SERI ADAB ISLAM 13 : ADAB-ADAB BERPAKAIAN DAN BERHIAS BAG.2
وَقُل لِّلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ....
Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka,.... (An-Nuur : 31). Firman Allah : dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya, yaitu pakaian yang tampak yang berlaku dalam adat kebiasaan yang seringkali mereka kenakan jika pakaian tersebut bukan pakaian yang akan menimbulkan fitnah. Demikian yang dikatakan oleh Ibnu Sa’di (Taisir al-Karimir Rahman fii Tafsir Kalamil Mannan (V/410)). Yaitu pakaian zhahir. Kemudian Allah berfirman : dan janganlah menampakkan perhiasannya, yaitu yang bathin, kecuali kepada suami-suami mereka, bapak-bapak dan anak-anak mereka... dan seterusnya. Pakaian bathin itu seperti wajah, leher, perhiasan dan dua telapak tangan. Dari sini diketahui bahwa wajah termasuk bagian dari perhiasan bathin yang haram bagi wanita muslimah menampakkannya kecuali kepada mereka yang Allah kecualikan di dalam ayat di atas. Kemudian Allah berfirman :....وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِن زِينَتِهِنَّ....
....Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan,.... (An-Nuur : 31). Yaitu janganlah mereka memukulkan kaki-kaki mereka ke tanah agar perhiasan yang mereka kenakan itu berbunyi, seperti gelang-gelang kaki dan selainnya, sehingga perhiasan yang dimilikinya itu bisa diketahui, yang akhirnya menjadi wasilah (perantara) kepada fitnah. (Tafsir Ibnu Sa’di (V/412)). 9. Diharamkan Memakai Pakaian Yang Bersalib Atau Bergambar Diriwayatkan :عَنْ الْقَاسِمِ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّهَا اشْتَرَتْ نُمْرُقَةً فِيهَا تَصَاوِيرُ فَقَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْبَابِ فَلَمْ يَدْخُلْ فَقُلْتُ أَتُوبُ إِلَى اللَّهِ مِمَّا أَذْنَبْتُ قَالَ مَا هَذِهِ النُّمْرُقَةُ قُلْتُ لِتَجْلِسَ عَلَيْهَا وَتَوَسَّدَهَا قَالَ إِنَّ أَصْحَابَ هَذِهِ الصُّوَرِ يُعَذَّبُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يُقَالُ لَهُمْ أَحْيُوا مَا خَلَقْتُمْ وَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ لَا تَدْخُلُ بَيْتًا فِيهِ الصُّورَةُ. (رواه البخاري)
dari Al Qasim dari Aisyah radliallahu 'anha bahwa dia telah membeli numruqah (bantal yang digunakan untuk duduk) yang ada gambarnya. Nabi shallallahu 'alaihi wasallampun berdiri di depan pintu dan tidak masuk ke dalam rumah. maka saya bertanya; "Wahai Rasulullah, aku bertaubat kepada Allah, sebenarnya dosa apa yang telah aku perbuat?" beliau bersabda: "Bantal apakah ini?" Dia menjawab; "Aku telah membelinya agar anda duduk di atasnya atau anda jadikan sebagai bantal." Beliau bersabda: "Sesungguhnya orang yang menggambar gambar ini akan disiksa pada Hari Kiamat. Dikatakan kepada mereka; 'Hidupkan yang telah kalian buat, ' (beliau bersabda): "Sesungguhnya malaikat tidak akan masuk ke dalam rumah yang ada gambarnya." (HR.Al-Bukhari (no.5500), Muslim (no.2107), Ahmad (no.25559), dan Malik (no.1803)). Imam an-Nawawi mengatakan : Para ulama mengatakan : Sebab terhalangnya mereka (yaitu malaikat) dari rumah yang di dalamnya terdapat gambar karena keberadaaannya adalah perbuatan maksiat yang keji, dan di dalamnya ada unsur penyerupaan terhadap makhluk ciptaan Allah, dan sebagian dari gambar tersebut adalah gambar yang disembah selain Allah. (Syarh Muslim (jilid VII (XIV/69))).عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حِطَّانَ أَنَّ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا حَدَّثَتْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَكُنْ يَتْرُكُ فِي بَيْتِهِ شَيْئًا فِيهِ تَصَالِيبُ إِلَّا نَقَضَهُ. (رواه البخاري)
