SERI ADAB ISLAM 7 : ADAB-ADAB MAKAN DAN MINUM BAG.3
عَنْ أَنَسٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَنَفَّسُ فِي الشَّرَابِ ثَلَاثًا وَيَقُولُ إِنَّهُ أَرْوَى وَأَبْرَأُ وَأَمْرَأُ قَالَ أَنَسٌ فَأَنَا أَتَنَفَّسُ فِي الشَّرَابِ ثَلَاثًا. (رواه مسلم)
dari Anas ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah bernafas tiga kali ketika minum. Beliau berkata: 'Itu lebih melegakan, lebih bersih, dan lebih bermanfaat." Kata Anas; 'Karena itu aku bernafas tiga kali setiap minum.' (HR.Al-Bukhari (no.45631), Muslim (no.3782), dan lafazh diatas adalah lafazh muslim, Ahmad (no.11776), at-Tirmidzi (no.1884), Ibnu Majah (no.3416), dan ad-Darimi (no.2120). Ibnu Majah dan at-Tirmidzi tidak menyebutkan potongan kedua dalam hadits tersebut). Yang dimaksud dengan mengambil nafas ketika minum sebanyak tiga kali adalah dengan menjauhkan bejana air dari mulut orang yang minum, lalu ia mengambil nafas, karena mengambil nafas di dalam bejana merupakan sesuatu yang dilarang. Dan dibolehkan minum dengan sekali tegukan, dan tidak termasuk sesuatu yang dimakruhkan. Hal ini ditunjukkan oleh hadits dari :عَنْ أَبِي الْمُثَنَّى الْجُهَنِيِّ أَنَّهُ قَالَ كُنْتُ عِنْدَ مَرْوَانَ بْنِ الْحَكَمِ فَدَخَلَ عَلَيْهِ أَبُو سَعِيدٍ الْخُدْرِيُّ فَقَالَ لَهُ مَرْوَانُ بْنُ الْحَكَمِ أَسَمِعْتَ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ نَهَى عَنْ النَّفْخِ فِي الشَّرَابِ فَقَالَ لَهُ أَبُو سَعِيدٍ نَعَمْ فَقَالَ لَهُ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي لَا أَرْوَى مِنْ نَفَسٍ وَاحِدٍ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَبِنْ الْقَدَحَ عَنْ فَاكَ ثُمَّ تَنَفَّسْ قَالَ فَإِنِّي أَرَى الْقَذَاةَ فِيهِ قَالَ فَأَهْرِقْهَا. (رواه مالك)
dari Abu Sa'id Al Khudri bahwa ia mengunjungi Marwan bin Hakam dan ia bertanya kepadanya, "Apakah engkau pernah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang bernafas meniup ketika minum?" Abu Sa'id Al Khudri menjawab, "Ya." Lalu ada seorang laki-laki bertanya kepada beliau, "Wahai Rasulullah, aku tidak bisa kenyang dengan satu nafas! " Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 'Jauhkan gelas dari mulutmu, lalu bernafaslah! "' Laki-laki itu berkata, "Aku melihat ada kotoran di dalamnya! " Beliau menjawab: "Tumpahkanlah! " (HR.at-Tirmidzi (no.1887), dan ia berkata : Hadits ini hasan shahih, Ahmad (no.10819), Malik (no.1718) dan lafazh diatas adalah lafazh Malik, dan ad-Darimi (no.2121)). Imam Malik mengatakan : Aku melihat dalam masalah ini terdapat keringanan, yaitu tidak mengapa seseorang minum hanya dengan mengambil nafas satu kali. Dan, aku melihat rukhshah ini berdasarkan penjelasan yang ada dalam hadits : Sesungguhnya dahagaku tidak akan hilang hanya dengan sekali nafas. (at-Tamhid karya Ibnu ‘Abdil Barr (I/392)). Syaikhul Islam mengtakan : Hadits diatas menerangkan bahwa sekiranya rasa dahaganya telah hilang hanya dengan sekali nafas dan tidak diperlukan lagi mengambil nafas, maka hal ini dibolehkan. Dan, aku tidak mengetahui ada imam yang mewajibkan mengambil nafas tiga kali dan mengharamkan minum hanya dengan sekali nafas. (Al-Fatawa (XXXII/209)). 17. Dimakruhkan Minum Dari Mulut Bejana (Cerek) Air Dalam masalah ini ada beberapa hadits shahih, diantaranya dari :عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الشُّرْبِ مِنْ فَمِ الْقِرْبَةِ أَوْ السِّقَاءِ وَأَنْ يَمْنَعَ جَارَهُ أَنْ يَغْرِزَ خَشَبَهُ فِي دَارِهِ. (رواه البخاري)
