Bertawakkal Hanya Kepada Allah Azza Wa Jalla
Pertanyaan
Di antara bentuk ibadah adalah bertawakkal hanya kepada Allâh Azza wa Jalla. Lalu apakah boleh seseorang mengatakan kepada orang lain, “Aku bertawakkal (pasrah sepenuh hati-red) kepadamu?Jawaban
Alhamdulillah, wash-shalatu wassalamu ‘ala Rasulillah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tidak boleh. Seseorang tidak boleh mengatakan kepada orang lain, “Aku bertawakkal kepadamu.” Namun perkataan yang benar adalah, “Aku mewakilkan atau pasrahkan (urusan ini) kepadamu (wakkaltuka; diucapkan kepada sesama makhluk) dan aku bertawakkal kepada Allâh. Sebab tawakkal adalah kepasrahan hati makhluk kepada Allâh Azza wa Jalla dalam mendatangkan manfaat dan menolak madharat, dengan disertai rasa percaya penuh kepada Allâh Azza wa Jalla serta diiringi dengan melakukan sebab-sebab (usaha). Jadi, pengertian seperti ini hanya khusus untuk Allâh Subhanahu wa Ta’ala. Allâh Azza wa Jalla berfirman:وَعَلَى اللَّهِ فَتَوَكَّلُوا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
Dan hanya kepada Allâh hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman. [Al-Mâidah/5:23] Allâh Azza wa Jalla juga berfirman:وَقَالَ مُوسَىٰ يَا قَوْمِ إِنْ كُنْتُمْ آمَنْتُمْ بِاللَّهِ فَعَلَيْهِ تَوَكَّلُوا إِنْ كُنْتُمْ مُسْلِمِينَ
Berkata Musa, “Wahai kaumku! Jika kamu beriman kepada Allâh, maka bertawakkallah kepada-Nya saja, jika kamu benar-benar orang yang berserah diri.” [Yunus/10:84] Dalam dua ayat tersebut di atas, Allâh Azza wa Jalla menjadikan tawakkal kepada-Nya sebagai syarat dalam keimanan dan keislaman seseorang. Adapun perkara-perkara yang masuk dalam lingkup perbuatan yang mampu dilakukan oleh para hamba, maka itu boleh diwakilkan kepadanya, seperti dalam jual beli dan semacamnya. Sebab masalah itu masuk dalam kategori sebab atau faktor (yang akan menyebabkan suatu terjadi-red). Hanya saja, hati seseorang yang mewakilkan sesuatu itu tidak boleh bergantung dan bersandar sepenuhnya pada orang yang ia jadikan sebagai wakil dalam mewujudkan apa yang dia inginkan. Ia harus bertawakkal kepada Allâh Azza wa Jalla dalam mewujudkan apa yang ia inginkan, atau hanya pasrah kepada Allâh Azza wa Jalla agar mempermudah urusannya atau urusan orang yang mewakilinya. (artinya, hatinya tidak boleh meyakini bahwa tujuannya itu terwujud dikarenakan orang yang ia percaya untuk mewakilinya tersebut; namun ia harus meyakini dan bersandar kepada Allâh Azza wa Jalla dalam mewujudkannya. Adapun orang yang mewakili kita hanyalah sebagai jalan dan perantara saja-red). Oleh karena itu, perbuatan mewakilkan suatu urusan kepada orang lain itu masuk dalam kategori sebab (usaha atau ikhtiyar untuk mewujudkan sesuatu tujuan-red). Dan, sebab ataupun usaha yang kita lakukan, tidak boleh kita jadikan sebagai sandaran. Namun yang wajib dijadikan sebagai sandaran dan tempat bergantung kita adalah Allâh Azza wa Jalla yang telah menjadikan dan menciptakan sebab tersebut (musabbibul asbab) juga yang telah menciptakan hasil dari sebab tersebut. (Ini penjelasannya) dan ilmu yang sempurna hanya milik Allâh Azza wa Jalla . Akhirnya, kami mengucapkan Alhamdulillah, segala puji bagi Allâh Rabb semesta alam. Dan shalawat serta salam atas Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sahabatnya serta saudara-saudaranya hingga hari pembalasan. (Diangkat dari Majalah al-Ishlâh, yang diterbit al-Jaza-ir, edisi perdana, hlm. 48 dalam rubrik Fatawa syar’iyyah oleh Syaikh Muhammad Ali Farkus hafizhahullah) [Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun XXI/1439H/2018M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196. Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]Author