dari 'Imran bin Hithan bahwa Aisyah radliallahu 'anhu telah menceritakan kepadanya bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidak pernah meninggalkan (gambar) salib melainkan beliau akan menghancurkannya." (HR.Al-Bukhari (no.5496), Ahmad (no.23740), dan Abu Dawud (no.4151)). Masalah : Apakah sah shalat seseorang yang mengenakan pakaian bergambar atau salib?? Jawab : Lajnah Da’imah berkata dalam salah satu fatwanya : Seseorang tidak boleh mengerjakan shalat dengan menggunakan pakaian yang bergambar makhluk bernyawa, baik itu gambar manusia, burung, hewan-hewan ternak atau selainnya yang bernyawa. Dan seorang muslim juga tidak boleh mengenakannya diluar shalat. Namun, seseorang yang shalat dengan mengenakan pakaian bergambar makhluk bernyawa, maka shalatnya tetap sah akan tetapi ia berdosa, jika ia mengetahui hukum syar’i. (Fatawaal-Lajnah ad-Da’imah (no.5611)(VI/179), dan (no.2615)(VI/183). 10. disunnahkan mendahulukan yang kanan ketika mengenakan pakaian dan semisalnya Dalilnya adalah hadits riwayat Muslim :عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُحِبُّ التَّيَمُّنَ فِي شَأْنِهِ كُلِّهِ فِي نَعْلَيْهِ وَتَرَجُّلِهِ وَطُهُورِهِ. (رواه مسلم)
dari Aisyah dia berkata, "Rasulullah menyukai mendahulukan bagian kanan dalam segala tindakanya, dalam memakai sandal, menyikat rambut, dan bersuci." (HR. Muslim (no.396), Ahmad (no.24106), at-Tirmidzi (no.608), an-Nasa’i (no.421), Abu Dawud (no.4140), Ibnu Majah (no.401)). Imam an-Nawawi berkata : Ini adalah kaidah baku dalam syari’at, yaitu apabila suatu amalan tergolong sebagai penghormatan dan pemuliaan, seperti mengenakan pakaian, celana, sepatu, masuk masjid, siwak,bercelak,memotong kuku,memendekkan kumis,menyisir rambut, mencabut bulu ketiak, mencukur rambut, salam dan shalat, membasuh anggota wudhu, keluar dari WC, makan dan minum, bersalaman, mencuim hajar aswad, dan selainnya dari perkara-perkara yang masuk ke dalam makna tadi disunnahkan mendahulukan yang kanan. Adapun perkara yang merupakan kebalikan dari yang telah disebutkan, seperti masuk WC, keluar dari masjid, membuang ingus, Istinja’, (membersihkan qubul atau dubur setelah buang hajat), melepas baju, celana dan sepatu, dan semisalnya yang disunnahkan mendahulukan bagian yang kiri, dan semua itu dilakukan untuk memuliakan bagian yang kanan. (Syarh Muslim (Jilid II (III/131))). 11. Sunnah Ketika Memakai Sandal Sunnah ini disebutkan dalam hadits :عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا انْتَعَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَبْدَأْ بِالْيَمِينِ وَإِذَا نَزَعَ فَلْيَبْدَأْ بِالشِّمَالِ لِيَكُنْ الْيُمْنَى أَوَّلَهُمَا تُنْعَلُ وَآخِرَهُمَا تُنْزَعُ. (رواه البخاري)
dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Apabila salah seorang dari kalian memakai sandal, hendaknya memulai dengan yang kanan, dan apabila melepas hendaknya mulai dengan yang kiri, supaya yang kanan pertama kali mengenakan sandal dan yang terakhir melepasnya." (HR.Al-Bukhari (no.5407) Muslim (no.2907), Ahmad (no.7753), at-Tirmidzi (no.1779), Abu Dawud (no.4139), Ibnu Majah (no.3616), dan Malik (no.1702)). Dimakruhkan bagi seorang muslim berjalan dengan memakai satu sandal. Diriwayatkan :خَرَجَ إِلَيْنَا أَبُو هُرَيْرَةَ فَضَرَبَ بِيَدِهِ عَلَى جَبْهَتِهِ فَقَالَ أَلَا إِنَّكُمْ تَحَدَّثُونَ أَنِّي أَكْذِبُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِتَهْتَدُوا وَأَضِلَّ أَلَا وَإِنِّي أَشْهَدُ لَسَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِذَا انْقَطَعَ شِسْعُ أَحَدِكُمْ فَلَا يَمْشِ فِي الْأُخْرَى حَتَّى يُصْلِحَهَا. (رواه مسلم)
