SERI ADAB ISLAM 7 : ADAB-ADAB MAKAN DAN MINUM BAG.2
عَنْ كَعْبِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْكُلُ بِثَلَاثِ أَصَابِعَ وَيَلْعَقُ يَدَهُ قَبْلَ أَنْ يَمْسَحَهَا. (رواه مسلم)
dari Ka'b bin Malik ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam makan dengan tiga jari, dan beliau menjilatinya sebelum mencuci tangannya. (HR. Muslim (no.3790), dan Ahmad (no.26626), Abu Dawud (no.3848) dan ad-Darimi (no.2033)). Ibnul Qayyim mengatakan : Hal ini dikarenakan makan dengan satu atau dua jari tidak akan menjadikan seseorang menikmati makanannya dan tidak pula bisa memuaskannya serta tidak akan membuatnya kenyang kecuali setelah lama berselang dan tidak pula memberi rasa enak terhadap organ mulut dan pencernaan dengan apa yang masuk ke dalamnya dari setiap makanan… Sedangkan makan dengan lima jari dan seluruh telapak tangan akan menyebabkan makanan memenuhi organ mulut dan juga pencernaan. Dan, terkadang akan menyumbat saluran makan serta memaksakan organ-organ makan untuk mendorongnya dan akibatnya pencernaan akan terbebani. Dia tidak akan merasakan kelezatan dan juga kepuasan. Dengan begitu maka cara makan yang paling baik adalah cara makan Rasulullah dan cara makan yang meneladani beliau, yaitu dengan menggunakan tiga jari. (Zadul Ma’ad (IV/222), dengan sedikit perubahan.عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ فَلَا يَمْسَحْ يَدَهُ حَتَّى يَلْعَقَهَا أَوْ يُلْعِقَهَا. (رواه البخاري)
dari Ibnu Abbas bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Jika salah seorang dari kalian makan, maka janganlah ia mengelap tangannya hingga ia menjilatinya." Dalam riwayat Ahmad dan Abu Dawud disebutkan :فَلَا يَمْسَحْ يَدَهُ بِالْمِنْدِيلِ حَتَّى يَلْعَقَهَا أَوْ يُلْعِقَهَا. (رواه أحمد)
maka janganlah mengusap tangannya dengan sapu tangan hingga ia menjilatinya atau dijilatkan." (HR.Al-Bukhari (no.5035), Muslim (no.2031), Ahmad (no.3064), Abu Dawud (no.3847), Ibnu Majah (no.3269), Malik (no.1738) dan ad-Darimi (no.2026)). Dan, hikmah diperintahkannya hal itu diterangkan dalam hadits Jabir, Bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menyruh menjilati jari jemari tangan dan piring. Beliau bersabda :عَنْ جَابِرٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِلَعْقِ الْأَصَابِعِ وَالصَّحْفَةِ وَقَالَ إِنَّكُمْ لَا تَدْرُونَ فِي أَيِّهِ الْبَرَكَةُ. (رواه مسلم)
dari Jabir, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menyuruh menjilati jari jemari tangan dan piring. Beliau bersabda: "Sesungguhnya kalian tidak mengetahui dimana letak barakahnya." (HR. Muslim (no.3792) dan lafazh diatas adalah lafazh riwayat beliau, dan Ahmad (no.13809), dan Ibnu Majah (no.3270)). Dan, pada sabda beliau : …. Bahwa makanan yang ada di hadapan seseorang mengandung berkah, dan ia tidak mengetahui apakah keberkahan itu ada pada makanan yang telah dimakannya, atau pada (bekas) makanan yang tersisa di jari-jemarinya, atau yang tersisa di bagian bawah piring, atau pada butiran makanan yang terjatuh. Maka, sepatutnylah seseorang menjaga semua ini agar ia mendapatkan berkah. Dan, arti suatu berkah adalah tambahan dan kebaikan yang selalu ada serta senantiasa dirasakannya. Dan, yang dimaksud di sini (wallahu a’lam) adalah makanan yang dapat mengenyangkan, dan akhirnya memberi keselamatan dari segala gangguan serta bisa memperkuat ketaatan kepada Allah, dan lain sebagainya. Demikian yang dikatakan oleh Imam an-Nawawi. (Syarh Muslim (jilid VII (XII/172))). 