PENTINGNYA ISHLAH DAN MANFAATNYA
Nabi menjelaskan pentingnya ishlah dan manfaatnya dalam banyak riwayat hadits. Bahwa ishlah akan menghasilkan kedekatan dan kecondongan di antara jiwa kaum muslimin. Dalam hadits disebutkan juga bahwa shalat dan puasa itu termasuk ibadah yang utama. Tetapi, ibadahnya hanya untuk yang mengerjakan. Sementara sedekah bermanfaat di dunia juga. Dan, sebaik-baik sedekah adalah melakukan ishlah. Jadi Islah sangat bermanfaat yang besar: menghilangkan perpecahan dan melenyapkan bahaya yang besar yang sifatnya seperti mencukur agama (mengurangi pahala kita). Jadi keutamaan ishlah seperti shalat, puasa dan sedekah.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ مُحَمَّدٍ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَ أَحَادِيثَ مِنْهَا وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّ سُلَامَى مِنْ النَّاسِ عَلَيْهِ صَدَقَةٌ كُلَّ يَوْمٍ تَطْلُعُ فِيهِ الشَّمْسُ قَالَ تَعْدِلُ بَيْنَ الِاثْنَيْنِ صَدَقَةٌ وَتُعِينُ الرَّجُلَ فِي دَابَّتِهِ فَتَحْمِلُهُ عَلَيْهَا أَوْ تَرْفَعُ لَهُ عَلَيْهَا مَتَاعَهُ صَدَقَةٌ قَالَ وَالْكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ صَدَقَةٌ وَكُلُّ خُطْوَةٍ تَمْشِيهَا إِلَى الصَّلَاةِ صَدَقَةٌ وَتُمِيطُ الْأَذَى عَنْ الطَّرِيقِ صَدَقَةٌ. (رواه مسلم) 

Abu Hurairah menyebutkan bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, "Setiap anggota tubuh manusia memiliki keharusan sedekah pada setiap harinya. Mendamaikan dua orang yang berselisih adalah sedekah. Menolong orang yang naik kendaraan atau menolong mengangkatkan barangnya ke atas kendaraan pun termasuk sedekah. Ucapan atau tutur kata yang baik juga sedekah. Setiap langkah yang Anda ayunkan untuk menunaikan shalat juga sedekah. Dan, menyingkirkan sesuatu yang membahayakan di jalanan umum adalah sedekah." Dalam hadits tersebut ada istilah “ta’dil bainal itsnaini”. Yang dimaksud dengan pahala ishlah di antara dua orang yang sedang berselisih disebut sebagai “sedekah”, karena orang yang sedang berselisih mempunyai akibat permusuhan dan pengaruh yang jelek. Perlu disampaikan cerita Abu Bakar dengan Misthah bin Utsatsah. Misthah adalah sepupu Abu Bakar, anak dari bibi beliau. Dia termasuk Muhajirin bersama para shahabat. Dia miskin tidak punya harta sehingga selama itu Abu Bakar yang memberinya nafkah. Abu Bakar memang dikenal sebagai orang yang baik dan suka bersedekah apalagi kepada keluarga dekatnya. Suatu ketika pada kasus fitnah terhadap Aisyah istri Rasulullah si Misthah terlibat. Misthah ketahuan ikut menyebarkan berita bohong tentang Ummul Mukminin Aisyah. Abu Bakar sebagai ayah dari Aisyah jadi marah hingga bersumpah dan memutuskan tidak akan mau membantu lagi selamanya. Kemudian Allah pun menurunkan ayat Al-Bara’ah yang membersihkan nama Ummul Mukminin Aisyah. Allah nyatakan Aisyah bersih dari tuduhan keji dan hina tersebut. Hal ini menjadi obat bagi hati ibu-ibu mukminat hingga menjadi tenang Kembali. Allah juga menerima tobatnya orang-orang yang ikut membicarakan Ummul Mukminin dari kalangan mukminin. Ada yang ditegakkan hukuman bagi mereka yang terlibat. Abu Bakar—sosok yang Allah berikan keutamaan dan nikmat—merasa kasihan kepada keluarga dekatnya, Misthah. Beliau pun bertobat dari ucapan sumpahnya. Allah menerima tobatnya. Misthah pun dihukum. Turunlah ayat:

