TAFSIR AL-MUYASAR SURAT AL-BAQOROH AYAT 196-200

AL BAQARAH : 196

وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ ۚ فَإِنْ أُحْصِرْتُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ ۖ وَلَا تَحْلِقُوا رُءُوسَكُمْ حَتَّىٰ يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهُ ۚ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ بِهِ أَذًى مِنْ رَأْسِهِ فَفِدْيَةٌ مِنْ صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ ۚ فَإِذَا أَمِنْتُمْ فَمَنْ تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ إِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ ۚ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ فِي الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ ۗ تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ ۗ ذَٰلِكَ لِمَنْ لَمْ يَكُنْ أَهْلُهُ حَاضِرِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ Terjemah : Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah. Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) kurban yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum kurban sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya berfid-yah, yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkurban. Apabila kamu telah (merasa) aman, maka bagi siapa yang ingin mengerjakan umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) kurban yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan (binatang kurban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna. Demikian itu (kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil Haram (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah). Dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya. Tafsir : Laksanakanlah haji dan umrah dengan sempurna, ikhlas karena wajah Allah. Bila kalian terhalangi oleh sesuatu seperti musuh atau sakit sehingga kalian tidak mampu untuk menyempurnakannya padahal kalian telah berihram dengan keduanya, maka wajib atas kalian menyembelih apa yang mudah bagi kalian, berupa unta atau sapi atau domba dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah, agar kalian keluar dari ihram kalian dengan mencukur kepala kalian atau memotongnya. Jangan mencukur kepala kalian saat kalian terhalang sehingga orang yang terhalangi menyembelih hadyunya di tempat di mana dia terhalangi, kemudian dia bertahallul dari ihramnya, sebagaimana Nabi menyembelih di Hudaibiyah kemudian mencukur kepalanya. Sedangkan orang yang tidak terhalangi maka dia tidak menyembelih hadyunya kecuali di Haram. Yaitu tempatnya bertahallul di hari Raya, yakni hari kesepuluh dan tiga hari sesudahnya, dan hari-hari tasyriq. Siapa yang sakit di antara kalian atau di kepalanya ada sesuatu yang mengganggunya sehingga dia harus mencukur kepalanya, padahal dia dalam keadaan berihram, maka dia boleh mencukur namun dia harus membayar fidyah; yaitu berpuasa selama tiga hari atau bersedekah kepada enam orang miskin, masing-masing miskin mendapatkan setengah sha makanan atau menyembelih kambing untuk orang-orang fakir di Haram. Bila kalian dalam keadaan aman dan sehat, maka siapa di antara kalian yang melakukan haji tamathu dan hal itu membolehkannya melakukan apa yang sebelumnya dilarang disebabkan ihram setelah menyelesaikan umrahnya, maka dia harus menyembelih hadyu yang mudah baginya. Siapa yang tidak mendapatkan hadyu untuk disembelih maka dia berpuasa selama tiga hari di bulan-bulan haji dan tujuh hari bila kalian telah menyelesaikan manasik haji dan pulang ke negeri kalian. Semuanya berjumlah sepuluh hari sempurna, dan puasa harus dilakukan sebanyak itu. Kewajiban hadyu dan puasa bagi siapa yang tidak mampu menyembelih hadyu berlaku bagi siapa yang keluarganya bukan termasuk penduduk bumi Haram. Takutlah kalian kepada Allah, konsistenlah dalam menjalankan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Ketahuilah bahwa Allah memiliki siksa yang keras bagi siapa yang menyelisihi perintah-Nya dan melakukan apa yang Dia larang.

AL BAQARAH : 197

الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ ۚ فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي الْحَجِّ ۗ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللَّهُ ۗ وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَىٰ ۚ وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ Terjemah : (Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal. Tafsir : Waktu haji adalah bulan-bulan yang sudah dimaklumi, yaitu Syawal, Dzul Qa dah dan sepuluh hari pertama di bulan Dzul Hijjah. Siapa yang berniat menunaikan haji di bulan-bulan tersebut dengan melakukan ihram, maka dia tidak boleh melakukan persetubuhan dan segala mukadimahnya baik dalam bentuk perkataan maupun perbuatan, haram pula atasnya menyimpang dari ketaatan kepada Allah dengan melakukan kemaksiatan-kemaksiatan, serta berdebat dalam haji yang membawa kepada kemarahan dan kebencian. Kebaikan apa pun yang kalian lakukan diketahui oleh Allah, sehingga Dia membalas masing-masing orang sesuai dengan perbuatannya. Ambillah bekal untuk diri kalian berupa makanan dan minuman dlam safar haji, dan bekal berupa amal shalih untuk kehidupan akhirat, karena sebaik-baik bekal adalah takwa kepada Allah. Takutlah kalian kepada-Ku wahai orang-orang yang memiliki akal yang lurus. Asbabun Nuzul : Al-Bukhari dan lainnya meriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata : Orang-orang Yaman berhaji tanpa berbekal, dan mereka berkata : Kami bertawakal. Maka Allah menurunkan ayat 197 ini.