10. Disunnahkan Mengambil Butiran Makanan Yang Terjatuh, Mengelap Kotoran Yang Menempel Padanya Lalu Memakannya Lagiعَنْ جَابِرٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا وَقَعَتْ لُقْمَةُ أَحَدِكُمْ فَلْيَأْخُذْهَا فَلْيُمِطْ مَا كَانَ بِهَا مِنْ أَذًى وَلْيَأْكُلْهَا وَلَا يَدَعْهَا لِلشَّيْطَانِ.... (رواه مسلم)
dari Jabir ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Apabila suapan makanan salah seorang diantara kalian jatuh, ambilah kembali lalu buang bagian yang kotor dan makanlah bagian yang bersih. Jangan dibiarkannya dimakan setan,…… Dalam riwayat lain disebutkan :إِنَّ الشَّيْطَانَ يَحْضُرُ أَحَدَكُمْ عِنْدَ كُلِّ شَيْءٍ مِنْ شَأْنِهِ حَتَّى يَحْضُرَهُ عِنْدَ طَعَامِهِ فَإِذَا سَقَطَتْ مِنْ أَحَدِكُمْ اللُّقْمَةُ فَلْيُمِطْ مَا كَانَ بِهَا مِنْ أَذًى ثُمَّ لِيَأْكُلْهَا وَلَا يَدَعْهَا لِلشَّيْطَانِ فَإِذَا فَرَغَ فَلْيَلْعَقْ أَصَابِعَهُ فَإِنَّهُ لَا يَدْرِي فِي أَيِّ طَعَامِهِ تَكُونُ الْبَرَكَةُ. (رواه مسلم)
"Sesungguhnya setan akan mendatangi salah seorang diantara kalian setiap saat, hingga dalam masalah makan. Apabila suapan makanan salah seorang diantara kalian jatuh, ambillah kembali lalu buang bagian yang kotor dan makanlah bagian yang bersih. Jangan dibiarkannya dimakan setan, apabila telah selesai hendaklah dia jilati jari-jemarinya. Karena dia tidak tahu makanan mana yang membawa berkah." (HR. Muslim (no.3793,3794)). 11. Larangan Mengambil Dua Kurma Secara Bersamaan Larangan ini berlaku bagi jama’ah, bukan bagi orang yang makan sendiri. Dan, ada beberapa hadits shahih yang menerangkan hal ini. Di antaranya dari jalan Syu’bah :عَنْ شُعْبَةُ عَنْ جَبَلَةَ كُنَّا بِالْمَدِينَةِ فِي بَعْضِ أَهْلِ الْعِرَاقِ فَأَصَابَنَا سَنَةٌ فَكَانَ ابْنُ الزُّبَيْرِ يَرْزُقُنَا التَّمْرَ فَكَانَ ابْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا يَمُرُّ بِنَا فَيَقُولُ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ الْإِقْرَانِ إِلَّا أَنْ يَسْتَأْذِنَ الرَّجُلُ مِنْكُمْ أَخَاهُ. (رواه البخاري)
dari Syu'bah dari Jabalah; Kami pernah tinggal di Madinah bersama orang-orang dari penduduk 'Iraq selama setahun yang Ibnu Az Zubair memberi kami rezeki berupa kurma. Suatu hari Ibnu 'Umar radliallahu 'anhuma berjalan melewati kami lalu dia berkata; "Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang qiran (mengambil dua dua kurma sekaligus ketika memakannya) kecuali bila seseorang dari kalian meminta izin kepada saudaranya". (HR.Al-Bukhari (no.2275), Muslim (no.2045), Ahmad (no.5017), at-Tirmidzi (no.1814), Abu Dawud (no.3834), Ibnu Majah (no.3331)). Ucapan : Kecuali seseorang diantara kalian meminta izin kepada saudaranya, Syu’bah mengatakan : Aku tidak mengetahui melainkan kalimat ini adalah perkataan Ibnu Umar. Yaitu, perkataan meminta izin. Lihat riwayat Muslim dan Ahmad tentang hadits ini. Ibnul Jauzi mengatakan dalam al-Musykil : Adapun hukum hadits tersebut, bahwa hal ini berlaku kepada jama’ah beberapa orang. Dan, kebiasaan yang berlaku adalah mengambil kurma satu persatu. Apabila