وَلَا يَأْتَلِ أُوْلُوا الْفَضْلِ مِنكُمْ وَالسَّعَةِ أَن يُؤْتُوا أُوْلِي الْقُرْبَى وَالْمَسَاكِينَ وَالْمُهَاجِرِينَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلْيَعْفُوا وَلْيَصْفَحُوا أَلَا تُحِبُّونَ أَن يَغْفِرَ اللَّهُ لَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ 

Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka mema'afkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang [1033].” (An-Nur: 22) [1033] Ayat ini berhubungan dengan sumpah Abu Bakar  bahwa dia tidak akan memberi apa-apa kepada kerabatnya ataupun orang lain yang terlibat dalam menyiarkan berita bohong tentang diri 'Aisyah. Maka turunlah ayat ini melarang beliau melaksanakan sumpahnya itu dan menyuruh mema'afkan dan berlapang dada terhadap mereka sesudah mendapat hukuman atas perbuatan mereka itu. Dalam ayat tersebut menekan bahwa hukuman/balasan itu sesuai dengan perbuatannya. Sebagaimana orang yang memaafkan pun suatu saat akan dimaafkan juga. Orang yang membebaskan pihak lain dari kesalahan-kesalahan maka suatu saat akan diperlakukan seperti itu. Mendengar turunnya ayat tersebut maka Abu Bakar pun berkata, “Demi Allah kami saling mencintai, wahai Tuhan kami. Maka ampunilah kami.” Abu Bakar kemudian menemui Misthah dan kembali memberi nafkah seperti semula. Ini adalah cerita yang agung. Sangat penting dan mendesak disebarkan di kalangan orang-orang yang berselisih/berseteru. Ini bukti yang nyata bahwa ishlah mempunyai pengaruh yang besar.

عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ أُنَاسًا مِنْ بَنِي عَمْرِو بْنِ عَوْفٍ كَانَ بَيْنَهُمْ شَيْءٌ فَخَرَجَ إِلَيْهِمْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي أُنَاسٍ مِنْ أَصْحَابِهِ يُصْلِحُ بَيْنَهُمْ فَحَضَرَتْ الصَّلَاةُ وَلَمْ يَأْتِ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَجَاءَ بِلَالٌ فَأَذَّنَ بِلَالٌ بِالصَّلَاةِ وَلَمْ يَأْتِ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَجَاءَ إِلَى أَبِي بَكْرٍ فَقَالَ إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حُبِسَ وَقَدْ حَضَرَتْ الصَّلَاةُ فَهَلْ لَكَ أَنْ تَؤُمَّ النَّاسَ فَقَالَ نَعَمْ إِنْ شِئْتَ فَأَقَامَ الصَّلَاةَ فَتَقَدَّمَ أَبُو بَكْرٍ ثُمَّ جَاءَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَمْشِي فِي الصُّفُوفِ حَتَّى قَامَ فِي الصَّفِّ الْأَوَّلِ فَأَخَذَ النَّاسُ بِالتَّصْفِيحِ حَتَّى أَكْثَرُوا وَكَانَ أَبُو بَكْرٍ لَا يَكَادُ يَلْتَفِتُ فِي الصَّلَاةِ فَالْتَفَتَ فَإِذَا هُوَ بِالنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرَاءَهُ فَأَشَارَ إِلَيْهِ بِيَدِهِ فَأَمَرَهُ أَنْ يُصَلِّيَ كَمَا هُوَ فَرَفَعَ أَبُو بَكْرٍ يَدَهُ فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ ثُمَّ رَجَعَ الْقَهْقَرَى وَرَاءَهُ حَتَّى دَخَلَ فِي الصَّفِّ وَتَقَدَّمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصَلَّى بِالنَّاسِ فَلَمَّا فَرَغَ أَقْبَلَ عَلَى النَّاسِ فَقَالَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِذَا نَابَكُمْ شَيْءٌ فِي صَلَاتِكُمْ أَخَذْتُمْ بِالتَّصْفِيحِ إِنَّمَا التَّصْفِيحُ لِلنِّسَاءِ مَنْ نَابَهُ شَيْءٌ فِي صَلَاتِهِ فَلْيَقُلْ سُبْحَانَ اللَّهِ فَإِنَّهُ لَا يَسْمَعُهُ أَحَدٌ إِلَّا الْتَفَتَ يَا أَبَا بَكْرٍ مَا مَنَعَكَ حِينَ أَشَرْتُ إِلَيْكَ لَمْ تُصَلِّ بِالنَّاسِ فَقَالَ مَا كَانَ يَنْبَغِي لِابْنِ أَبِي قُحَافَةَ أَنْ يُصَلِّيَ بَيْنَ يَدَيْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. (رواه البخاري) 