dari Abu Hurairah dia berkata; bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang minum langsung dari mulut geribah atau tempat air minum dan hendaklah seseorang melarang tetangganya menyandarkan kayu di rumahnya." (HR.Al-Bukhari (no.5196), Ahmad (no.7113), tanpa penggalan kedua hadits diatas. Dan, Ahmad meriwayatkan penggalan kedua hadits diatas di tempat lainnya. Juga diriwayatkan oleh Muslim (no.1609) at-Tirmidzi (no.1353), Abu Dawud (no.3634), Ibnu Majah (no.2335), Malik (no.1462) dan semuanya menyebutkan penggalan kedua dari hadits diatas selain penggalan pertama). Dan hadits dari :عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ نَهَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الشُّرْبِ مِنْ فِي السِّقَاءِ. (رواه البخاري)
dari Ibnu Abbas radliallahu 'anhuma dia berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melarang seseorang minum langsung dari mulut geribah." (HR.Al-Bukhari (no.5198), Ahmad (no.1990), at-Tirmidzi (no.1825), an-Nasa’i (no.4448), Abu Dawud (no.3719), Ibnu Majah (no.3421), dan ad-Darimi (no.2117)). Kedua hadits diatas mengandung larangan yang sangat jelas minum di mulut qirbah dan cerek. Dan, yang seharusnya dilakukan adalah dengan menuangkan minuman tersebut ke tampat air (gelas dan selainnya) lalu minum darinya. Larangan ini oleh sebagian ulama difahami sebagai suatu keharaman, dan sebagian lainnya menganggapnya hanya sebatas makruh saja, dan inilah pendapat mayoritas ulama. Di antara mereka menjadikan hadits-hadits larangan sebagai nasikh (yang menghapuskan hukum) hadits-hadits yang membolehkan. (Lihat Fat-hul Bari (X/94)). Masalah : Telah shahih bahwa Nabi minum dari mulut qirbah yang tergantung, maka bagaimana menyesuaikan perbuatan Nabi yang menunjukkan bolehnya minum di mulut qirbah dengan larangan beliau melalui sabdanya?? Jawab : Saya (Ibnu Hajar) katakan : Dan, pendapat ini dikuatkan pula bahwa hadits-hadits yang menunjukkan pembolehan, semuanya mengisyaratkan bahwa qirbah tersebut memang dalam keadaan tergantung, dan minum dari qirbah yang tergantung lebih khusus dari sekedar minum dari qirbah. Dan, tidak ada dalil dari hadits-hadits yang menunjukkan pembolehan secara mutlak melainkan hanya dalam keadaan ini saja. Dan, memahami pembolehan tersebut dalam keadaan darurat sebagai upaya menyelaraskan kedua hadits itu lebih utama daripada memahaminya sebagai nasikh. (Fat-hul Bari (X/94)). 18. Disunnahkan Bagi Seseorang Yang Menuangkan Minuman, Ia Adalah Orang Terakhir Yang Minum Darinya Dalilnya adalah hadits Qatadah yang panjang, ia berkata :.... فَجَعَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُبُّ وَأَبُو قَتَادَةَ يَسْقِيهِمْ فَلَمْ يَعْدُ أَنْ رَأَى النَّاسُ مَاءً فِي الْمِيضَأَةِ تَكَابُّوا عَلَيْهَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحْسِنُوا الْمَلَأَ كُلُّكُمْ سَيَرْوَى قَالَ فَفَعَلُوا فَجَعَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُبُّ وَأَسْقِيهِمْ حَتَّى مَا بَقِيَ غَيْرِي وَغَيْرُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ ثُمَّ صَبَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ لِي اشْرَبْ فَقُلْتُ لَا أَشْرَبُ حَتَّى تَشْرَبَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ إِنَّ سَاقِيَ الْقَوْمِ آخِرُهُمْ شُرْبًا قَالَ فَشَرِبْتُ وَشَرِبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.... (رواه مسلم)
…. sementara Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam terus mengucurkan air sedang Abu Qatadah membagi minuman kepada para sahabat hingga tidak tersisa selain aku dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengucurkan sambil berujar kepadaku: "Silahkan kamu meminumnya." Aku menjawab; "Saya tidak akan minum hingga engkau minum wahai Rasulullah!." Beliau bersabda: "Yang memberi minum seharusnya yang terakhir kali minum." Abu Qatadah berkata; "Maka aku pun minum dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam juga minum."