HUKUM MENCIUM TANGAN. HARAM, SUNNAH atau MAKRUH?
Pembaca binbaz.or.id rahimakumullah, Akhir-akhir ini kita dapatkan fenomena di media sosial terjadinya perdebatan terkait masalah mencium tangan. Ada yang setuju ada pula yang tidak setuju. Kadang perdebatan berlanjut ke arah nyinyir atau bulli, karena beberapa oknum yang tidak berlandaskan ilmu. Lalu bagaimanakah sebenarnya hukum mencium tangan menurut Islam? Melalui artikel ini admin akan bagikan kumpulan artikel terkait hukum mencium tangan dari konsultasi syariah, rumaysho dan muslim.or.id. Semoga dengan adanya artikel ini kita bisa menyikapinya  berdasarkan ilmu agama sehingga bisa adil dan bijaksana.

Hadits Berkaitan dengan Masalah Cium Tangan

Cium tangan bagi sebagian besar kaum muslimin sudah menjadi suatu budaya.  Tradisi cium tangan ini dijadikan sebagai wujud dari rasa kasih sayang dan penghormatan. Lalu bagaimana Islam memandang hal ini? berikut hadits yang berkaitan dengan cium tangan.

عن جابر أن عمر قام إلى النبي صلى الله عليه وسلم فقبل يده

Dari Jabir Radhiallahu anhu, bahwa Umar bergegas menuju Rasulullah lalu mencium tangannya” (HR. Ahmad dan Ibnul Muqri dalam Taqbilu Al-Yad, Ibnu Hajar mengatakan, sanadnya Jayyid [1/18]).

عن صفوان بن عسال أن يهوديا قال لصاحبه: اذهب بنا إلى هذا النبي صلى الله عليه وسلم .قال: فقبلا يديه ورجليه وقالا: نشهد أنك نبي الله صلى الله عليه وسلم

Dari Sofwan bin Assal, bahwa ada dua orang yahudi bertanya kepada Rasulullah  (tentang tujuh ayat yang pernah diturunkan kepada Musa Alaihi Salam), setelah dijawab mereka mencium tangan dan kaki Rasulullah lalu  mereka berkata, kami bersaksi bahwa engkau adalah nabi” (HR. Tirmdizi, beliau berkata, Hasan Shahih, Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan di dalam At-Talkhis sanadnya kuat 240/5).

عن أسامة بن شريك قال: قمنا إلى النبي صلى الله عليه وسلم فقبلنا يده

Dari Usamah bin Syarik, kami bertemu Rasulullah lalu kami mencium tangannya” (HR. Ibnul Muqri dalam Taqbilul Yad, berkata Ibnu Hajar dalam Al-Fath sanad nya kuat).

Cium Tangan Bukan Kekhususan Rasulullah

Dari Ammar bin abi Ammar, pernah Zaid bin Tsabit mengatakan kepada Ibnu Abbas, “berikanlah tanganmu.” Maka diberikanlah tangan ibnu Abbas lalu zaid menciumnya” (HR. Ibnu Saad dan Al-Hafidz ibnu hajar mengatakan sanadnya Jayyid).

Boleh Mencium Tangan Ahlul Fadli (Guru, Orang Tua, dan Semisal Sebagai Wujud Kasih Sayang dan Penghormatan)

Dari Aisyah bahwa ia berkata, “Tidaklah aku pernah melihat seseorang yang lebih mirip cara bicaranya dengan Rasulullah melainkan fatimah, jika fatimah datang ke rumah Rasulullah, beliau menyambutnya mencium tangannya, dan jika hendak pulang fatimah mencium tangan Rasulullah” (HR. Abu Dawud 5217, di shahihkan pula oleh Al-Albani dalam Misyaktul Masabih). Dari ‘Abdurahman bin Razin beliau berkata, “kami pernah menjumpai Salamah bin Akwa’ lalu kami bersalaman dengannya. Kemudian aku bertanya, “kamu pernah membaiat Rasulullah dengan tanganmu ini?” Maka kami cium tangannya (HR. Bukhari di dalam Adabul Mufrad (1/338) dan Tabrani dalam Al-Ausat (1/205) dihasankan oleh syeikh Al-Albani dalam Shahih Adabul Mufrad, dan berkata haistamy, Rijaluhu tsiqot) Dari Musa bin Dawud bahwa dahulu aku pernah bersama dengan Sufyan bin ‘Uyainah kemudian datang Husain Al-Ju’fi lalu diciumlah tangan Husain oleh Sufyan (Taqbilul yad 1/77).