Sahal bin Sa'ad radhiyallahu ‘anhu menceritakan bahwa orang-orang di kalangan suku Bani 'Amru bin 'Auf bin Al-Harits telah terjadi masalah di antara mereka. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama sebagian sahabatnya mendatangi mereka untuk menyelesaikan masalah yang terjadi. Ketika Bilal mengumandangkan adzan untuk shalat ternyata Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam belum juga datang. Akhirnya Bilal menemui Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu seraya berkata, "Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah tertahan, sedangkan waktu shalat sudah masuk, apakah engkau bersedia memimpin orang-orang untuk shalat berjama'ah? Abu Bakar menjawab, "Ya bersedia, jika kamu menghendaki." Bilal kemudian mengumandangkan iqamat. Abu Bakar pun maju untuk memimpin shalat. Tak lama kemudian datang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berjalan di tengah-tengan shaf hingga berdiri di shaf pertama. Orang-orang memberi isyarat dengan bertepuk tangan hingga semakin ramai sedangkan Abu Bakar tidak bereaksi dalam shalatnya. Ketika orang-orang yang memberi tepukan semakin banyak Abu Bakar berbalik. Ternyata ada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di belakangnya, lalu Beliau memberi isyarat dengan tangan Beliau untuk memerintahkan Abu Bakar meneruskan shalat seperti semula. Abu Bakar kemudian mengangkat kedua tangannya memuji Allah dan menyucikan-Nya. Kemudian dia mundur hingga masuk di barisan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun maju untuk memimpin shalat berjama'ah. Setelah selesai beliau berbalik menghadap jama'ah seraya bersabda, "Wahai sekalian manusia, jika kalian mendapatkan sesuatu dalam shalat, mengapa kalian melakukannya dengan bertepuk tangan? Sesungguhnya bertepuk tangan itu adalah isyarat yang biasa dilakukan kaum wanita. Barangsiapa mendapatkan sesuatu yang keliru dalam shalat hendaklah mengucapkan subhanallah. Tidaklah seseorang mendengar ucapan subhanallah kecuali dia harus memperhatikannya. Wahai Abu Bakar apa yang menghalangimu ketika aku sudah memberi isyarat kepadamu agar meneruskannya, mengapa kamu tidak melanjutkan shalat bersama orang banyak?” Abu Bakar menjawab, "Tidak selayaknya bagi putra Abu Quhafah memimpin shalat di hadapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam."

