TETAP MEMAKAI JILBAB WALAUPUN HARUS PINJAM


عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ قَالَتْ أُمِرْنَا أَنْ نُخْرِجَ الْحُيَّضَ يَوْمَ الْعِيدَيْنِ وَذَوَاتِ الْخُدُورِ فَيَشْهَدْنَ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ وَدَعْوَتَهُمْ وَيَعْتَزِلُ الْحُيَّضُ عَنْ مُصَلَّاهُنَّ قَالَتْ امْرَأَةٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِحْدَانَا لَيْسَ لَهَا جِلْبَابٌ قَالَ لِتُلْبِسْهَا صَاحِبَتُهَا مِنْ جِلْبَابِهَا. (رواه البخاري). 

Dari Ummu 'Athiyah berkata, “Kami diperintahkan untuk mengajak keluar (wanita) haid dan wanita yang sedang dipingit pada dua hari raya, sehingga mereka bisa menyaksikan jama'ah kaum Muslimin dan mendo'akan mereka, lalu menjauhkan wanita-wanita haid dari tempat shalat mereka.” Seorang wanita lalu berkata, “Wahai Rasulullah, di antara kami ada yang tidak memiliki jilbab?” Beliau menjawab, “Hendaklah temannya meminjamkan jilbab miliknya kepadanya.” (Hadits Riwayat Bukhari)


كَانَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُخْرِجُ الْأَبْكَارَ وَالْعَوَاتِقَ وَذَوَاتِ الْخُدُورِ وَالْحُيَّضَ فِي الْعِيدَيْنِ فَأَمَّا الْحُيَّضُ فَيَعْتَزِلْنَ الْمُصَلَّى وَيَشْهَدْنَ دَعْوَةَ الْمُسْلِمِينَ قَالَتْ إِحْدَاهُنَّ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَهَا جِلْبَابٌ قَالَ فَلْتُعِرْهَا أُخْتُهَا مِنْ جَلَابِيبِهَا. (رواه الترمذي). 


Bahwasannya Rasulullah ﷺ memerintahkan para perawan, para budak, para wanita yang mengurung diri, para wanita haidh untuk keluar (menuju tempat shalat) pada saat dua hari raya, adapun wanita haidh, hendaknya mereka menjauh dari tempat shalat dan menyaksikan dakwahnya kaum Muslimin. Salah seorang dari kami berkata, wahai Rasulullah bagaimanakah jika mereka tidak memiliki jilbab? Beliau bersabda, “Hendaknya saudara wanitanya agar mau meminjamkan jilbab untuknya.” (Hadits Riwayat Abu Dawud)


وَعَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ سَمِعْتُهُ يَقُولُ إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَامَ فَبَدَأَ بِالصَّلَاةِ ثُمَّ خَطَبَ النَّاسَ بَعْدُ فَلَمَّا فَرَغَ نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَزَلَ فَأَتَى النِّسَاءَ فَذَكَّرَهُنَّ وَهُوَ يَتَوَكَّأُ عَلَى يَدِ بِلَالٍ وَبِلَالٌ بَاسِطٌ ثَوْبَهُ يُلْقِي فِيهِ النِّسَاءُ صَدَقَةً قُلْتُ لِعَطَاءٍ أَتَرَى حَقًّا عَلَى الْإِمَامِ الْآنَ أَنْ يَأْتِيَ النِّسَاءَ فَيُذَكِّرَهُنَّ حِينَ يَفْرُغُ قَالَ إِنَّ ذَلِكَ لَحَقٌّ عَلَيْهِمْ وَمَا لَهُمْ أَنْ لَا يَفْعَلُوا. (رواه البخاري). 


Dari Jabir bin 'Abdullah ia berkata, aku mendengarnya berkata, “Nabi ﷺ berdiri dan memulai dengan shalat, kemudian berkhutbah di hadapan manusia setelahnya. Setelah Nabi  selesai, beliau mendatangi tempat jama'ah wanita dan mengingatkan mereka. Beliau menyandar pada tangan Bilal, sementara Bilal sendiri membentangkan kain miliknya dimana para wanita memasukkan sedekahnya ke dalam kain tersebut.” Aku (perawi) bertanya kepada 'Atha, “Bagaimana menurutmu apakah boleh jika sekarang Imam mendatangi para wanita untuk memberi peringatan kepada mereka setelah selesai dari khutbah?” 'Atha menjawab, “Itu adalah hak mereka, dan mengapa mereka tidak diperbolehkan melakukannya?.” (Hadits Riwayat Bukhari)

Penjelasan hadits:

Hadits ini menunjukkan Mushola (tempat sholat) wanita terpisah, sehingga Nabi  setelah khutbah di putra kemudian mendatangi ibu-ibu di belakang, yang bisa dimaklumi belum ada pengeras suara, kami tidak membahas sejauh mana jaraknya.

Imam Asy Syaukani rahimahullah berkata, memang wanita mempunyai tempat tersendiri dari tempat laki-laki, karena kalau berdekatan bisa saling lihat-lihat dan ini menimbulkan fitnah mata.

Maka pada hari raya tetap berhijab dan harus tetap dipakai dalam keadaan apa saja.

Faedah hadits:

1. Nabi  memberikan sesuatu yang bermanfaat bagi wanita-wanita umatnya, dengan kedudukan tersendiri tidak ikhtilat dengan laki-laki.

2. Apabila ada pertemuan-pertemuan di masjid jami' atau pengajian, tentunya pemisahan wanita dengan laki-laki diperhatikan.

3. Disyariatkan kalau ada masalah ditanyakan kepada orang yang alim. Ta'awun antara wanita-wanita sahabiyah bagi yang tidak punya, boleh minta dipinjamin agar bisa ikut berhari raya di lapangan.

4. Dalam rangka syiar Islam, maka para wanita perawan, budak-budak wanita, wanita pingitan, dan haid, harus keluar mengikuti anjuran Rasulullah dengan berhijab walaupun dengan pinjam.

5. Di antara mereka ada yang tidak punya jilbab, menunjukkan mereka jarang keluar, karena kalau keluar harus pinjam kepada saudaranya.

6. Sedikit keluarnya wanita, tentu mengurangi timbulnya fitnah dan ikhtilat di masyarakat.

Orang-orang (wanita) yang datang tetap dianjurkan keluar menyaksikan khutbah-khutbah Ied. Dan nasehat-nasehat yang diberikan oleh Imam (tapi tempatnya tidak campur dengan orang-orang yang salat).

***

Disadur secara bebas oleh: Al-Ustadz Abu Nida’ Chomsaha Shofwan, Lc., Hafizhahullah, dari Kitab “Al-Arba’una Haditsan Fii Inqaai Fitnatin Nisaa”, karya: Syaikh Sa’ad bin Muhammad at-Thukhayyis. 

Editor: @rimoesta 

Team Redaksi: Ustadz Abu Abdillah Mubarok, M.Pd. dan Ustadz Abu Layla Turahmin, M.H. Hafizhahumallah
Abu Bassam

Author