Abu Hurairah suatu hari keluar menemui kami, lalu dia memukul keningnya seraya berkata; 'Ketahuilah! Apakah kalian mengatakan bahwa aku berdusta atas nama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam agar kalian mendapat petunjuk sedangkan aku tersesat? Ketahuilah! sesungguhnya aku bersaksi bahwa aku telah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Apabila tali sandal salah seorang di antara kalian terputus, maka janganlah kalian berjalan dengan sebelah sandal hingga kalian memperbaikinya terlebih dahulu. (HR. Muslim (no.3915), Ahmad (no.9199), an-Nasa’i (no.5369)). Dan :عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَمْشِي أَحَدُكُمْ فِي نَعْلٍ وَاحِدَةٍ لِيُحْفِهِمَا جَمِيعًا أَوْ لِيُنْعِلْهُمَا جَمِيعًا. (رواه البخاري)
dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Janganlah salah seorang dari kalian berjalan dengan satu sandal, hendaknya ia melepas semua atau memakai semua." (HR.Al-Bukhari (no.5408), Muslim (no.2098), Ahmad (no.7302), at-Tirmidzi (no.1774), Abu Dawud (no.4136), Ibnu Majah (no.3617), dan Malik (no.1701)). Syaikh al-Albani dalam as-Silsilah ash-Shahihah membawakan hadits yang diriwayatkan oleh ath-Thahawi dalam Musykilul Atsar :عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : (إِنَّ الشَّيْطَانَ يَمْشِيْ فِيْ النَّعْلِ الْوَاحِدَةِ).
dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Sesungguhnya syetan berjalan dengan mengenakan satu sandal. (Syaikh al-Albani berkata setelah menyebutkan sanadnya : Sanad-sanad hadits ini shahih dan seluruh perawinya tsiqah (terpercaya) yang digunakan oleh asy-Syaikhain selain ar-Rab’ bin Sulaiman al-Muradi, dan ia adalah perawi yang tsiqah. Lihat as-Silsilah ash-Shahihah (no.348)(I/616-617)). Berdasarkan hadits ini jelaslah bagi kita akan sebab larangan Nabi berjalan dengan satu sandal, yakni hal itu merupakan cara jalannya syetan. Apabila hal itu telah shahih dalam syari’at Islam maka kita tidak perlu membebani diri menguak sebab dari larangan tersebut. Faidah : Termasuk perkara yang disunnahkan adalah bertelanjang kaki (kadang-kadang) yaitu berjalan dengan tidak memakai alas kaki....قَالَ فَضَالَةَ: إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَنْهَانَا عَنْ كَثِيرٍ مِنْ الْإِرْفَاهِ قَالَ فَمَا لِي لَا أَرَى عَلَيْكَ حِذَاءً قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْمُرُنَا أَنْ نَحْتَفِيَ أَحْيَانًا. (رواه أبوا داود)
....Fadhalah menjawab, "Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah melarang kita untuk bermewah-mewah." Fadhalah lalu bertanya lagi, "Kenapa aku juga melihatmu tidak mengenakan sepatu?" ia menjawab, "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan untuk berjalan dengan tanpa alas kaki sesekali." (HR. Ahmad (no.23449), Abu Dawud (no.3629), dan ini adalah lafazh beliau, dan Syaikh al-Albani menshahihkannya)). 12. Do’a Yang Diucapkan Ketika Memakai Sesuatu Yang Baru Ada beberapa do’a yang disandarkan kepada Nabi yang beliau ucapkan ketika memakai sesuatu yang baru, di antaranya : a. Mengucapkan :اللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ كَسَوْتَنِيهِ أَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِهِ وَخَيْرِ مَا صُنِعَ لَهُ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّهِ وَشَرِّ مَا صُنِعَ لَهُ. (رواه أبوا داود)