فَأَتَاهُمْ لِيُصْلِحَ بَيْنَهُمْ بَعْدَ الظُّهْرِ فَقَالَ لِبِلَالٍ إِنْ حَضَرَتْ صَلَاةُ الْعَصْرِ وَلَمْ آتِكَ فَمُرْ أَبَا بَكْرٍ فَلْيُصَلِّ بِالنَّاسِ فَلَمَّا حَضَرَتْ الْعَصْرُ أَذَّنَ بِلَالٌ ثُمَّ أَقَامَ ثُمَّ أَمَرَ أَبَا بَكْرٍ فَتَقَدَّمَ. (رواه أبوا داود) 

Rasulullah menemui mereka setelah shalat Dzuhur untuk mendamaikan mereka. Beliau bersabda kepada Bilal, "Apabila waktu shalat ‘Ashr telah tiba, sedang aku belum datang kepadamu, maka suruhlah Abu Bakar mengerjakan shalat bersama orang-orang." Setelah waktu ‘Ashr tiba, Bilal mengumandangkan adzan dan menyerukan iqamah, setelah itu menyuruh Abu Bakar untuk maju jadi imam."

عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ قَالَ مَا كَانَ لِعَلِيٍّ اسْمٌ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ أَبِي تُرَابٍ وَإِنْ كَانَ لَيَفْرَحُ بِهِ إِذَا دُعِيَ بِهَا جَاءَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْتَ فَاطِمَةَ عَلَيْهَا السَّلَام فَلَمْ يَجِدْ عَلِيًّا فِي الْبَيْتِ فَقَالَ أَيْنَ ابْنُ عَمِّكِ فَقَالَتْ كَانَ بَيْنِي وَبَيْنَهُ شَيْءٌ فَغَاضَبَنِي فَخَرَجَ فَلَمْ يَقِلْ عِنْدِي فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِإِنْسَانٍ انْظُرْ أَيْنَ هُوَ فَجَاءَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هُوَ فِي الْمَسْجِدِ رَاقِدٌ فَجَاءَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ مُضْطَجِعٌ قَدْ سَقَطَ رِدَاؤُهُ عَنْ شِقِّهِ فَأَصَابَهُ تُرَابٌ فَجَعَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَمْسَحُهُ عَنْهُ وَهُوَ يَقُولُ قُمْ أَبَا تُرَابٍ قُمْ أَبَا تُرَابٍ. (رواه البخاري) 

Sahl bin Sa'd berkata, "Tidak ada julukan yang paling disukai Ali selain Abu Turab. Dia sangat senang bila dipanggil dengan nama tersebut. Suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam datang ke rumah Fatimah 'alaihas salam, namun beliau tidak menjumpai Ali di rumahnya. Beliau bertanya, “Di manakah anak pamanmu?” Fatimah menjawab, 'Sebenarnya antara saya dan dia lagi ada permasalahan. Dia memarahiku. Setelah itu ia keluar dan enggan beristirahat siang di sini.' Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada seseorang, 'Lihatlah, di manakah dia berada!' Tidak lama kemudian orang tersebut datang dan berkata, 'Wahai Rasulullah, sekarang dia tengah tidur di masjid.' Setelah itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatangi Ali yang sedang berbaring, sementara kain selendangnya jatuh dari lambungnya hingga banyak debu yang menempel di badannya. Kemudian Rasulullah mengusapnya seraya bersabda, 'Bangunlah wahai Abu Turab! Bangunlah wahai Abu Turab! ' Orang yang mempunyai kelebihan dalam keutamaan pun kadang mengalami perselisihan. Berselisih dengan sesama teman dan kadang ada masalah juga dengan istri-istrinya. Perselisihan atau lagi marah bahkan kadang-kadang sampai minta keluar dari rumah mereka adalah wajar; manusiawi. Hal itu tidaklah menurunkan martabatnya. Adalah kemuliaan akhlak Rasulullah dan keindahan dalam bermuamalah dengan keluarganya dan ketawadhuan beliau. Beliau mementingkan dan menjaga perdamaian untuk akhirnya mencari ridha Allah. Ketika mengetahui ada masalah dengan putri dan menantunya beliau pun mendatangi Ali di masjid. Demi dilihatnya Ali tengah tertidur maka dengan lembut Rasul mengulurkan tangannya di dada Ali. Dibersihkannya debu yang ada di dada menantunya dengan demikian tenanglah jiwanya.

