SERI ADAB ISLAM 20 (TAMAT): ADAB-ADAB BERDO'A BAG.1
DALIL-DALIL : Allah ta’ala berfirman :

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ

Dan Tuhanmu berfirman: "Berdo'alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku [1327] akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina". (Al-Mukmin  : 60). [1327] Yang dimaksud dengan menyembah-Ku di sini ialah berdo'a kepada-Ku. Allah ta’ala berfirman :

أَمَّن يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوء ا.ا.ا.ا.ا

Atau siapakah yang memperkenankan (do'a) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdo'a kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan... (An-Naml  : 62). Allah ta’ala berfirman :

ادْعُواْ رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً إِنَّهُ لاَ يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ

Berdo'alah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas [549]. (Al-A’raf  : 55). [549] Maksudnya: melampaui batas tentang yang diminta dan cara meminta. Dan Nabi ﷺ bersabda :

لَا يَرُدُّ الْقَضَاءَ إِلَّا الدُّعَاءُ وَلَا يَزِيدُ فِي الْعُمْرِ إِلَّا الْبِرُّ. (رواه الترمذي)

"Tidak ada yang dapat mencegah takdir kecuali do'a dan tidak ada yang bisa menambah umur kecuali amal kebajikan." (HR. at-Tirmidzi dalam kitab al-Qadar ‘an Rasulilah, bab Yaruddul Qadar illad Du’a (no.2065)). Ia berkata : Hadits hasan gharib. Diantara Adab-Adab Berdo’a 1. Do’a Adalah Ibadah Allah ta’ala berfieman :

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ

Dan Tuhanmu berfirman: "Berdo'alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku [1327] akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina". (Al-Mukmin  : 60). [1327] Yang dimaksud dengan menyembah-Ku di sini ialah berdo'a kepada-Ku. Merupakan dalil yang paling kuat dan jelas yang menunjukkan bahwa do’a tidak boleh ditujukan kecuali hanya kepada Allah. Nabi ﷺ telah berdalil dengan ayat ini dalam menyatakan bahwa do’a adalah bentuk ibadak kepada Allah. Disebutkan dalam hadis :

عَنْ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ الدُّعَاءُ هُوَ الْعِبَادَةُ ثُمَّ قَرَأَ وَقَالَ رَبُّكُمْ {ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ}. (رواه الترمذي)

dari An Nu'man bin Basyir berkata: Aku mendengar nabi Shallallahu 'alaihi wa Salam bersabda: "Doa adalah ibadah" kemudian beliau membaca: "Dan Rabbmu berfirman: 'Berdoalah kepadaKu, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembahKu akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina." (Al Mu`min: 60) (HR. at-Tirmidzi (no.3170). Ia berkata : Hadits hasan shahih, Ibnu Majah (no.3828)). 2. Keutamaan berdo’a Ibnul Qoyyim mengatakan : Sebagian ahli ma’rifah mengatakan : Aku mempunyai kebutuhan kepada Allah, lalu aku memohon kepada-Nya, da dibukakan kepadaku dari munajatku kepada-Nya dan ma’rifahku (pengetahuanku), kerendahan diriku di hadapan-Nya, dan berkeluh kesahnya aku dihadapan-Nya, dan segala sesuatu yang ketentuan-Nya dilahirkan kepadaku, dan hal tersebut berlaku secara terus menerus bagiku. (Tahdzib madarijis saalikin, Tahdzib ‘Abdul Mu’min al-‘arabi, cet. Al-Maktabah al-‘Ilmiyyah (hal.328)). Diantara keutamaan do’a, bahwa do’a dapat menahan takdir dan ketentuan Allah, seperti yang telah diriwayatkan dalam hadis yang shahih bahwa beliau bersabda :