AL BAQARAH : 198

لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَبْتَغُوا فَضْلًا مِنْ رَبِّكُمْ ۚ فَإِذَا أَفَضْتُمْ مِنْ عَرَفَاتٍ فَاذْكُرُوا اللَّهَ عِنْدَ الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ ۖ وَاذْكُرُوهُ كَمَا هَدَاكُمْ وَإِنْ كُنْتُمْ مِنْ قَبْلِهِ لَمِنَ الضَّالِّينَ Terjemah : Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari Arafah, berdzikirlah kepada Allah di Masy arilharam. Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu ; dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat. Tafsir : Tiada dosa atas kalian untuk mencari rizki dari Rabb kalian melalui jual beli yang menguntungkan di hari-hari haji. Bila kalian bergerak setelah terbenam matahari meninggalkan Arafah, tempat wukuf jamaah haji di hari ke sembilan Dzul Hijjah, maka berdzikirlah kepada Allah dengan tasbih, talbiyah dan doa di Masy aril Haram, (Muzdalifah). Ingatlah Allah dengan benar, yang telah membimbing kalian kepadanya padahal sebelum bimbingan dari Allah ini, kalian dalam kesesatan, kalian tidak mengetahui kebenaran karenanya. Asbabun Nuzul : Al-Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas berkata : Ukazh, Mijannah dan Dzul Majaz adalah pasar pada masa jahiliyah, lalu mereka merasa berdosa karena tetap berdagang pada musim haji, lalu mereka bertanya kepada Rasulullah tentang hal itu maka turunlah ayat 198 ini.

AL BAQARAH : 199

ثُمَّ أَفِيضُوا مِنْ حَيْثُ أَفَاضَ النَّاسُ وَاسْتَغْفِرُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ Terjemah : Kemudian bertolaklah kamu dari tempat bertolaknya orang-orang banyak (Arafah) dan mohonlah ampun kepada Allah ; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Tafsir : Hendaknya bergeraknya kalian dari Arafah di mana Ibrahim bergerak meninggalkannya dalam keadaan menyelisihi orang-orang jahiliyah yang tidak wukuf di sana. Memohonlah kepada Allah agar Dia mengampuni dosa-dosa kalian, sesungguhnya Dia Maha mengampuni hamba-hamba-Nya yang memohon ampunan kepada-Nya dan menyayangi mereka. Asbabun Nuzul : Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata : Orang-orang Arab berwukuf di Arafah, sementara orang-orang Quraisy berwukuf sebelum itu yaitu di Muzdalifah, maka Allah menurunkan ayat 199 ini.

AL BAQARAH : 200

فَإِذَا قَضَيْتُمْ مَنَاسِكَكُمْ فَاذْكُرُوا اللَّهَ كَذِكْرِكُمْ آبَاءَكُمْ أَوْ أَشَدَّ ذِكْرًا ۗ فَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا وَمَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ Terjemah : Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, maka berdzikirlah dengan menyebut Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut (membangga-banggakan) nenek moyangmu, atau (bahkan) berdzikirlah lebih banyak dari itu. Maka di antara manusia ada orang yang bendoa : Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia, dan tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat. Tafsir : Bila kalian telah menyempurnakan ibadah kalian dan merampungkan manasik haji kalian, perbanyaklah dzikir kepada Allah dan sanjungan kepada-Nya, seperti kalian menyebutkan kebanggaan-kebanggaan leluhur kalian, bahkan lebih besar dari itu. Di antara manusia ada sekelompok orang yang hanya berharap dunia saja, mereka berdoa : Rabb kami, berikanlah kepada kami kesehatan, harta dan anak-anak di dunia. Orang-orang ini tidak akan mendapatkan bagian dan balasan di akhirat, karena mereka memang tidak mengharapkannya dan keinginan mereka hanya terbatas pada dunia saja. Asbabun Nuzul : Ibnu Jarir meriwayatkan dari Mujahid, ia berkata : Jika mereka telah menyelesaikan manasik, mereka berdiri di Jamarat dan membanggakan nenek moyang mereka di masa jahiliyah dan apa yang mereka lakukan, maka turunlah ayat 200 ini. Dikutip dari kitab Tafsir Al-Muyassar Jilid 1, Penulis Syaikh Bakar Abu Zaid, Penerbit : An-Naba’

Author

Tag