…… (HR. Muslim (no.1099), Ahmad (no.22040), at-Tirmidzi (no.1894), Ibnu Majah (no.3434), dan ad-Darimi (no.2135), sebagiannya meriwayatkan dengan panjang, sebagian lagi hanya meringkas lafazh yang menjadi syahid saja, dan sebagian lainnya meriwayatkannya dengan kedua lafazh tersebut), Hadits ini sangat jelas menunjukkan bahwa orang yang bertanggung jawab menuangkan minum kepada suatu kaum, maka hendaklah ia mendahulukan mereka daripada dirinya sendiri, dan ia adalah orang yang paling terakhir minum dalam rangka meneladani Rasulullah. 19. Disukai Berbicara Ketika Menghadapi Makanan Hal ini sebagai bentuk penyelisihan terhadap kebiasaan orang asing, di mana mereka sama sekali tidak mau berbicara ketika makan. (Lihat Ihya ‘Ulumuddin karya al-Ghazali (II/11), Darul Hadits cet.I th.1412 H). Ibnu Muflih mengatakan : Ishaq bin Ibrahim mengatakan : Sekali waktu aku pernah makan malam bersama Abu ‘Abdillah (Ahmad bin Hanbal) dan beberapa kerabatnya. Dan, kami tidak berbicara sedikit pun, sementara ia makan dan mengatakan : Alhamdulillah,bismillah. Kemudian ia berkata : Makan dan pujian kepada Allah lebih baik daripada makan sambil diam. Dan, aku tidak mendapati pendapat dari Imam Ahmad yang menyelisihi riwayat ini dengan penyelisihan yang jelas. Dan, kami pun tidak mendapati riwayat tersebut dari mayoritas perkataan para ulama Hanabilah. Yang jelas, Imam Ahmad mengikuti atsar dalam perkataan beliau ini, karena di antara jalan dan kebiasaan beliau adalah memfokuskan ittiba’ kepada atsar. (al-Adabusy Syar’iyyah (III/163)). 20.Disunnahkan Makan Secara Berjama’ah Diriwayatkan dalam sebuah hadits dari :عَنْ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ يَقُولُا سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ طَعَامُ الْوَاحِدِ يَكْفِي الِاثْنَيْنِ وَطَعَامُ الِاثْنَيْنِ يَكْفِي الْأَرْبَعَةَ وَطَعَامُ الْأَرْبَعَةِ يَكْفِي الثَّمَانِيَةَ. (رواه مسلم)
Dari Jabir bin 'Abdullah berkata; "Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Makanan untuk seorang cukup untuk dua orang, makanan dua orang cukup untuk empat orang, dan makanan empat orang cukup untuk delapan orang." (HR. Muslim (no.3836), Ahmad (no.13810), at-Tirmidzi (no.1820), Ibnu Majah (no.3254), dan ad-Darimi (no.2044)). Ibnu Hajar mengatakan : Riwayat ath-Thabrani dari hadits Ibnu Umar berisi tuntunan akan sebab dari hal itu, di mana kalimat pertama adalah : … (al-Hadits). Maka, dari hadits ini bisa diambil faidah bahwa kecukupan adalah hasil yang didapat dari makan berjama’ah. Dan, ketika jumlah orang yang makan semakin banyak maka berkahnya pun semakin bertambah. (Fat-hul Bari (IX/446)). Diriwayatkan :عَنْ وَحْشِيُّ بْنُ حَرْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ أَنَّ أَصْحَابَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا نَأْكُلُ وَلَا نَشْبَعُ قَالَ فَلَعَلَّكُمْ تَفْتَرِقُونَ قَالُوا نَعَمْ قَالَ فَاجْتَمِعُوا عَلَى طَعَامِكُمْ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهِ يُبَارَكْ لَكُمْ فِيهِ. (رواه أبو داود)
dari Wahsyi bin Harb dari Ayahnya dari Kakeknya bahwa para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami makan dan tidak merasa kenyang?" Beliau bersabda: "Kemungkinan kalian makan sendiri-sendiri." Mereka menjawab, "Ya." Beliau bersabda: "Hendaklah kalian makan secara bersama-sama, dan sebutlah nama Allah, maka kalian akan diberi berkah padanya." (HR.Abu Dawud (no.3272), Syaikh al-Albani menshahihkannya, Ahmad (no.15648), dan Ibnu Majah (no.3286)). 21. Dibencinya Sikap Rakus Ketika Makan Dan Juga Terlalu Sedikit Makan Karena Akan Melemahkan Tubuhعَنْ مِقْدَامِ بْنِ مَعْدِي كَرِبَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَا مَلَأَ آدَمِيٌّ وِعَاءً شَرًّا مِنْ بَطْنٍ بِحَسْبِ ابْنِ آدَمَ أُكُلَاتٌ يُقِمْنَ صُلْبَهُ فَإِنْ كَانَ لَا مَحَالَةَ فَثُلُثٌ لِطَعَامِهِ وَثُلُثٌ لِشَرَابِهِ وَثُلُثٌ لِنَفَسِهِ. (رواه الترمذي).