seseorang mengambilnya bersamaan maka hal itu akan menjadikan jatah mereka berkurang dan akan berpengaruh terhadap mereka. Oleh karena itu dibutuhkan izin dari mereka. (Kasyful Musykil min Hadits ash-Shahihain (II/565)(no.1165). Masalah : Apakah jenis-jenis makanan lain yang bisa diambil satu persatu dapat dikiaskan dengan kurma?? Jawab : Ya, ia juga bisa dikiaskan kepada kurma jika kebiasaan yang berlaku memang makanan tersebut diambil satu demi satu. Ibnu Taimiyah mengatakan : Dan larangan mengambil sekaligus lebih dari satu bisa dikiaskan kepada semua makanan yang memang kebiasaannya diambil satu per satu. (Al-Adabusy Syar’iyyah (III/158)). 12. disukai memakan suatu makanan setelah makanan tersebut tidak terasa panas (hangat/dingin)عَنْ أَسْمَاءَ بِنْتِ أَبِي بَكْرٍ أَنَّهَا كَانَتْ إِذَا أُتِيَتْ بِثَرِيدٍ أَمَرَتْ بِهِ فَغُطِّيَ حَتَّى يَذْهَبَ فَوْرَةُ دُخَانِهِ وَتَقُولُ إِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ هُوَ أَعْظَمُ لِلْبَرَكَةِ . (رواه الدارمي)
dari Asma` binti Abu Bakr bahwa jika ia diberi Tsarid (sejenis makanan), maka ia memerintahkan supaya ditutup hingga panas dan asapnya hilang, dia berkata; "Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Hal itu lebih besar keberkahannya." (HR.Ad-Darimi (no.1958), dan Syaikh al-Albani memasukkan hadits ini ke dalam Silsilah ash-Shahihah (no.392), dan juga Ahmad (no.26418)). Abu Hurairah berkata : Janganlah seseorang menyantap makanan hingga panasnya hilang. (Syaikh al-Albani mengatakan dalam Irwa’ul Ghalil (no.1978) : Shahih, diriwayatkan oleh al-Baihaqi (VII/2580)). Dan, Nabi tidak menyantap makanan ketika makanan itu masih sangat panas. Demikian yang dikatakan oleh Ibnul Qayyim. (Zadul Ma’ad (IV/233)). Dan makna yang paling tepat dari kalimat berkah dalam hadits ini adalah mengenyangkan, tidak merasa sakit setelah memakannya, dan bisa menguatkan ketaatan kepada Allah dan lain sebagainya. Demikian yang dikatakan oeh Imam an-Nawawi. (Syarh Muslim (jilid VII (XIII)/172)). 13. Larangan Mencela Makanan Dan Menghina/Merendahkannya Disebutkan dalam hadits dari :عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ مَا عَابَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَعَامًا قَطُّ كَانَ إِذَا اشْتَهَى شَيْئًا أَكَلَهُ وَإِنْ كَرِهَهُ تَرَكَهُ. (رواه مسلم)
dari Abu Hurairah dia berkata; "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sama sekali tidak pernah mencela makanan apapun. Apabila beliau menyukai suatu makanan, maka beliau memakannya, dan apabila beliau tidak menyukainya maka dibiarkannya saja." (HR.Al-Bukhari (no.5409), Muslim (no.3844), Ahmad (no.9882), at-Tirmidzi (no.2031), Abu Dawud (no.3763), Ibnu Majah (no.3259) dan al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah (no.2843)). Mencela makanan di antaranya dengan mengatakan : Terlalu asin, kurang asin, kecut,tipis,keras, kurang matang, dan lain sebagainya, seperti yang dikatakan oleh Imam an-Nawawi. (Syarh Muslim (jilid VII (XIII/22)). Masalah : Apakah hadits ini bertentangan dengan keengganan Nabi untuk memakan dhabb (kadal gurun)??. { (HR.Al-Bukhari (no.5537), Muslim (no.1946), Ahmad (no.2678), an-Nasa’i (no.4316), Abu Dawud (no.3794), Ibnu Majah (no.3241), Malik (no.1805) dan ad-Darimi (no.2087)}. Dan apakah sabda beliau tentang dhabb, yaitu : فَأَجِدُنِيْ أَعَافُهُ (Aku merasa kasihan kepadanya), dan dalam riwayat lain : هَذَا لَحْمٌ لَمْ آكُلْهُ قَطُّ (Aku sama sekali tidak memakan daging seperti ini), bisa dikatakan tergolong mencela makanan?? Jawab : Tidak ada pertentangan antara kedua hadits tersebut. Dan, sabda Nabi tentang dhabb tidak tergolong mencela makanan. Sabda beliau ini tidak lain merupakan pemberitahuan akan sebab mengapa beliau tidak mau memakannya. Yaitu, beliau tidak menyukai makanan jenis ini dan memang bukan kebiasaan beliau memakannya. Imam an-Nawawi mengatakan : Adapun hadits yang menyebutkan bahwa Nabi meninggalkan memakan dhabb tidak termasuk mencela makanan, melainkan merupakan pemberitahuan bahwa ini adalah makanan khusus yang beliau tidak menyukainya. (Syarh Muslim (jilid VII (XIV/22)). 14. Hukum Minum Dan Makan Sambil Berdiri Para ulama berbeda pendapat tentang hukum minum sambil berdiri. Dan, perbedaan pendapat di antara mereka bermuara pada sejumlah hadits shahih yang secara zhahir tampak bertentangan. Sebagian di antara hadits-hadits tersebut menerangkan larangan minum sambil berdiri, sedangkan sebagian lainnya adalah sebalinya. Dan, kami akan bawakan sebagian di anatranya :1- عَنْ أَنَسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَجَرَ عَنْ الشُّرْبِ قَائِمًا. (رواه مسلم)
dari Anas bahwa Nabi Shallallahu A'laihi Wa Sallam melarang minum sambil berdiri. Dan dalam riwayat muslim lainnya disebutkan :عَنْ أَنَسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ نَهَى أَنْ يَشْرَبَ الرَّجُلُ قَائِمًا. (رواه مسلم)
dari Anas dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, bahwa beliau melarang seseorang minum sambil berdiri. (HR. Muslim (no.3771,3772), Ahmad (no.11775), at-Tirmidzi (no.1879), Abu Dawud (no.3717), Ibnu Majah (no.3424) dan ad-Darimi (no.2127)).2- عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَجَرَ عَنْ الشُّرْبِ قَائِمًا. (رواه مسلم)
dari Abu Sa'id Al Khudri bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melarang minum sambil berdiri. (HR. Muslim (no.3773), Ahmad (no.10885), dan al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah (no.3045)).3- عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ يَقُولُا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَشْرَبَنَّ أَحَدٌ مِنْكُمْ قَائِمًا فَمَنْ نَسِيَ فَلْيَسْتَقِئْ. (رواه مسلم)
dari Abu Hurairah berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Janganlah sekali-kali salah seorang diantara kalian minum sambil berdiri, apabila dia lupa maka muntahkanlah." (HR. Muslim (no.3775), Ahmad (no.8135), tanpa lafazh : Hendaklah ia memuntahkannya). Kedua, Hadits-hadits tentang bolehnya minum sambil berdiri :1- عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ سَقَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ زَمْزَمَ فَشَرِبَ وَهُوَ قَائِمٌ. (رواه مسلم)
dari Ibnu 'Abbas ia berkata; "Aku menuangkan minum kepada Rasulullah dari Air Zam-zam, lalu beliau minum sambil berdiri." (HR.Al-Bukhari (no.1637), Muslim (no.3776), Ahmad (no.1841), at-Tirmidzi (no.1882), an-Nasa’i (no.2964) dan Ibnu Majah (no.3422)).2- عَنْ النَّزَّالِ قَالَ أَتَى عَلِيٌّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَلَى بَابِ الرَّحَبَةِ فَشَرِبَ قَائِمًا فَقَالَ إِنَّ نَاسًا يَكْرَهُ أَحَدُهُمْ أَنْ يَشْرَبَ وَهُوَ قَائِمٌ وَإِنِّي رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَعَلَ كَمَا رَأَيْتُمُونِي فَعَلْتُ. (رواه البخاري)