'ALLAHUMMA LAKAL HAMDU ANTA KASAUTANI AS`ALUKA MIN KHAIRIHI WA KHAIRI MAA SHUNI'A LAHU WA A'UUDZU BIKA MIN SYARRIHI WA SYARRI MAA SHUNI'A LAHU (Ya Allah, hanya milik-Mu segala puji, Engkaulah yang memberikan pakaian ini kepadaku. Aku memohon kepada-Mu untuk memperoleh kebaikannya dan kebaikan yang terbuat karenanya (untuk beribadah dan ketaatan kepada Allah). Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatannya dan kejahatan yang terbuat karenanya (untuk bermaksiat kepada Allah). ' Diriwayatkan :عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا اسْتَجَدَّ ثَوْبًا سَمَّاهُ بِاسْمِهِ إِمَّا قَمِيصًا أَوْ عِمَامَةً ثُمَّ يَقُولُ اللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ كَسَوْتَنِيهِ أَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِهِ وَخَيْرِ مَا صُنِعَ لَهُ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّهِ وَشَرِّ مَا صُنِعَ لَهُ. (رواه أبوا داود)
shallallahu 'alaihi wasallam jika mencoba baju baru beliau memulai dengan menyebutkan namanya (baju tersebut), baik itu kemeja atau imamah (semacam surban yang diikatkan pada kepala). Kemudian beliau membaca doa: 'ALLAHUMMA LAKAL HAMDU ANTA KASAUTANI AS`ALUKA MIN KHAIRIHI WA KHAIRI MAA SHUNI'A LAHU WA A'UUDZU BIKA MIN SYARRIHI WA SYARRI MAA SHUNI'A LAHU (Ya Allah, hanya milik-Mu segala puji, Engkaulah yang memberikan pakaian ini kepadaku. Aku memohon kepada-Mu untuk memperoleh kebaikannya dan kebaikan yang terbuat karenanya (untuk beribadah dan ketaatan kepada Allah). Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatannya dan kejahatan yang terbuat karenanya (untuk bermaksiat kepada Allah). ' (HR. at-Tirmidzi (no.1767), Abu Dawud (no.3504), dan ini adalah lafazh riwayat beliau, dan Syaikh al-Albani menshahihkannya)). b. Mengucapkan :الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي كَسَانِي هَذَا الثَّوْبَ وَرَزَقَنِيهِ مِنْ غَيْرِ حَوْلٍ مِنِّي وَلَا قُوَّةٍ. (رواه أبوا داود)
'ALHAMDULILLAHIL LADZII KASAANII HADZA ATS TSAUBA WA RAZAQANIIHI MIN GHAIRI HAULIN MINNI WA LAA QUWWATIN (Segala puji bagi Allah yang telah memberikan pakaian ini kepadaku sebagai rizki, tanpa daya dan kekuatan dariku). Orang yang memakai pakaian baru disunnahkan mengucapkan : Membaca do’a :الْبَسْ جَدِيدًا وَعِشْ حَمِيدًا وَمُتْ شَهِيدًا. (رواه أحمد). (رواه أحمد)
"ILBAS JADIDAN WA 'ISY HAMIDAN WA MUT SYAHIDAN, (Pakailah pakaian yang baru, hiduplah dengan mulia dan matilah dengan mati syahid)."عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَى عَلَى عُمَرَ قَمِيصًا أَبْيَضَ فَقَالَ ثَوْبُكَ هَذَا غَسِيلٌ أَمْ جَدِيدٌ قَالَ لَا بَلْ غَسِيلٌ قَالَ الْبَسْ جَدِيدًا وَعِشْ حَمِيدًا وَمُتْ شَهِيدًا. (رواه ابن ماجة)
dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melihat Umar mengenakan pakaian putih, maka beliau pun bertanya, "Apakah pakaianmu ini habis di cuci atau benar-benar baru?" dia menjawab, "Tidak, akan tetapi bajuku habis di cuci." Beliau bersabda: "ILBAS JADIDAN WA 'ISY HAMIDAN WA MUT SYAHIDAN (Pakailah baju baru dan hiduplah dengan terhormat serta matilah sebagai syahid) '." (HR. Ahmad (no.5363), Ibnu Majah (no.3548),dan ini adalah lafazh beliau, dan Syaikh al-Albani menshahihkannya (no.2879)). Pakaian yang sudah dicuci : {Syaikh al-Albani berkata : Dalam riwayat lain dengan lafazh : جَدِيْدٌ (baru), Shahih Ibni Majah (III/188), cet.Maktabah al-Ma’arif, Riyadh, cet.I untuk cetakan yang baru, 1417H)). 13. Disunnahkannya Mengenakan Pakaian Putih (Untuk Laki-Laki) Masalah ini diterangkan dalam hadits :عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْبَسُوا مِنْ ثِيَابِكُمْ الْبَيَاضَ فَإِنَّهَا مِنْ خَيْرِ ثِيَابِكُمْ وَكَفِّنُوا فِيهَا مَوْتَاكُمْ.... (رواه أحمد)