عَنْ سُلَيْمَانَ التَّيْمِيِّ عَنْ أَبِي عُثْمَانَ النَّهْدِيِّ عَنْ سَلْمَانَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَرُدُّ الْقَضَاءَ إِلَّا الدُّعَاءُ وَلَا يَزِيدُ فِي الْعُمْرِ إِلَّا الْبِرُّ. (رواه الترمذي)

dari Salman dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidak ada yang dapat mencegah takdir kecuali do'a dan tidak ada yang bisa menambah umur kecuali amal kebajikan." (HR. at-Tirmidzi dalam kitab al-Qadar ‘an Rasulilah, bab Yaruddul Qadar illad Du’a (no.2065)). Ia berkata : Hadits hasan gharib. Syaikh al-Albani mencantumkannya dalam as-Silsilah ash-Shahihah (no.154)). Maknanya bahwa do’a menjadi sebab dalam menolak ketentuan Allah,. Seseorang yang sakit berdoa kepada Rabb-nya yang akhirnya ia sembuh dengan sebab do’anya. Menurut penelitian dan renungan, kita dapati bahwa setiap perkara kembali kepada ketentuan Allah dan takdir-Nya. Dan Allah ta’ala adalah Rabb yang menentukan takdir bahwa si fulan menderita sakit, kemudian memberikan ilham, taufiq dan menentukan takdir kepadanya untuk berdo’a dalam rangka menolak musibah dan kemudhorotan pada dirinya, kemudian Allah menyembuhkannya. Dengan demikian perkara iru kembali kepada ketentuan Allah dan takdir-Nya di awal dan di akhir. Dan gambaran yang nampak bahwa do’a bisa menolak ketentuan takdir Allah. (Lihat Fataawa Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin, dikumpulkan oleh Asyraf bin ‘Abdul Maqshud (I/56). 3. Berbakti Kepada Kedua Orang Tua Adalah Salah Satu Sebab Diterimanya Do’a Diriwayatkan :

عَنْ عمر بن الخطاب قَالَ, قَالَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :... يَأْتِي عَلَيْكُمْ أُوَيْسُ بْنُ عَامِرٍ مَعَ أَمْدَادِ أَهْلِ الْيَمَنِ مِنْ مُرَادٍ ثُمَّ مِنْ قَرَنٍ كَانَ بِهِ بَرَصٌ فَبَرَأَ مِنْهُ إِلَّا مَوْضِعَ دِرْهَمٍ لَهُ وَالِدَةٌ هُوَ بِهَا بَرٌّ لَوْ أَقْسَمَ عَلَى اللَّهِ لَأَبَرَّهُ فَإِنْ اسْتَطَعْتَ أَنْ يَسْتَغْفِرَ لَكَ فَافْعَلْ... (رواه مسلم)

dari Umar bin Khaththab ia berkata : aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Uwais bin Amir dari penduduk Yaman dari Bani Muraf dari kabilah Qarn akan mendatangi kalian. Beliau pernah menderita sakit kulit yang kemudian sembuh, kecuali bagian sebesar keping dirham. Ia memiliki seorang ibu yang ia sangat berbakti kepadanya, seandainya dibagikannya kepada Allah niscaya Allah akan berbuat baik kepadanya. Jika engkau mampu meminta ampunan darinya maka lakukanlah....(HR. Muslim (no.4613) dan lafazh diatas menurut riwayat beliau, Ahmad (no.268)). Demikian pula hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Umar dalam kisah tiga orang yang terperangkap dalam sebuah gua di padang pasir. Maka salah seorang di antara mereka mengatakan :

عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ بَيْنَمَا ثَلَاثَةُ نَفَرٍ يَتَمَاشَوْنَ أَخَذَهُمْ الْمَطَرُ فَمَالُوا إِلَى غَارٍ فِي الْجَبَلِ فَانْحَطَّتْ عَلَى فَمِ غَارِهِمْ صَخْرَةٌ مِنْ الْجَبَلِ فَأَطْبَقَتْ عَلَيْهِمْ فَقَالَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ انْظُرُوا أَعْمَالًا عَمِلْتُمُوهَا لِلَّهِ صَالِحَةً فَادْعُوا اللَّهَ بِهَا لَعَلَّهُ يَفْرُجُهَا فَقَالَ أَحَدُهُمْ اللَّهُمَّ إِنَّهُ كَانَ لِي وَالِدَانِ شَيْخَانِ كَبِيرَانِ وَلِي صِبْيَةٌ صِغَارٌ كُنْتُ أَرْعَى عَلَيْهِمْ فَإِذَا رُحْتُ عَلَيْهِمْ فَحَلَبْتُ بَدَأْتُ بِوَالِدَيَّ أَسْقِيهِمَا قَبْلَ وَلَدِي وَإِنَّهُ نَاءَ بِيَ الشَّجَرُ فَمَا أَتَيْتُ حَتَّى أَمْسَيْتُ فَوَجَدْتُهُمَا قَدْ نَامَا فَحَلَبْتُ كَمَا كُنْتُ أَحْلُبُ فَجِئْتُ بِالْحِلَابِ فَقُمْتُ عِنْدَ رُءُوسِهِمَا أَكْرَهُ أَنْ أُوقِظَهُمَا مِنْ نَوْمِهِمَا وَأَكْرَهُ أَنْ أَبْدَأَ بِالصِّبْيَةِ قَبْلَهُمَا وَالصِّبْيَةُ يَتَضَاغَوْنَ عِنْدَ قَدَمَيَّ فَلَمْ يَزَلْ ذَلِكَ دَأْبِي وَدَأْبَهُمْ حَتَّى طَلَعَ الْفَجْرُ فَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنِّي فَعَلْتُ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ وَجْهِكَ فَافْرُجْ لَنَا فُرْجَةً نَرَى مِنْهَا السَّمَاءَ فَفَرَجَ اللَّهُ لَهُمْ فُرْجَةً حَتَّى يَرَوْنَ مِنْهَا السَّمَاءَ.... (رواه البخاري)

dari Ibnu Umar radliallahu 'anhuma dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda: "Suatu ketika tiga orang laki-laki sedang berjalan, tiba-tiba hujan turun hingga mereka berlindung ke dalam suatu gua yang terdapat di gunung. Tanpa diduga sebelumnya, ada sebongkah batu besar jatuh menutup mulut goa dan mengurung mereka di dalamnya. Kemudian salah seorang dari mereka berkata kepada temannya yang lain; 'lngat-ingatlah amal shalih yang pernah kalian lakukan hanya karena mengharap ridla Allah semata. Setelah itu, berdoa dan memohonlah pertolongan kepada Allah dengan perantaraan amal shalih tersebut, mudah-mudahan Allah akan menghilangkan kesulitan kalian. Kemudian salah seorang dari mereka berkata; 'Ya Allah ya Tuhanku, dulu saya mempunyai dua orang tua yang sudah lanjut usia. Selain itu, saya juga mempunyai seorang istri dan beberapa orang anak yang masih kecil. Saya menghidupi mereka dengan menggembalakan ternak. Apabila pulang dari menggembala, saya pun segera memerah susu dan saya dahulukan untuk kedua orang tua saya. Lalu saya berikan air susu tersebut kepada kedua orang tua saya sebelum saya berikan kepada anak-anak saya. Pada suatu ketika, tempat penggembalaan saya jauh, hingga saya baru pulang pada sore hari. Ternyata saya dapati kedua orang tua saya sedang tertidur pulas. Lalu, seperti biasa, saya segera memerah susu. Saya berdiri di dekat keduanya karena tidak mau membangunkan dari tidur mereka. Akan tetapi, saya juga tidak ingin memberikan air susu tersebut kepada anak-anak saya sebelum diminum oleh kedua orang tua saya, meskipun mereka, anak-anak saya, telah berkerumun di telapak kaki saya untuk meminta minum karena rasa lapar yang sangat. Keadaan tersebut saya dan anak-anak saya jalankan dengan sepenuh hati hingga terbit fajar. Ya Allah, jika Engkau tahu bahwa saya melakukan perbuatan tersebut hanya untuk mengharap ridla-Mu, maka bukakanlah celah untuk kami hingga kami dapat melihat langit! ' Akhirnya Allah membuka celah lubang gua tersebut, hingga mereka dapat melihat langit……(HR.Al-Bukhari (no.5974) dan lafazh diatas menurut riwayat beliau, Muslim (no.2743), Ahmad (no.5947) dan Abu Dawud (no.3387)). 4. Disunnahkan Mengedepankan Amal-Amal Shalih Diawal Do’a Seperti sholat, zakat, shodaqoh, silaturahim, dan amal-amal ibadah lainnya yang akan mendatangkan kecintaan Allah kepada hamba dan mendekatkan seorang hamba kepada Rabb-nya. Kecintaan Allah kepada hamba berarti keridhaan-Nya, bantuan serrta pertolongan-Nya serta pengabulan do’anya. 5. Memperbanyak amal-amal ibadah sunnah selain pengerjaan ibadah wajib merupakan salah satu sebab terkabulnya do’a Tuntutan tersebut tercantum dalam hadis yang diriwayatkan :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ قَالَ مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا وَإِنْ سَأَلَنِي لَأُعْطِيَنَّهُ وَلَئِنْ اسْتَعَاذَنِي لَأُعِيذَنَّهُ وَمَا تَرَدَّدْتُ عَنْ شَيْءٍ أَنَا فَاعِلُهُ تَرَدُّدِي عَنْ نَفْسِ الْمُؤْمِنِ يَكْرَهُ الْمَوْتَ وَأَنَا أَكْرَهُ مَسَاءَتَهُ. (رواه البخاري)