عَنْ عَائِشَةَ تَقُولُ سَمِعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَوْتَ خُصُومٍ بِالْبَابِ عَالِيَةٍ أَصْوَاتُهُمَا وَإِذَا أَحَدُهُمَا يَسْتَوْضِعُ الْآخَرَ وَيَسْتَرْفِقُهُ فِي شَيْءٍ وَهُوَ يَقُولُ وَاللَّهِ لَا أَفْعَلُ فَخَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيْهِمَا فَقَالَ أَيْنَ الْمُتَأَلِّي عَلَى اللَّهِ لَا يَفْعَلُ الْمَعْرُوفَ قَالَ أَنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ فَلَهُ أَيُّ ذَلِكَ أَحَبَّ. (رواه مسلم) 

'Aisyah berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mendengar suara pertikaian di dekat pintu rumahnya. Suaranya keras sekali. Ternyata gara-gara salah satu dari mereka meminta keringanan atas utangnya dan minta ditangguhkan. Namun pemilik piutang justru berkeras, ‘Demi Allah, saya tidak akan pernah memenuhinya!" Mendengar itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam segera keluar menemui mereka berdua seraya bersabda, ‘Siapa tadi yang bersumpah untuk tidak akan berbuat kebajikan?’ Laki-laki tersebut menjawab, ‘Saya wahai Rasulullah.’ Beliau bersabda, ‘Manakah (di antara keduanya) yang lebih patut dicintai?!"

عَنْ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ كَعْبِ بْنِ مَالِكٍ أَخْبَرَهُ عَنْ أَبِيهِ أَنَّهُ تَقَاضَى ابْنَ أَبِي حَدْرَدٍ دَيْنًا كَانَ لَهُ عَلَيْهِ فِي عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْمَسْجِدِ فَارْتَفَعَتْ أَصْوَاتُهُمَا حَتَّى سَمِعَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ فِي بَيْتِهِ فَخَرَجَ إِلَيْهِمَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى كَشَفَ سِجْفَ حُجْرَتِهِ وَنَادَى كَعْبَ بْنَ مَالِكٍ فَقَالَ يَا كَعْبُ فَقَالَ لَبَّيْكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَأَشَارَ إِلَيْهِ بِيَدِهِ أَنْ ضَعْ الشَّطْرَ مِنْ دَيْنِكَ قَالَ كَعْبٌ قَدْ فَعَلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قُمْ فَاقْضِهِ. (رواه مسلم) 

Abdullah bin Ka'b bin Malik mengabarkan dari Ayahnya bahwa pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dirinya pernah menagih utang kepada Ibnu Abu Hadrad di masjid. Suara mereka berdua sangat keras sehingga terdengar oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sedang berada di rumahnya. Lantas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar menemui keduanya hingga tirai kamarnya tersingkap. Beliau kemudian memanggil Ka'ab bin Malik, beliau bersabda, "Wahai Ka'ab." Dia menjawab, "Ya, wahai Rasulullah." Kemudian beliau mengisyaratkan dengan tangannya (untuk membebaskan separuh dari utangnya), "Bebaskanlah separuh dari utangmu." Ka'ab pun menjawab, "Saya telah melakukannya wahai Rasulullah." Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu bersabda kepada Ibnu Abu Hadra, "Berdiri dan bayarlah!"

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَ أَحَادِيثَ مِنْهَا وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اشْتَرَى رَجُلٌ مِنْ رَجُلٍ عَقَارًا لَهُ فَوَجَدَ الرَّجُلُ الَّذِي اشْتَرَى الْعَقَارَ فِي عَقَارِهِ جَرَّةً فِيهَا ذَهَبٌ فَقَالَ لَهُ الَّذِي اشْتَرَى الْعَقَارَ خُذْ ذَهَبَكَ مِنِّي إِنَّمَا اشْتَرَيْتُ مِنْكَ الْأَرْضَ وَلَمْ أَبْتَعْ مِنْكَ الذَّهَبَ فَقَالَ الَّذِي شَرَى الْأَرْضَ إِنَّمَا بِعْتُكَ الْأَرْضَ وَمَا فِيهَا قَالَ فَتَحَاكَمَا إِلَى رَجُلٍ فَقَالَ الَّذِي تَحَاكَمَا إِلَيْهِ أَلَكُمَا وَلَدٌ فَقَالَ أَحَدُهُمَا لِي غُلَامٌ وَقَالَ الْآخَرُ لِي جَارِيَةٌ قَالَ أَنْكِحُوا الْغُلَامَ الْجَارِيَةَ وَأَنْفِقُوا عَلَى أَنْفُسِكُمَا مِنْهُ وَتَصَدَّقَا. (رواه مسلم) 