dari Ibnu Abbas, ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Kenakanlah pakaian kalian yang berwarna putih karena ia adalah sebaik-baik pakaian, kafanilah orang yang mati di antara kalian..... (HR. Ahmad (no.2109), Abu Dawud (no.4061), Syaikh al-Albani berkata : Shahih. Ibnu Majah (no.1472),dan at-Tirmidzi (no.994)). Dan :عَنْ سَمُرَةَ بْنِ جُنْدُبٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيْكُمْ بِهَذِهِ الْبَيَاضِ فَلْيَلْبَسْهَا أَحْيَاؤُكُمْ وَكَفِّنُوا فِيهَا مَوْتَاكُمْ فَإِنَّهَا مِنْ خَيْرِ ثِيَابِكُمْ. (رواه أحمد)
dari Samurah bin Jundub ia berkata; Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasalam bersabda: "Berbusanalah kalian dengan kain putih dan kafanilah orang yang mati di antara kalian dengannya." (HR. Ahmad (no.19281), an-Nasa’i (no.5322), Syaikh al-Albani menshahihkannya (no.4915). Ibnu Majah (no.3567)). Dan kebalikan dari warna putih, Nabi melarang umatnya memakai pakaian mu’ashfar (pakaian yang diberi pewarna kuning) dan pakaian yang dicelup dengan warna merah. (Al-Mu’ashfar adalah kain yang dicelup dengan warna kuning. Dan Ibnu Hajar berkata : Kebanyakan warna kuning dicelup menjadi merah. (Lihat Fat-hul Bari (X/318)). Dalam hadits riwayat Muslim dijelaskan :عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ رَأَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيَّ ثَوْبَيْنِ مُعَصْفَرَيْنِ فَقَالَ أَأُمُّكَ أَمَرَتْكَ بِهَذَا قُلْتُ أَغْسِلُهُمَا قَالَ بَلْ أَحْرِقْهُمَا. (رواه مسلم)
dari 'Abdillah bin 'Amru ia berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah melihat saya sedang mengenakan dua potong pakaian yang bercelupkan warna kuning, maka beliau bersabda: "Apakah ibumu yang menyuruh seperti ini?" Aku berkata; Aku akan mencucinya, beliau bersabda: 'Jangan, akan tetapi bakarlah.' (HR. Muslim (no.3873), dan lafazh hadits ini menurut riwayat beliau, Ahmad (no.6477),dan an-Nasa’i (no.5316)). Masalah : Bagaimana menggabungkan antara larangan memakai pakaian yang dicelup warna merah dengan hadits shahih dalam riwayat al-Bukhari :عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ سَمِعَ الْبَرَاءَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرْبُوعًا وَقَدْ رَأَيْتُهُ فِي حُلَّةٍ حَمْرَاءَ مَا رَأَيْتُ شَيْئًا أَحْسَنَ مِنْهُ. (رواه البخاري)
dari Abu Ishaq dia mendengar Al Barra` radliallahu 'anhu berkata; "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam adalah seorang laki-laki yang berperawakan sedang (tidak tinggi dan tidak pendek), saya melihat beliau mengenakan pakaian merah, dan saya tidak pernah melihat orang yang lebih bagus dari beliau." (HR.Al-Bukhari (no.5400), Muslim (no.2337), Ahmad (no.1819), at-Tirmidzi (no.1724), an-Nasa’i (no.5060), Abu Dawud (no.4183)) ?? jawab : Bahwa larangan tersebut berlaku untuk pakaian yang murni (polos) berwarna merah, adapun jika pada pakaian tersebut terdapat gambar dari warna-warna lain maka hal itu tidak mengapa. Ibnu Hajar mengemukakan di dalam al-Fat-h tujuh pendapat tentang hukum mengenakan pakaian berwarna merah, kami menyebutkan pendapat