dari Miqdam bin Ma'dikarib berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda: "Manusia tidak memenuhi wadah yang buruk melebihi perut, cukup bagi manusia beberapa suapan yang menegakkan tulang punggungnya, bila tidak bisa maka sepertiga untuk makanannya, sepertiga untuk minumnya dan sepertiga untuk nafasnya." (HR. at-Tirmidzi (no.2302), dan ia mengatakan ; hadits ini hadits hasan shahih. Ahmad (no.16735) dan syaikh al-Albani menshahihkannya (no.2720)). Dan, para ulama salaf memiliki beberapa pendapat tentang masalah ini yang bagus untuk kita ketahui. Ibnu Muflih mengatakan bahwa Ibnu ‘Abdil Barr dan selainnya menyebutkan tentang Umar bin al-Khaththab yang berkhutbah pada suatu hari, dan mengatakan : Hati-hatilah kalian dengan (penuhnya) perut kalian, karena hal itu akan membuat kalian malas menuju shalat, dan menjadi penyakit bagi tubuh. Dan, wajib bagi kalian untuk bersikap pertengahan dalam hal makanan kalian, karena sesungguhnya hal tersebut akan menjauhkan kalian dari kufur nikmat dan akan menyehatkan badan, serta akan menguatkan kalian dalam beribadah. Dan, sesungguhnya seseorang tidak akan celaka hingga syahwatnya mempengaruhi agamanya. Ali mengatakan : Lambung adalah telaga bagi tubuh, dan setiap usus bermuara kepadanya dan juga darinya. Apabila lambung itu sehat, maka usus yang bermuara darinya pun akan sehat. Dan, apabila lambung sakit maka usus yang bermuara darinya juga akan sakit. Al-Fudhail bin ‘Iyadh mengatakan : Dua hal yang akan mengeraskan hati, yaitu banyak bicara dan banyak makan. Al-Khallal meriwayatkan dalam Jami’ beliau dari Imam Ahmad, bahwa ia berkata : Dan dikatakan kepada beliau, mereka adalah orang-orang yang makannya sedikit dan sedikit menghidangkan makanan. Beliau mengatakan : Hal itu tidak membuatku heran!! Aku telah mendengar ‘Abdurrahman bin Mahdi mengatakan : Suatu kaum melakukannya, maka hal itu menjadikan mereka meninggalkan ibadah yang wajib. (Al-Adabusy Syar’iyyah (III/183,184 dan 185) dengan beberapa kalimat yang didahulukan dan juga diakhirkan). 22. Diharamkannya Duduk Di Meja Yang Diatasnya Dihidangkan Khamr Berkaitan dengan hal ini telah diriwayatkan hadits dari :عَنْ سَالِمٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ مَطْعَمَيْنِ عَنْ الْجُلُوسِ عَلَى مَائِدَةٍ يُشْرَبُ عَلَيْهَا الْخَمْرُ وَأَنْ يَأْكُلَ الرَّجُلُ وَهُوَ مُنْبَطِحٌ عَلَى بَطْنِهِ. (رواه أبو داود)
dari Salim dari Ayahnya ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah melarang dua hal yang berkaitan dengan makanan, yaitu duduk di meja yang digunakan untuk minum khamr (dihidangkan), dan seseorang yang makan sambil telungkup di atas perutnya." (HR.Abu Dawud (no.3282), dan Syaikh al-Albani menshahihkannya, Ibnu Majah (no.3370) tanpa menyebutkan penggalan yang pertama dari hadits ini). Dan dalam riwayat Ahmad (No.14124) disebutkan dengan lafazh :... وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلَا يَقْعُدْ عَلَى مَائِدَةٍ يُشْرَبُ عَلَيْهَا الْخَمْرُ.... (رواه أحمد)
…. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, janganlah duduk pada meja makanan yang disana dihidangkan minuman arak…… (Dari jalan lain (no.14241), dan diriwayatkan juga oleh at-Tirmidzi (no.2801) dan ad-Darimi (no.2092)). Hadits ini sangat jelas menerangkan larangan, dan dilarangnya hal itu karena duduk dengan adanya kemungkaran tersebut menyiratkan keridhaan dan pembenaran atasnya. (lihat ‘Aunul Ma’bud (jilid V (X/178)). SELESAI..... Digubah dan diringkas secara bebas oleh ustadz Abu Nida Chomsaha Shofwan, Lc., dari buku Kitabul ‘Adab karya Fuad bin Abdil Aziz asy-Syalhub.Author