dari Abu Hurairah menuturkan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Allah berfirman; Siapa yang memusuhi wali-KU, maka Aku umumkan perang kepadanya, dan hamba-Ku tidak bisa mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada yang telah Aku wajibkan, jika hamba-Ku terus menerus mendekatkan diri kepadaKu dengan amalan sunnah, maka Aku mencintai dia, jika Aku sudah mencintainya, maka Akulah pendengarannya yang ia jadikan untuk mendengar, dan pandangannya yang ia jadikan untuk memandang, dan tangannya yang ia jadikan untuk memukul, dan kakinya yang dijadikannya untuk berjalan, jikalau ia meminta-Ku, pasti Kuberi, dan jika meminta perlindungan kepada-KU, pasti Ku-lindungi. Dan aku tidak ragu untuk melakukan sesuatu yang Aku menjadi pelakunya sendiri sebagaimana keragu-raguan-Ku untuk mencabut nyawa seorang mukmin yang ia (khawatir) terhadap kematian itu, dan Aku sendiri khawatir ia merasakan kepedihan sakitnya." (HR.Al-Bukhari (no.6021)). 6. Disunnahkan Menghadap Ke Arah Kiblat Ketika Berdo’a Hal ini telah dicontohkan oleh para generasi salaf, bahkan sebaik-baik generasi salaf, yakni rasulullah, di mana beliau menghadap kiblat di sebagian besar do’a beliau. Di antaranya adalah adalah do’a beliau terhadap kaum kafir Quraisy. Diriwayatkan :

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ اسْتَقْبَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْكَعْبَةَ فَدَعَا عَلَى نَفَرٍ مِنْ قُرَيْشٍ عَلَى شَيْبَةَ بْنِ رَبِيعَةَ وَعُتْبَةَ بْنِ رَبِيعَةَ وَالْوَلِيدِ بْنِ عُتْبَةَ وَأَبِي جَهْلِ بْنِ هِشَامٍ فَأَشْهَدُ بِاللَّهِ لَقَدْ رَأَيْتُهُمْ صَرْعَى قَدْ غَيَّرَتْهُمْ الشَّمْسُ وَكَانَ يَوْمًا حَارًّا. (رواه البخاري)

dari 'Abdullah bin Mas'ud radliallahu 'anhu berkata; "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menghadap Kabah lalu mendo'akan kebinasan bagi beberapa orang dari Quraisy, yaitu Syaibah bin Rabi'ah, 'Utbah bin Rabi'ah, Al Walid bin 'Utbah dan Abu Jahal bin Hisyam. Dan aku bersaksi (bersumpah) atas nama Allah. Sungguh aku melihat mereka terbunuh, jasad mereka berubah karena sengatan matahari. Pada saat perang Badar hari sangat panas". (HR.Al-Bukhari (no.3665) dan lafazh diatas menurut riwayat beliau, Muslim (no.1794), an-Nasa’i (no.307), dan Ahmad (no.3714)). Dan diantaranya adalah do’a beliau ketika terjadi peristiwa perang badar :