dari An Nazal dia berkata; Ali radliallahu 'anhu pernah datang dan berdiri di depan pintu rahbah, lalu dia minum sambil berdiri setelah itu dia berkata; "Sesungguhnya orang-orang merasa benci bila salah seorang dari kalian minum sambil berdiri, padahal aku pernah melihat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melakukannya sebagaimana kalian melihatku saat ini." Dalam riwayat Ahmad disebutkan :عَنْ زَاذَانَ أَنَّ عَلِيَّ بْنَ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ شَرِبَ قَائِمًا فَنَظَرَ إِلَيْهِ النَّاسُ كَأَنَّهُمْ أَنْكَرُوهُ فَقَالَ مَا تَنْظُرُونَ إِنْ أَشْرَبْ قَائِمًا فَقَدْ رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَشْرَبُ قَائِمًا وَإِنْ أَشْرَبْ قَاعِدًا فَقَدْ رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَشْرَبُ قَاعِدًا. (رواه أحمد)
dari Zadzan bahwa Ali Bin Abu Thalib minum sambil berdiri kemudian orang-orang melihatnya seakan akan mereka mengingkarinya, maka Ali bertanya; "Ada apa kalian melihat? Jika aku minum sambil berdiri maka sungguh aku telah melihat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam minum sambil berdiri, dan jika aku minum dengan duduk maka sungguh aku telah melihat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam minum dengan duduk." (HR.Al-Bukhari (no.5184), Ahmad (no.756), an-Nasa’i (no.130) dan Abu Dawud (no.3718)).3- عَنْ ابْنَ عُمَرَ قَالَ كُنَّا عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَشْرَبُ قِيَامًا وَنَأْكُلُ وَنَحْنُ نَسْعَى. (رواه أحمد)
dari Ibnu Umar ia berkata, "Pada masa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam kami pernah makan dan minum sambil berdiri, sementara kami sedang melakukan sa'i." (HR. Ahmad (no.4373), Ibnu Majah (no.3301), Syaikh al-Albani menshahihkannya (no.3364),dan ad-Darimi (no.2125)). 4. Atsar dari ‘Aisyah dan Sa’ad bin Abi Waqqash bahwa keduanya membolehkan seseorang minum sambil berdiri. Ibnu ‘Umar dan Ibnuz Zubair pun terlihat minum sambil berdiri. (Al-Muwaththa’ (no.1720,1721,1722)). Ibnu Taimiyah dalam fatwanya, beliau mengatakan : Akan tetapi menyatukan hadits-hadits tersebut adalah dengan menyatakan adanya keringanan di saat memiliki udzur. Hadits-hadits serupa yang menyebutkan larangan minum sambil berdiri tercantum dalam ash-Shahih seperti : Bahwa Nabi melarang minum sambil berdiri. Tentangnya diriwayatkan dari Qatadah, dari Anas bahwa Nabi melarang minum sambil berdiri. Qatadah berakta : Kami bertanya, bagaimana dengan makan?? Ia berkata : Hal itu lebih buruk dan jelek. Adapun hadits-hadits yang memberi keringanan, seperti hadits yang diriwayatkan dalam ash-Shahihain dari Ali dan Ibnu Abbas ia berkata : Nabi minum dari air zamzam sambil berdiri. Dan hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dari ‘Ali bahwa ‘Ali berada di tanah lapang yang berpasir dan ia minum sambil berdiri. Kemudian ia berkata : Sesungguhnya manusia dimakruhkan minum sambil berdiri, dan Rasulullah juga pernah melakukan seperti apa yang aku lakukan. Dan hadits ‘Ali ini didalamnya telah