Faedah Hadits: INDRA YANG MENYIMPANG AKAN DEKAT KEPADA SYAHWAT
 

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيبُهُ مِنْ الزِّنَا مُدْرِكٌ ذَلِكَ لَا مَحَالَةَ فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ وَالْأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الِاسْتِمَاعُ وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلَامُ وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ

Dari sahabat Abu Hurairah menuturkan bahwa Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya manusia itu telah ditentukan bagian dari perbuatan zina; dia akan melakukannya dan tidak ada hilah (alasan/sebab) untuk menghindar darinya. Kedua mata zinanya dengan melihat, kedua telinga zinanya dengan mendengar, lidah zinanya dengan berbicara, kedua tangan zinanya adalah menyentuh, kedua kaki zinanya dengan melangkah, serta hati zinanya dengan berkeinginan dan berangan-angan, yang membenarkan semua itu (melakukan perzinaannya) atau meninggalkan perzinaannya adalah kemaluan.” (Hadits Riwayat Muslim nomor: 4802, al-Bukhari dan Ahmad) Penjelasan Hadits: Nabi menjelaskan bahwa Allah subhanahu wa ta'ala telah menentukan kepada anak keturunan Adam bagian dari perbuatan zina, meskipun sebenarnya termasuk dari pengantar pada perbuatan zina yang sebenarnya, di antara panca indra yang paling banyak menghantarkan dalam perbuatan zina adalah mata yaitu dengan memperhatikan sesuatu yang Allah telah mengharamkannya setelah pandangan pertama; lisan dengan merayu dan bernikmat-nikmat dengan pembicaraan dengan orang yang telah Allah haramkan baginya; telinga dengan mendengarkan perkataan-perkataan yang cabul dan menimbulkan syahwat; hati dengan berhasrat dan berangan-angan untuk berbuat zina; dan kemaluan sebagai pembuktian, apakah akan melakukan perbuatan zina atau akan meninggalkannya. Faedah Hadits: 1. Bimbingan Nabi kepada umatnya agar menjaga anggota panca indranya, dan bahayanya jika dilepas tanpa dikendalikan. 2. Manusia wajib bersungguh-sungguh dalam menjaga panca indra dan bersabar dalam menjauhi maksiat kepada Allah subhanahu wa ta'ala. 3. Tidak boleh bermudah-mudahan dalam dosa-dosa kecil, karena sebagai pengantar untuk berbuat dosa besar; seperti memperhatikan lawan jenis, kemudian berangan-angan dan berbicara yang menggoda sebagai pengantar untuk berbuat zina. Dan kemaluan sebagai bukti tentang benar dan tidaknya perzinaan tersebut. 4. Anjuran untuk menyibukkan diri dengan perkara-perkara yang bermanfaat, sehingga setan tidak mampu menjerumuskannya dalam perbuatan maksiat. 5. Penetapan iman kepada takdir yang baik dan yang buruk; hendaknya seorang muslim memahami beriman kepada takdir dengan benar, karena banyak yang salah dalam mengimaninya. Ada dua kelompok besar yang keliru dalam beriman kepada takdir, yaitu:
  • Kelompok Qadariyah, yaitu yang beriman bahwa Allah tidak menciptakan perbuatan makhluk; makhluk itu menciptakan perbuatannya sendiri tanpa campur tangan Allah subhanahu wa ta'ala; kelompok yang menolak takdir; ini adalah kelompok yang menyimpang dan sesat.
  • Kelompok Jabariyah, jabar artinya paksaan, artinya kelompok yang beriman bahwa makhluk tidak punya kesempatan untuk memilih kehendak sendiri, semuanya berjalan atas kehendak Allah, kehendak makhluk tidak berlaku; di Jawa, makhluk itu digambarkan seperti wayang, tergantung dalang yang melakukannya.
6. Beriman kepada takdir yang benar adalah bahwa Allah adalah Dzat yang berkehendak dan pencipta segala sesuatu. Allah juga telah memberikan kehendak dan perbuatan mencipta pada makhluk. Maka tatkala kehendak makhluk bersesuaian dengan kehendak Allah maka semua akan berjalan dan mendapat kesuksesan. Tetapi jika kehendak makhluk berbeda dengan kehendak Allah maka yang berlaku adalah kehendak Allah, maka kehendak makhluk akan mengalami kegagalan. Jadi manusia masih punya pilihan dan cita-cita, hanya saja jika pilihan dan cita-citanya berbeda dengan kehendak Allah maka akan mengalami kegagalan; kalau keduanya sesuai maka akan mendapat kesuksesan. *** Disadur secara bebas oleh: Al-Ustadz Abu Nida’ Chomsaha Shofwan, Lc. Hafizhahullah, dari Kitab "Al-Arba’una Haditsan fil Madhi wadz Dzammi", karya: Syaikh Sa’ad bin Muhammad at-Thukhis. Editor: @rimoesta Team Redaksi: Ustadz Abu Abdillah Mubarok, M.Pd. dan Ustadz Abu Layla Turahmin, M.H. Hafizhahumallah.  

Author