عَنْ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ قَالَ لَمَّا كَانَ يَوْمُ بَدْرٍ نَظَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى الْمُشْرِكِينَ وَهُمْ أَلْفٌ وَأَصْحَابُهُ ثَلَاثُ مِائَةٍ وَتِسْعَةَ عَشَرَ رَجُلًا فَاسْتَقْبَلَ نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْقِبْلَةَ ثُمَّ مَدَّ يَدَيْهِ فَجَعَلَ يَهْتِفُ بِرَبِّهِ اللَّهُمَّ أَنْجِزْ لِي مَا وَعَدْتَنِي... (رواه مسلم)

dari Umar bin Khattab dia berkata, "Saat terjadi perang Badr, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melihat pasukan orang-orang Musyrik berjumlah seribu pasukan, sedangkan para sahabat beliau hanya berjumlah tiga ratus Sembilan belas orang. Kemudian Nabi Allah shallallahu 'alaihi wasallam menghadapkan wajahnya ke arah kiblat sambil menengadahkan tangannya, beliau berdo'a: "ALLAHUMMA ANJIS LII MAA WA'ADTANI, (Ya Allah, tepatilah janji-Mu kepadaku.... (HR.Muslim (no.3309), Ahmad (no.208), at-Tirmidzi (no.3081)). 7. Disunnahkan Mengangkat Kedua Tangan Ketika Berdo’a Dari hadis umar bin Khatthab di atas dapat diambil faidah sunnahnya mengangkat tangan ketika berdo’a, berdasarkan perkataan Umar : Kemudian beliau mengangkat kedua tangannya. Demikian juga yang dilakukan oleh Ibnu Umar :

عَنْ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا كَانَ يَرْمِي الْجَمْرَةَ الدُّنْيَا بِسَبْعِ حَصَيَاتٍ ثُمَّ يُكَبِّرُ عَلَى إِثْرِ كُلِّ حَصَاةٍ ثُمَّ يَتَقَدَّمُ فَيُسْهِلُ فَيَقُومُ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ قِيَامًا طَوِيلًا فَيَدْعُو وَيَرْفَعُ يَدَيْهِ ثُمَّ يَرْمِي الْجَمْرَةَ الْوُسْطَى كَذَلِكَ فَيَأْخُذُ ذَاتَ الشِّمَالِ فَيُسْهِلُ وَيَقُومُ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ قِيَامًا طَوِيلًا فَيَدْعُو وَيَرْفَعُ يَدَيْهِ ثُمَّ يَرْمِي الْجَمْرَةَ ذَاتَ الْعَقَبَةِ مِنْ بَطْنِ الْوَادِي وَلَا يَقِفُ عِنْدَهَا وَيَقُولُ هَكَذَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَفْعَلُ. (رواه البخاري)

dari 'Abdullah bin 'Umar radliallahu 'anhu saat melempar Al Jumrah Ad-Dunya (Al Ulaa, awal) dengan tujuh kerikil kemudian bertakbir pada setiap kali lemparannya, kemudian dia maju hingga sampai pada permukaan yang datar dia berdiri menghadap qiblat dengan agak lama, lalu berdo'a dengan mengangkat kedua tangannya, kemudian melempar jumrah Al Wustho seperti itu pula, dia mengambil jalan sebelah kiri pada dataran yang rata lalu berdiri menghadap qiblat dengan agak lama, lalu berdo'a dengan mengangkat kedua tangannya, kemudian melempar jumrah Al 'Aqabah dari dasar lembah dan dia tidak berhenti disitu lalu berkata: "Begitulah aku melihat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengerjakannya". (HR.Al-Bukhari (no.1634) dan lafazh diatas menurut riwayat beliau, Ahmad (no.6368), an-Nasa’i (no.3083), dan ad-Darimi (no.1903)). Masalah : yang menjadi persoalan adalah hadis Anas terdahulu :