Abu Hurairah dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan beberapa hadits yang di antaranya adalah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Ada seseorang yang membeli tanah dari orang lain, lalu orang yang membeli tanah itu menemukan guci berisi emas dari dalam tanah yang telah dibelinya. Orang yang membeli tanah itu berkata kepada penjualnya, 'Ambillah emasmu dari tanah yang aku beli ini, sebab aku hanya membeli tanah darimu, dan tidak membeli emasmu.' Sedangkan orang yang menjual tanah berkata, 'Yang aku jual kepadamu adalah tanah berikut isinya, oleh karena itu, jika kamu mendapati emas, maka itu sudah menjadi hakmu.' Akhirnya kedua orang tersebut pergi menemui seseorang untuk meminta keputusan antara mereka berdua. Lalu orang yang dimintai keputusan bertanya kepada keduanya, 'Apakah kalian berdua memiliki anak?' Seorang di antara mereka menjawab, 'Ya, aku memiliki anak laki-laki', dan yang satunya menjawab, 'Ya, aku juga memiliki anak perempuan'. Kemudian orang yang dimintai keputusan itu berkata, 'Sebaiknya nikahkan saja anak laki-laki dan anak perempuan kalian berdua. Setelah itu, belanjakanlah emas tersebut untuk kepentingan kalian, dan bersedekahlah untuk diri kalian berdua." Tampak pada kisah hadits kedua yang terlibat sama-sama mempunyai sikap kehati-hatian. Takut tidak adil, akhirnya keduanya berhukum kepada seorang hakim. Hakim itu justru menanyakan apakah keduanya punya anak? Ketika keduanya mempunyai anak masing-masing lelaki dan perempuan maka hakim menyarankan agar dikawinkan saja anak keduanya. Sehingga emas temua tersebut dijadikan mas kawin dan nafkah keluarga anaknya. Hilanglah perselisihan dan berlanjutlah perdamaian bahkan kebaikan yang agung.

