kepadanya atau kepada orang lain. Dengan silaturrahim terus didekati dan diziarahi diharapkan akan bisa menghentikan atau minimal mengurangi kezhalimannya atau menekan kejahatan-kejahatannya. Berbeda jika malah diputus sama sekali, kadang-kadang malah bisa jadi tambah parah. Silaturahmi kepada orang yang zhalim adalah perwujudan dalam mengamalkan ayat dan hadits ini:

وَلَا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ 

Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.” (Fushilat: 34).

عَنْ مُحَمَّدَ بْنَ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ أَخْبَرَهُ أَنَّ أَبَاهُ أَخْبَرَهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَاطِعُ رَحِمٍ. (رواه مسلم). 

Muhammad bin Jubair bin Muth'im mendapatkan kabar dari ayahnya bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Tidak masuk surga orang yang memutuskan silaturrahmi."   Hadits di atas menjelaskan tentang dosa besar. Peringatan yang kuat bagi orang yang suka memutus kerabat dan membawa kesialan dan kemudharatan karena akan diadzab oleh Allah di dunia dan akhirat. Ungkapan ‘tidak akan masuk surga orang-orang yang memutus silaturrahim’. Hal ini bisa dua makna. Pertama; kekal di dalam neraka, bagi orang yang meyakini bahwa halal memutuskan kekerabatan. Kedua; mereka yang merusak silaturrahim tapi tidak menghalalkan perbuatannya tidak akan masuk surga hingga orang-orang muslim/mukmin yang benar-benar & berlomba-lomba pada kebaikan, menjaga ketaatan dan menjauhi maksiat/dosa telah masuk surga terlebih dahulu. Mungkin juga mereka melewati siksa dulu di neraka sebelum masuk surga karena mereka orang-orang yang berbuat maksiat selain syirik dan kufur. Mereka di akhirat hukumnya terserah Allah, jika Allah menghendaki disiksa ya disiksa, jika Allah menghendaki diampuni ya diampuni. Yang jelas mereka tidak kekal di dalam neraka.

عَنِ أَبِيْ أَيُّوبَ سُلَيْمَانُ مَوْلَى عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ، قَالَ: جَاءَنَا أَبُو هُرَيْرَةَ عَشِيَّةَ الْخَمِيسِ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ، فَقَالَ: " أُحَرِّجُ عَلَى كُلِّ قَاطِعِ رَحِمٍ لَمَا قَامَ مِنْ عِنْدِنَا، فَلَمْ يَقُمْ أَحَدٌ حَتَّى قَالَ ثَلاثًا، فَأَتَى فَتًى عَمَّةً لَهُ قَدْ صَرَمَهَا مُنْذُ سَنَتَيْنِ، فَدَخَلَ عَلَيْهَا، فَقَالَتْ لَهُ: يَا ابْنَ أَخِي، مَا جَاءَ بِكَ؟ قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ ، يَقُولُ كَذَا وَكَذَا، قَالَتِ: ارْجِعْ إِلَيْهِ فَسَلْهُ: لِمَ قَالَ ذَاكَ؟ قَالَ: سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: إِنَّ أَعْمَالَ بَنِي آدَمَ تُعْرَضُ عَلَى اللَّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى عَشِيَّةَ كُلِّ خَمِيسٍ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ، فَلا يَقْبَلُ عَمَلَ قَاطِعِ رَحِمٍ ". (رواه البخاري). 

Abu Ayyub Sulaiman—pelayan Utsman bin Affan—berkata, "Abu Hurairah datang kepada kami pada Kamis sore, malam Jum'at lalu berkata,' Aku akan mendesak setiap orang yang memutuskan silaturrahim jika ia berdiri di antara kita'. Maka tidak seorang pun yang berdiri, hingga Abu Hurairah mengulanginya sebanyak tiga kali. Lalu datanglah seorang pemuda yang sudah dua tahun tidak berbicara kepada bibinya. Lalu ia datang kepada bibinya, dan sang bibi pun berkata, 'Wahai anak saudaraku! Apa yang membuatmu datang ke sini?' Pemuda itu berkata,' Aku mendengar Abu Hurairah berkata begini dan begitu'. Si Bibi membalas, 'Kembalilah kepada Abu Hurairah dan tanyakan mengapa ia berkata demikian?' Abu Hurairah berkata, bahwa dia mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 'Sesungguhnya seluruh amal bani Adam dihadapkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala setiap Kamis sore malam Jumat. Namun tidak akan diterima suatu amal perbuatan orang yang memutuskan tali silaturrahim'. " Abu Hurairah tidak senang pada waktu itu yakni hari yang amal sedang di tunjukkan kepada Allah kalau ada di antara mereka ada yang memutus rahim. Disampaikanlah kepada hadirin agar segera disambung. Berdirilah salah satu dari mereka menyatakan taubat dan datang ke bibiknya yang selama ini diputus selama dua tahun untuk disambungkan kembali.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تُفْتَحُ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ يَوْمَ الِاثْنَيْنِ وَيَوْمَ الْخَمِيسِ فَيُغْفَرُ لِكُلِّ عَبْدٍ لَا يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا إِلَّا رَجُلًا كَانَتْ بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَخِيهِ شَحْنَاءُ فَيُقَالُ أَنْظِرُوا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا أَنْظِرُوا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا أَنْظِرُوا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا. (رواه مسلم). 

Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya pintu-pintu surga dibuka pada hari Senin dan kamis. Semua dosa hamba yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu akan diampuni, kecuali bagi orang yang antara dia dan saudaranya terdapat kebencian dan perpecahan." Lalu dikatakan, 'Tangguhkanlah dua orang ini hingga mereka berdamai! Tangguhkanlah dua orang ini hingga mereka berdamai! Tangguhkanlah kedua orang ini hingga mereka berdamai!'” Kalau kepada sesama kaum muslimin yang umum saja tidak boleh maka bagaimana kepada kerabat. Tentu tidak diragukan lagi akibatnya lebih berbahaya dan dosanya lebih besar.

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ ، أَنَّهُ قَالَ: " احْفَظُوا أَنْسَابَكُمْ، تَصَلُوا أَرْحَامَكُمْ، فَإِنَّهُ لا بُعْدَ بِالرَّحِمِ إِذَا قَرُبَتْ، وَإِنْ كَانَتْ بَعِيدَةً، وَلا قُرْبَ بِهَا إِذَا بَعُدَتْ، وَإِنْ كَانَتْ قَرِيبَةً، وَكُلُّ رَحِمٍ آتِيَةٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَمَامَ صَاحِبِهَا، تَشْهَدُ لَهُ بِصِلَةٍ إِنْ كَانَ وَصَلَهَا، وَعَلَيْهِ بِقَطِيعَةٍ إِنْ كَانَ قَطَعَهَا ". (رواه البخاري). 

Ibnu Abbas berkata, "Peliharalah nasabmu, sambunglah tali silaturrahimmu, karena rahim tidak menjadi jauh apabila kamu mendekatinya—sekalipun rahim itu jauh—dan rahim tidak menjadi dekat apabila kamu menjauhinya—sekalipun rahim itu dekat. Setiap rahim akan datang pada hari kiamat di hadapan pemiliknya, seraya memberikan kesaksian di hadapan Allah, jika dia menjalin silaturrahim, maka Rahim menyebut pemiliknya sebagai orang yang menyambungnya dan jika dia memutuskannya maka dikatakannya termasuk orang yang memutuskannya." Silaturahmi atau menjaga hubungan kekerabatan adalah wajib. Itu tidak akan sempurna kecuali mengetahui silsilah nasab. Mengetahui silsilah adalah wajib sebagaimana kaidah:

‌مَا ‌لَا ‌يَتِمُّ ‌الْوَاجِبُ إلَّا بِهِ فَهُوَ وَاجِبٌ،

“wa ma la yatimul wajibu illa bihi fahuwa wajib—hal wajib yang tidak bisa sempurna kecuali dengan sesuatu maka sesuatu itu pun wajib hukumnya”. Kalau kita tidak tahu silsilah nasabnya lantas bagaimana cara menyambung hubungan kerabat? Karena itu wajib bagi orang tua untuk memberitahukan kepada anak-anaknya tentang kerabat-kerabatnya. Karena silaturrahim wajib maka mengetahui nasab/silsilah juga wajib.

فَإِنَّهُ لا بُعْدَ بِالرَّحِمِ إِذَا قَرُبَتْ، وَإِنْ كَانَتْ بَعِيدَةً، وَلا قُرْبَ بِهَا إِذَا بَعُدَتْ، وَإِنْ كَانَتْ قَرِيبَةً 

Maksudnya tidak ada istilah jauh karena jarak dan tempat. Walaupun jauh tempatnya tapi kalau didekati dengan silaturahmi dengan hati yang lembut maka pasti jadi dekat. Tentu dekat hati lebih sempurna apalagi dekat tempat juga serta perasaan.

وَكُلُّ رَحِمٍ آتِيَةٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَمَامَ صَاحِبِهَا، تَشْهَدُ لَهُ بِصِلَةٍ إِنْ كَانَ وَصَلَهَا، وَعَلَيْهِ بِقَطِيعَةٍ إِنْ كَانَ قَطَعَهَا

Kelak pada hari kiamat Rahim akan menjadi saksi apa yang dilakukan oleh pemiliknya. Saksi tersebut bisa memberatkan dan bisa meringankan. Kalau di dunia pemiliknya menyambung silaturahmi maka Rahim akan rela. Dengan begitu Allah akan menyambung orang yang menyambungkannya. Apabila orangnya memutusnya maka Rahim pun akan bersaksi dan tidak rela. Akibatnya Allah akan memutus orang yang memutusnya. Demikian sebagai yang sudah dijelaskan di depan. Intinya hendaknya kita menyambung silaturrahim kepada orang-orang yang memutuskan kekerabatan kita. Sungguh keutamaan dan pahalanya amatlah agung.   Disadur oleh Al-Ustadz Abu Nida Chomsaha Shofwan, Lc., dari buku Ahaditsul Akhlaq halaman 68-81 karya Syaikh Abdurrazzaq bin Abdil Muhsin al-‘Abad terbitan Darul Imam Muslim Publishing tahun 1441. Edited by @rimoesta  

Author