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَرْفَعُ يَدَيْهِ فِي شَيْءٍ مِنْ دُعَائِهِ إِلَّا فِي الِاسْتِسْقَاءِ وَإِنَّهُ يَرْفَعُ حَتَّى يُرَى بَيَاضُ إِبْطَيْهِ. (رواه البخاري)

dari Anas bin Malik berkata, "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidak pernah mengangkat tangannya saat berdoa kecuali ketika berdoa dalam shalat istisqa'. Beliau mengangkat tangannya hingga terlihat putih kedua ketiaknya." (HR.Al-Bukhari (no.973), Muslim (no.895), Ahmad (no.12456), an-Nasa’i (no.1513),  Abu Dawud (no.1170), Ibnu Majah (no.1180), dan ad-Darimi (no.1535)). Lalu bagaimana menyelaraskan perkataan Anas bin Malik ini dengan perbuatan Nabi ﷺ yang mengangkat kedua tangan beliau ketika berdo’a di beberapa tempat ?? Jawab : Ibnu Hajar mengatakan : perkataannnya (Anas) : Kecuali hanya pada shalat istisqa, secara zhahir memang meniadakan mengangkat tangan pada setiap do’a kecuali pada do’a ketika sholat istisqa’. Dam hal ini bertentangan dengan beberapa hadis shahih yang menyebutkan tetap mengangkat tangan di selain sholat istisqa’. ..sebagian ulama berpendapat bahwa mengamalkan hadis-hadis tersebut lebih utama, dan memahami hadis Anas kepada peniadaan apa yang beliau saksikan, yang mana perkataannya tidak menampik bahwa selain dirinya juga telah melihat. Sebagian ulama lainnya menafsirkan hadis Anas (untuk menyelaraskan maknanya) : bahwa hadis hadis tersebut difahami pada sifat tertentu...di bagian lain,Ibnu Hajar mengatakan : Maksudnya adalah pembatasan tata cara mengangkat tangan, karena hal tersebut merupakan amalan yang shahih dari beliau. (Fath-hul bari (II/601), (VI/668)). 8. Disunnahkan Berdo’a Dengan Suara Yang Lirih Allah ta’ala berfirman :

ادْعُواْ رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً  ا.ا.ا.ا.ا

Berdo'alah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut (lirih)... (Al-A’raf  : 55). Ibnu Taimiyyah mengatakan  : Kaum muslimin terdahulu telah demikian sungguh-sungguh dalam berdo’a, namun suara do’a mereka tidaklah terdengar, do’a mereka hanya berupa bisikan antara mereka dengan Rabb mereka. Allah berfirman :

ادْعُواْ رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً  ا.ا.ا.ا.ا

Berdo'alah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut (lirih)... (Al-A’raf  : 55). Dan Allah ta’ala pun telahh menyebutkan tentang seorang hamba yang shalih dan ridha dengan perbuatannya, Allah berfirman :

إِذْ نَادَى رَبَّهُ نِدَاء خَفِيًّا.