عَنْ عَوْفُ بْنُ مَالِكِ بْنِ الطُّفَيْلِ هُوَ ابْنُ الْحَارِثِ وَهُوَ ابْنُ أَخِي عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِأُمِّهَا أَنَّ عَائِشَةَ حُدِّثَتْ أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ الزُّبَيْرِ قَالَ فِي بَيْعٍ أَوْ عَطَاءٍ أَعْطَتْهُ عَائِشَةُ وَاللَّهِ لَتَنْتَهِيَنَّ عَائِشَةُ أَوْ لَأَحْجُرَنَّ عَلَيْهَا فَقَالَتْ أَهُوَ قَالَ هَذَا قَالُوا نَعَمْ قَالَتْ هُوَ لِلَّهِ عَلَيَّ نَذْرٌ أَنْ لَا أُكَلِّمَ ابْنَ الزُّبَيْرِ أَبَدًا فَاسْتَشْفَعَ ابْنُ الزُّبَيْرِ إِلَيْهَا حِينَ طَالَتْ الْهِجْرَةُ فَقَالَتْ لَا وَاللَّهِ لَا أُشَفِّعُ فِيهِ أَبَدًا وَلَا أَتَحَنَّثُ إِلَى نَذْرِي فَلَمَّا طَالَ ذَلِكَ عَلَى ابْنِ الزُّبَيْرِ كَلَّمَ الْمِسْوَرَ بْنَ مَخْرَمَةَ وَعَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ الْأَسْوَدِ بْنِ عَبْدِ يَغُوثَ وَهُمَا مِنْ بَنِي زُهْرَةَ وَقَالَ لَهُمَا أَنْشُدُكُمَا بِاللَّهِ لَمَّا أَدْخَلْتُمَانِي عَلَى عَائِشَةَ فَإِنَّهَا لَا يَحِلُّ لَهَا أَنْ تَنْذِرَ قَطِيعَتِي فَأَقْبَلَ بِهِ الْمِسْوَرُ وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ مُشْتَمِلَيْنِ بِأَرْدِيَتِهِمَا حَتَّى اسْتَأْذَنَا عَلَى عَائِشَةَ فَقَالَا السَّلَامُ عَلَيْكِ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ أَنَدْخُلُ قَالَتْ عَائِشَةُ ادْخُلُوا قَالُوا كُلُّنَا قَالَتْ نَعَم ادْخُلُوا كُلُّكُمْ وَلَا تَعْلَمُ أَنَّ مَعَهُمَا ابْنَ الزُّبَيْرِ فَلَمَّا دَخَلُوا دَخَلَ ابْنُ الزُّبَيْرِ الْحِجَابَ فَاعْتَنَقَ عَائِشَةَ وَطَفِقَ يُنَاشِدُهَا وَيَبْكِي وَطَفِقَ الْمِسْوَرُ وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ يُنَاشِدَانِهَا إِلَّا مَا كَلَّمَتْهُ وَقَبِلَتْ مِنْهُ وَيَقُولَانِ إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَمَّا قَدْ عَلِمْتِ مِنْ الْهِجْرَةِ فَإِنَّهُ لَا يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ فَوْقَ ثَلَاثِ لَيَالٍ فَلَمَّا أَكْثَرُوا عَلَى عَائِشَةَ مِنْ التَّذْكِرَةِ وَالتَّحْرِيجِ طَفِقَتْ تُذَكِّرُهُمَا نَذْرَهَا وَتَبْكِي وَتَقُولُ إِنِّي نَذَرْتُ وَالنَّذْرُ شَدِيدٌ فَلَمْ يَزَالَا بِهَا حَتَّى كَلَّمَتْ ابْنَ الزُّبَيْرِ وَأَعْتَقَتْ فِي نَذْرِهَا ذَلِكَ أَرْبَعِينَ رَقَبَةً وَكَانَتْ تَذْكُرُ نَذْرَهَا بَعْدَ ذَلِكَ فَتَبْكِي حَتَّى تَبُلَّ دُمُوعُهَا خِمَارَهَا. (رواه البخاري) 

