SIAPAKAH ORANG YANG PALING BANYAK BICARA ITU?


عَنْ جَابِرٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ مِنْ أَحَبِّكُمْ إِلَيَّ وَأَقْرَبِكُمْ مِنِّي مَجْلِسًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَحَاسِنَكُمْ أَخْلَاقًا وَإِنَّ أَبْغَضَكُمْ إِلَيَّ وَأَبْعَدَكُمْ مِنِّي مَجْلِسًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ الثَّرْثَارُونَ وَالْمُتَشَدِّقُونَ وَالْمُتَفَيْهِقُونَ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَدْ عَلِمْنَا الثَّرْثَارُونَ وَالْمُتَشَدِّقُونَ فَمَا الْمُتَفَيْهِقُونَ قَالَ الْمُتَكَبِّرُونَ (رواه الترمذى)

Dari Jabir bahwa Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya di antara orang yang paling aku cintai dan yang tempat duduknya lebih dekat kepadaku pada hari kiamat ialah orang yang akhlaknya paling bagus. Dan sesungguhnya orang yang paling aku benci dan paling jauh tempat duduknya dariku pada hari kiamat ialah orang yang paling banyak bicara (kata-kata tidak bermanfaat dan memperolok manusia).” Para shahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling banyak bicara itu?” Nabi menjawab, “Yaitu orang-orang yang sombong.” (Hadits Riwayat Tirmidzi)

Faedah Hadits: 

1. Di akhirat nanti orang yang paling dicintai dan tempatnya paling dekat dengan Nabi  adalah orang yang paling bagus akhlaknya. 

2. Orang yang paling jauh tempatnya dari Nabi  di akhirat nanti dan yang paling dibenci Allah subhanahu wa ta'ala adalah:

الثَّرْثَارُونَ maksudnya yaitu orang yang banyak ucapannya dan ucapannya itu banyak yang tidak benar, nyampur sana, nyampur sini.

الْمُتَشَدِّقُونَ maksudnya yaitu orang yang berbicara akan tetapi tidak sesuai kebutuhan bahkan terus dikupas sampai hal-hal yang tidak perlu dan kadang yang tidak benarpun juga dibicarakan, kadang-kadang menghina orang lain atau bahkan merendahkannya.

الْمُتَفَيْهِقُونَ maksudnya yaitu orang yang terlalu banyak berbicara, ada unsur sombong ketika bicara, sok pintar dan merasa tinggi. 

3. Belas kasihan Nabi ﷺ kepada umatnya dengan mengajak umatnya agar: 

Berakhlak yang mulia. 

Jangan sampai berakhlak yang buruk. 

4. Nabi  memperingatkan umatnya supaya kalau berbicara tidak perlu berlebih-lebihan akan tetapi secukupnya saja.

***

Disadur secara bebas oleh: Al-Ustadz Abu Nida’ Chomsaha Shofwan, Lc., Hafizhahullah, dari Kitab “Al’arba’un ‘Iijabat Nabawiatan Li’arba’in Sualan”, karya: Syaikh Sa’ad bin Muhammad at-Thukhis. 

Editor: @rimoesta 

Team Redaksi: Ustadz Abu Abdillah Mubarok, M.Pd. dan Ustadz Abu Layla Turahmin, M.H. Hafizhahumallah

Abu Bassam

Author