Pendapat Ulama Mengenai Masalah Cium Tangan

  1. Di dalam kitabul wara karya Imam Ahmad diriwayatkan bahwa Sufyan At Stauri mengatakan, “Tidak mengapa mencium tangan seorang imam, namun jika untuk kedunian maka tidak boleh.”
  2. Berkata Al-Tahtawi dalam Hasyiah Maraqil Falah, “maka diketahui dari dalil-dalil yang kami bawakan bahwa bolehnya mencium tangan, kaki, kasyh, kepala, jidat, bibir, dan di antara kedua mata, AKAN TETAPI harus dalam rangka kasih sayang, dan penghormatan ,bukan syahwat, karena syahwat hanya diperbolehkan untuk pasangan suami istri.”
  3. Berkata Al-Imam An-Nawawi dalam Raudhatu Thalibin, “Adapun menicum tangan karena keshalihannya, keilmuan, kemulian, atau jasanya atau sebab-sebab lain yang berkaitan dengan keagamaan maka mandub (disukai), namun jika untuk dunia, untuk jabatan, dan lain sebagainya maka sangat dibenci. Berkata Al Mutawali, hukumnya haram.
  4. Berkata Abu Bakr Al-Marwazi dalam kitab Al-Wara’“Saya pernah bertanya kepada Abu Abdillah (IMAM AHMAD) tentang mencium tangan, beliau mengatakan tidak mengapa jika alasannya karena agama, namun jika karena kedunian maka tidak boleh, kecuali dalam keadaan jika tidak menicum tangannya akan di tebas dengan pedang.
  5. Berkata Syaikh Ibnu ‘Ustaimin dalam Fatawa Al-Bab Al-Maftuh, “Mencium tangan sebagai bentuk penghormatan kepada orang-orang yang berhak dihormati seperti ayah, para orang-orang tua, guru tidaklah mengapa.”

Dari riwayat-riwayat di atas jelas kepada kita akan bolehnya mencium tangan.

Syarat dan Batas Bolehnya Mencium Tangan

Namun para Imam ada yang memberikan syarat-syarat agar mencium tangan tetap dalam koridor yang dibolehkan, syeikh Al-AlBani rahiamhullah menuliskan di dalam Silisalah Ahadistu Shahihah beberapa syarat dalam mencium tangan kepada seorang alim,
  1. Tidak dijadikan kebiasaan, yakni tidak menjadikan si alim tersebut terbiasa menjulurkan tangannya kepada para murid dan tidaklah murid untuk mencari berkahnya, ini karena Nabi jarang tangannya dicium oleh para sahabat, maka ini tidak bisa dijadikan sebuah perbuatan yang dilakukan terus menerus sebagaimana yang kita ketahui dalam Qawaidul Fiqhiyah
  2. Tidak menjadikan seorang alim sombong, dan melihat dirinya hebat.
  3. Tidak menjadikan sunnah yang lain ditinggalkan, seperti hanya bersalaman, karena hanya bersalaman tanpa cium tangan merupakan perintah Rasul.
Semoga bermanfaat Penulis: Muhammad Halid Syar’i Sumber: https://muslim.or.id/30087-hukum-cium-tangan.html ***

Bagaimanakah hukum mencium tangan seorang kyai, habib, orang saleh, dan manusia lainnya?

Rincian mencium tangan orang saleh dan yang lainnya secara umum adalah sebagai berikut.

Pertama:

Mencium tangan itu berkisar antara hukum boleh atau mustahab (dianjurkan). Jika yang dicium tangannya adalah seorang ahli ilmu, orang saleh, ataukah orang yang mulia, dan karena pertimbangan agama lainnya, seperti itu dianjurkan (disunnahkan).

Kedua:

Mencium tangan orang karena kekayaan atau karena memiliki kekuasaan tidaklah dibolehkan. Ibnu Hajar dalam Fath Al-Bari menukil perkataan Imam Nawawi,

تقبيل يد الرجل لزهده وصلاحه أو علمه أو شرفه أو صيانته، أو نحو ذلك من الأمور الدينية لا يكره بل يستحب، فإن كان لغناه أو شوكته أو جاهه عند أهل الدنيا، فمكروه شديد الكراهة

“Mencium tangan orang saleh karena kezuhudan, kesalehan, keilmuan, jasanya, atau karena latar belakang agama lainnya tidaklah makruh, bahkan disunnahkan (dianjurkan). Namun, jika karena kekayaan, kekuasaan, kedudukan, dan alasan duniawi lainnya, hal tersebut dilarang keras.”

Ketiga:

Hukum di atas berlaku umum untuk laki-laki dan perempuan, termasuk pada yang masih hubungan mahram, juga pada suami ataukah istri.

Apakah boleh suami meminta istrinya mencium tangannya, apakah ini termasuk bentuk sombong dan tidak berinteraksi dengan pasangan secara baik?

Hukum asalnya boleh jika itu untuk bentuk bersenang-senang dengan pasangan. Sebagaimana dibolehkan istri mencium tangan suami karena kesalehan dan kemuliannya. Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,

وأما ابتداء مد اليد للناس ليقبلوها وقصده لذلك فينهى عن ذلك بلا نزاع كائنا من كان، بخلاف ما إذا كان المقبل المبتدئ بذلك

“Adapun memulai menyodorkan tangan manusia untuk dicium dan meniatkan untuk dicium, seperti itu dilarang tanpa ada perselisihan. Hal ini berbeda jika yang mencium memulai lebih dahulu.” Adapun istri mencium tangan suami dilakukan setiap hari sebagai bentuk ketaatan pada suami, tidak ada dalil yang memerintah atau melarang secara utuh. Namun, yang lebih hati-hati adalah meninggalkannya jika maksudnya dianggap sebagai bentuk taat pada suami.