yang kami anggap mendekati kebenaran dalam masalah ini (dan pendapat ini adalah pendapat yang kuat). Ibnul Qayyim berkata : Sebagian ulama mengenakan pakaian yang dicelup warna merah dan menyangka bahwa hal itu mengikuti Sunnah, ini adalah kekeliruan karena kain hullah yang berwarna merah terbuat dari burdah Yaman dan kain burdah tidak dicelup dengan warna merah polos. (Fat-hul Bari (X/319). Saya katakan : dan berdasarkan pendapat ini maka (pakaian asy-Syammagh merah) yang dikenakan oleh penduduk Nejd tidak masuk ke dalam larangan karena bukan merah yang dirubah. 14. Cincin Yang Dibolehkan Bagi Laki-Laki Laki-laki dibolehkan memakai cincin perak, bukan cincin emas, karena emas diharamkan bagi mereka. Dan tempat cincin disunnahkan di jari kelingking, berdasarkan hadits yang diriwayatkan :عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ صَنَعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَاتَمًا قَالَ إِنَّا اتَّخَذْنَا خَاتَمًا وَنَقَشْنَا فِيهِ نَقْشًا فَلَا يَنْقُشَنَّ عَلَيْهِ أَحَدٌ قَالَ فَإِنِّي لَأَرَى بَرِيقَهُ فِي خِنْصَرِهِ. (رواه البخاري)
dari Anas radliallahu 'anhu dia berkata; "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah membuat cincin, lalu beliau bersabda: 'Sesungguhnya kami telah membuat cincin yang kami ukir dengan suatu tulisan, maka janganlah salah seorang dari kalian mengukir seperti itu.' Anas melanjutkan; 'Sungguh saya pernah melihat kilatan dari cincin tersebut berada di jari manis beliau.' (HR.Al-Bukhari (no.5425), dan lafazh hadits ini menurut periwayatan beliau, Muslim (no.2092), Ahmad (no.12309), at-Tirmidzi (no.2718), an-Nasa’i (no.5210), Abu Dawud (no.4214)). Dan Nabi melarang seseorang memakai cincin di jari tengah dan jari telunjuk :عَنْ عَلِيٍّ قَالَ نَهَانِي يَعْنِي النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَجْعَلَ خَاتَمِي فِي هَذِهِ أَوْ الَّتِي تَلِيهَا لَمْ يَدْرِ عَاصِمٌ فِي أَيِّ الثِّنْتَيْنِ... (رواه مسلم)
dari 'Ali ia berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melarangku memakai cincinku di tempat ini atau sebelahnya lagi.-'Ashim (ia adalah Ashim bin Kulaib, salah seorang rawi hadits ini) tidak mengerti secara pasti tentang kedua jari tersebut.-.... (HR. Muslim (no.3910), Abu Dawud (no.4225) di dalam riwayat Abu Dawud adanya penyebutan secara jelas tentang jari-jari perawi merasa ragu, ia berkata : Dan beliau melarangku memakai cincin di jari ini dan ini, antara jari telunjuk dan jari tengah, Ashim merasa ragu). Berdasarkan hadits ini maka disunnahkan bagi orang yang ingin memakai cincin untuk memakainya di jari kelingking, dan dimakruhkan baginya memakai cincin tersebut di jari tengah dan jari setelahnya dan bentuk kemakruhannya adalah makruh tanzih (makruh yang sangat ditekankan untuk ditinggalkan). Imam an-Nawawi berkata : Adapun hukum dalam masalah ini menurut para ulama, mereka sepakat atas bolehnya memakai cincin di tangan kanan dan di tangan kiri, dan tidak ada kemakruhan di antara salah satu dari keduanya. Dan mereka berselisih tentang tangan yang lebih utama di antara keduanya. Mayoritas ulama salaf memakai cincin di tgangan kanan, dan banyak pula yang memakainya di tangan kiri.... (Syarh Muslim karya an-Nawawi (jilid VII (XIV/59)). Dan Ini adalah perkara yang lapang. Bersambung ke poin no.15-20. Digubah dan diringkas secara bebas oleh ustadz Abu Nida Chomsaha Shofwan, Lc., dari buku Kitabul ‘Adab karya Fuad bin Abdil Aziz asy-Syalhub.Author