diriwayatkan sebuah atsar yang menyebutkan bahwa Rasulullah melakukannya ketika meminum air zamzam, sebagaimana disebutkan dalam hadits dari Ibnu Abbas. Hal ini dilakukan ketika melaksanakan haji, dan orang-orang disana melaksanakan thawaf dan minum dari air zamzam. Mereka minum dan memintanya, dan di tempat itu memang tidak ada tempat untuk duduk. Hal ini beliau lakukan selang waktu sedikit sebelum beliau wafat. Maka, jadilah hal ini dan yang semisalnya termasuk hal yang dikecualikan darinya sebagai larangan. Perkara ini diambil dari perkara syari’at bahwa larangan dari sesuatu menjadi dibolehkan ketika adanya hajat, bahkan hukum pembolehannya lebih ditekankan dari sekedar dibolehkan ketika ada hajat. Demikian pula perkara haram yang memang diharamkan untuk dimakan dan diminum, seperti bangkai dan darah, akan menjadi boleh dalam keadaan darurat. (Al-Fatawa (XXXII/209-210)). 15. Dimakruhkan Bernafas Dalam Bejana Dan Meniup Ke Dalamnya Termasuk adab-adab ketika minum adalah seseorang yang minum sebaiknya tidak bernafas dalam bejana dan tidak pula meniupnya. Hadits-hadits yang shahih telah menerangkannya, di antaranya adalah sabda Nabi yang diriwayatkan dari :عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي قَتَادَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا شَرِبَ أَحَدُكُمْ فَلَا يَتَنَفَّسْ فِي الْإِنَاءِ.... (رواه البخاري)
dari 'Abdullah bin Abu Qatadah dari Bapaknya ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah bersabda: "Jika salah seorang dari kalian minum, maka janganlah ia bernafas dalam gelas….. (HR.Al-Bukhari (no.149), Muslim (no.267), Ahmad (no.22059), at-Tirmidzi (no.1889),an-Nasa’i (no.47), dan Abu Dawud (no.31)). Dan, diantaranya adalah hadits dari :عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي قَتَادَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا شَرِبَ أَحَدُكُمْ فَلَا يَتَنَفَّسْ فِي الْإِنَاءِ.... (رواه البخاري)
dari 'Abdullah bin Abu Qatadah dari Bapaknya ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah bersabda: "Jika salah seorang dari kalian minum, maka janganlah ia bernafas dalam gelas….. (HR.Al-Bukhari (no.149), Muslim (no.267), Ahmad (no.22059), at-Tirmidzi (no.1889),an-Nasa’i (no.47), dan Abu Dawud (no.31)).عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى أَنْ يُتَنَفَّسَ فِي الْإِنَاءِ أَوْ يُنْفَخَ فِيهِ. (رواه الترمذي)
dari Ibnu Abbas bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melarang untuk bernafas dalam bejana atau meniupnya. (HR. at-Tirmidzi (no.1810), dan ia berkata : Hadits ini Hasan Shahih. Abu Dawud (no.3728), dan Syaikh al-Albani menshahihkannya, Ibnu Majah (no.3429) tanpa lafazh at-tanaffus)). Adapun meniup minuman, maka akan terhembus dari mulut orang yang meniup bau tidak sedap yang memuakkan. Terlebih lagi jika orang yang meminumnya banyak dan bergantian, maka nafas-nafas orang yang minum itu akan tercampuraduk. Oleh karena itu Rasulullah menggabungkan antara larangan bernafas dalam bejana dengan meniupnya. Demikian menurut pendapat Ibnul Qayyim. (Zadul Ma’ad (IV/235)). Bersambung ke poin no.16-22. Digubah dan diringkas secara bebas oleh ustadz Abu Nida Chomsaha Shofwan, Lc., dari buku Kitabul ‘Adab karya Fuad bin Abdil Aziz asy-Syalhub.Author