Bagaimana mencium tangan orang tua?

Tidak masalah mencium tangan orang tua sebagai bentuk penghormatan padanya dan untuk menunjukkan bentuk bakti padanya.

Keempat:

Adapun jika maksudnya adalah tabarruk (ngalap berkah) dengan orang saleh atau selain mereka, di mana tidak ada dalil yang mendukung hal tersebut, seperti itu tidaklah disyariatkan. Semoga rincian ini bermanfaat. Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.

Referensi:

https://www.islamweb.net/ar/fatwa/35766/تقبيل-اليد-بين-الاستحباب-والكراهة-الشديدة https://www.islamweb.net/ar/fatwa/38477/تقبيل-يد-العالم https://www.islamweb.net/ar/fatwa/181523/ https://www.islamweb.net/ar/fatwa/13930/تقبيل-رجل-الوالدين-وأهل-الفضل Sore hari, saat makan tahu walik, Warak, Girisekar, 24 Rabiul Awwal 1442 H Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal Sumber https://rumaysho.com/25793-hukum-mencium-tangan-kyai-habib-orang-saleh-dan-yang-lainnya.html ***

Apa Hukum Mencium Tangan dan Membungkukkan Badan?

Tanya:
Ustadz benarkah bahwa mencium tangan orang dan membungkukkan badan maka hal tersebut bukanlah syariat Islam melainkan ajaran kaum feodalis? Jika demikian, mohon dijelaskan. Jazakumullah Jawab: Ada beberapa hal yang ditanyakan: Pertama, masalah cium tangan Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani mengatakan: “Tentang cium tangan dalam hal ini terdapat banyak hadits dan riwayat dari salaf yang secara keseluruhan menunjukkan bahwa hadits tersebut shahih dari Nabi. Oleh karena itu, kami berpandangan bolehnya mencium tangan seorang ulama (baca:ustadz atau kyai) jika memenuhi beberapa syarat berikut ini. 1. Cium tangan tersebut tidaklah dijadikan sebagai kebiasaan. Sehingga pak kyai terbiasa menjulurkan tangannya kepada murid-muridnya. Begitu pula murid terbiasa ngalap berkah dengan mencium tangan gurunya. Hal ini dikarenakan Nabi sendiri jarang-jarang tangan beliau dicium oleh para shahabat. Jika demikian maka tidak boleh menjadikannya sebagai kebiasaan yang dilakukan terus menerus sebagaimana kita ketahui dalam pembahasan kaedah-kaedah fiqh. 2. Cium tangan tersebut tidaklah menyebabkan ulama tersebut merasa sombong dan lebih baik dari pada yang lain serta menganggap dirinyalah yang paling hebat sebagai realita yang ada pada sebagai kyai. 3. Cium tangan tersebut tidak menyebabkan hilangnya sunnah Nabi yang sudah diketahui semisal jabat tangan. Jabat tangan adalah suatu amal yang dianjurkan berdasarkan perbuatan dan sabda Nabi. Jabat tangan adalah sebab rontoknya dosa-dosa orang yang melakukannya sebagaimana terdapat dalam beberapa hadits. Oleh karena itu, tidaklah diperbolehkan menghilangkan sunnah jabat tangan karena mengejar suatu amalan yang status maksimalnya adalah amalan yang dibolehkan (Silsilah Shahihah 1/159, Maktabah Syamilah). Akan tetapi perlu kita tambahkan syarat keempat yaitu ulama yang dicium tangannya tersebut adalah ulama ahli sunnah bukan ulama pembela amalan-amalan bid’ah. Kedua, membungkukkan badan sebagai penghormatan:

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيَنْحَنِى بَعْضُنَا لِبَعْضٍ قَالَ « لاَ ». قُلْنَا أَيُعَانِقُ بَعْضُنَا بَعْضًا قَالَ لاَ وَلَكِنْ تَصَافَحُوا

Dari Anas bin Malik, kami bertanya kepada Nabi: “Wahai Rasulullah, apakah sebagian kami boleh membungkukkan badan kepada orang yang dia temui?” Rasulullah bersabda: “Tidak boleh!”Kami bertanya lagi, “Apakah kami boleh berpelukan jika saling bertemu?” Nabi bersabda: “Tidak boleh. Yang benar hendaknya kalian saling berjabat tangan.” (HR Ibnu Majah no 3702 dan dinilai hasan oleh al Albani). Dari uraian di atas semoga bisa dipahami dan dibedakan antara amalan yang dibolehkan oleh syariat Islam dan yang tidak diperbolehkan. Sumber: ustadzaris.com
Referensi: https://konsultasisyariah.com/1106-apa-hukum-mencium-tangan-dan-membungkukkan-badan.html

Author