'Auf bin Malik bin Ath Thufail—yaitu Ibnu Al Harits—adalah anak saudara seibu Aisyah istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mendapatkan kabar bahwa Abdullah bin Zubair berkata tentang penjualan rumah atau pemberian yang diberikan Aisyah kepadanya. Abdullah berkata, "Demi Allah, Aisyah segera membatalkan penjualan rumah atau aku akan menjauhi dirinya." Aisyah berkata, "Apakah dia (Ibnu Zubair) mengatakan seperti itu?" Mereka berkata, "Ya." Aisyah berkata, "Demi Allah, saya bernadzar untuk tidak berbicara kepada Ibnu Zubair selamanya." Maka Ibnu Zubair pun meminta maaf kepada Aisyah lama didiamkan. Namun Aisyah tetap berkata, "Tidak, demi Allah, aku tidak akan memaafkannya dan tidak pula menghentikan nadzarku." Ketika hal itu dirasakan Ibnu Zubair cukup lama, maka Ibnu Zubair berkata kepada Miswar bin Makhramah dan Abdurrahman bin Al-Aswad bin Abdu Yaghuts keduanya dari Kabilah Zuhrah, "Aku bersumpah atas nama Allah, ketika kalian berdua memasukkanku ke rumah Aisyah, sesungguhnya tidak halal baginya bernadzar untuk memutuskan tali silaturrahmi." Lantas Miswar dan Abdurrahman pergi menemui Aisyah dengan mengenakan mantelnya, kemudian keduanya meminta izin kepada Aisyah, katanya; "Assalamu 'alaiki warahmatullahi wabarakutuh. Apakah aku boleh masuk?" Aisyah menjawab, "Masuklah kalian." Mereka berkata, "Kami semua." Aisyah menjawab, "Ya, kalian semua." Aisyah tidak tahu kalau Ibnu Zubair juga ada bersama mereka berdua, ketika mereka masuk rumah, Ibnu Zubair pun masuk ke dalam ruangan Aisyah, dan langsung memeluknya. Setelah itu Ibnu Zubair pun menasihati Aisyah sambil menangis, kemudian Miswar dan Abdurrahman juga ikut menasihatinya. Keduanya berkata, "Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang untuk mendiamkan orang lain sebagaimana yang telah engkau ketahui, sesungguhnya tidak halal bagi seorang muslim mendiamkan saudaranya melebihi tiga hari." Ketika nasihat itu mengalir terus kepada Aisyah, Aisyah segera ingat mengenai nadzarnya dan menangis, katanya, "Sesungguhnya aku telah bernadzar yang sangat berat.” Keduanya masih saja seperti itu hingga Aisyah berkata kepada Ibnu Zubair. Setelah itu Aisyah membebaskan empat puluh budak karena nadzarnya. Ketika ingat nadzarnya Aisyah pun menangis sehingga air matanya membasahi jilbabnya." Aisyah radhiyallahu ‘anhu adalah Ummul Mukminin yang mempunyai ilmu, faqih, punya wawasan, dan selalu tadabbur. Abdullah bin Zubair ialah anak saudarinya, Asma’. Tatkala mendengar tentang Aisyah akan menyedekahkan harta yang banyak Ibnu Zubair protes. Ibnu Zubair akan menjauhinya kalau Aisyah tidak membatalkannya. Kalimat ini adalah berat karena Aisyah adalah bibinya dan mempunyai ilmu, faham/faqih yang sangat tidak layak dikatakan seperti itu. Ketika berita itu sampai ke telinganya, Aisyah sempat menanyakan kebenarannya. Ketika tahu itu benar adanya Aisyah pun bernadzar untuk tidak mau berbicara dengan Ibnu Zubair selamanya. Hal ini didorong oleh saking sakit hatinya. Aisyah pun mendiamkannya sebagaimana yang disumpahkannya. Sahabat Miswar bin Makhramah dan Abdurrahman bin Aswad bin Abdu Yaqub keduanya dari Bani Zahrah berbincang masalah perselisihan antara Ummul Mukminin Aisyah dan Zubair. Keduanya kemudian berusaha menemui Ummul Mukminin Aisyah untuk mengadakan ishlah. Mereka minta izin untuk bertemu di rumah Aisyah. Mereka jadi bertiga dengan bergabungnya Ibnu Zubair. Mereka masuk setelah dipersilakan Aisyah. Aisyah tidak tahu dan tidak diberi tahu kalua Bersama Miswar ada Ibnu Zubair. Setelah ketiganya di dalam maka Ibnu Zubair pun memeluk Aisyah hingga menangis ketika ingat sumpahnya. Miswar dan Abdur Rahman mengingatkan keduanya, Aisyah dan Ibnu Zubair pun saling memaafkan. artikel ini merupakan kelanjutan dari artikel DAMAIKANLAH SAUDARAMU YANG BERSELISIH! (1)   Disadur oleh Al-Ustadz Abu Nida Chomsaha Shofwan, Lc., dari buku Ahaditsul Akhlaq halaman 186-200 karya Syaikh Abdurrazzaq bin Abdil Muhsin al-‘Abad terbitan Darul Imam Muslim Publishing tahun 1441. Edited by @rimoesta

Author