yaitu tatkala ia berdo'a kepada Tuhannya dengan suara yang lembut. (Maryam  : 3).  (Al-Fatawa (XV/15)). Faidah : menyamarkan do’a mengandung beberapa faidah. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menyebutkan beberapa diantaranya, yang pada intinya sebagai berikut : Pertama : Merupakan keimanan yang paling utama. Karena orang yang melakukannya mengetahui bahwa Allah mendengar do’a yang disamarkan. Kedua : Termasuk etika dan pengagungan yang paling utama, karena etika ketika berada dihadapan raja tidaklah dengan meninggalkan suara. Dan siapa yang mengangkat suara dihadapannya maka raja tersebut pasti akan murka kepadanya. Dan hanya milik Allah sifat Yang Maha Tinggi. Apabila Allah mendengar do’a yang lirih, maka tidaklah ssesuai dengan etika di hadapan-Nya kecuali dengan merendahkan suara. Ketiga : Hal tersebut akan lebih sesuai dengan ketundukan dan kekhusyuan. Keempat : hal tersebut lebih sesuai dengan keikhlasan. Kelima : hal tersebut lebih memungkinkan menyatukan hati dengan kerendahan jiwa di saat berdo’a. Apabila ia mengeraskan suara maka akan memudarkannya. Keenam : sebagai catatan yang sangat mengagumkan, bahwa amalan tersebut menunjukkan kedekatan seseorang yang berdo’a dengan Rabb yang jauh. Oleh karena itu Allah memuji hamba-Nya Zakaria dengan firman-Nya :

إِذْ نَادَى رَبَّهُ نِدَاء خَفِيًّا.

yaitu tatkala ia berdo'a kepada Tuhannya dengan suara yang lembut. (Maryam  : 3). Ketujuh : Hal tersebut akan menjadikan sebab berkelanjutannya permohonan dan permintaan. Karena lisan tidak bosan dan anggota tubuh tidak akan merasa letih. Lain halnya jika ia mengeraskan suaranya, karena hal itu akan membuat lisan merasa bosan dan melemahkan kekuatannya. Kedelapan : Dengan merendahkan suara akan menjauhkannya dari segala sesuatu yang bisa memutuskan do’a dan mengganggunya. Kesembilan : Sesungguhnya nikmat yang paling agung adalah nikmat menghadap dan beribadah kepada Allah. Dan masing-masing nikmat sesuai dengan kadarnya, baik sedikit atau banyak. Dan tidak ada nikmat yang lebih besar dari pada nikmat ini. Kesepuluh : Doa merupakan dzikir kepada Allah, Rabb yang dia hanya ditujukan kepada-Nya. Yang mengandung permohonan dan pujian kepada-Nya dengan sifat-sifat serta nama-nama-Nya. Maka hal ini berarti do’a adalah dzikir dan tambahan lainnya. (Fataawa (XV/15-18)) dengan sedikit perubahan. 9. Menghadirkan Hati Termasuk Salah Satu Sebab Terkabulnya Do’a Menghadirkan hati ketika berdo’a merupakan salah satu sebab yang memungkinkan terkabulnya do’a. Keumuman nash syara’ menunjukkan hal ini. Seperti firman Allah :

ادْعُواْ رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً  ا.ا.ا.ا.ا

Berdo'alah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut (lirih)... (Al-A’raf  : 55). Dan firman-Nya :

...وَادْعُوهُ خَوْفًا وَطَمَعًا ...

...dan berdo'alah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan).... (Al-A’raf  : 56). Karena do’a yang disertai dengan ketundukan hati, suara lirih, rasa takut, dan pengharapan mengharuskan (dan ini merupakan sesuatu yang mesti) hadirnya hati seorang yang berdo’a. Ini adalah persoalan yang telah jelas. Dalam hadis disebutkan :

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ادْعُوا اللَّهَ وَأَنْتُمْ مُوقِنُونَ بِالْإِجَابَةِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ لَا يَسْتَجِيبُ دُعَاءً مِنْ قَلْبٍ غَافِلٍ لَاهٍ. (رواه الترمذي)

Rasulullah shallallahu wa'alaihi wa sallam bersabda: "Berdoalah kepada Allah dalam keadaan yakin akan dikabulkan, dan ketahuilah bahwa Allah tidak mengabulkan doa dari hati yang lalai." (HR. at-Tirmidzi (no.3401), Syaikh al-Albani mencantumkannya dalam as-Silsilah ash-Shahihah (no.594)). Bersambung ke poin no.10-17. Digubah dan diringkas secara bebas oleh ustadz Abu Nida Chomsaha Shofwan, Lc., dari buku Kitabul ‘Adab karya Fuad bin Abdil Aziz asy-Syalhub.

Author

Tag